KPK akan jemput paksa

Komjen BG Mangkir

Komjen BG Mangkir

JAKARTA (HR)-Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan, mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesuai jadwal, seharusnya Budi Gunawan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus rekening gendut, Jumat (30/1) kemarin.

Terkait tidak hadirnya Komjen Budi Gunawan tersebut, terjadi perdebatan antara kuasa hukum tersangka dan pihak KPK. Meski terjadi perdebatan, lembaga antirasuah itu tidak akan surut. Surat pemanggilan kedua akan dilayangkan. Jika Budi Gunawan kembali mangkir, KPK siap melakukan upaya jemput paksa.

"Sesuai KUHAP lah, jemput paksa akan dilakukan jika dua kali panggilan dan dua-duanya tidak patut, maka ada kemungkian dijemput paksa. Itu kewenangan penyidik," ujar Kabag Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jumat (30/1).

Komjen Budi Gunawan mangkir dari panggilan penyidik dengan beberapa alasan. Salah satunya, surat panggilan KPK tidak sampai langsung ke tangan mantan ajudan Megawati itu. Namun alasan itu dibantah KPK. Sebab, KPK telah mengirimkan surat panggilan untuk Budi Gunawan ke tiga tempat, yakni rumah Budi, Mabes Polri sebagai instansi yang menaungi Budi dan Lemdikpol Polri yang merupakan kantor Budi. Dengan demikian, KPK menilai Budi telah mangkir dari pemeriksaan.

"Tadi setelah dipertimbangkan, alasannya tidak dapat diterima," ujar Priharsa.

Sementara itu, pengacara Budi Gunawan, Razman Arif Nasution, sebelumnya mengatakan, kliennya tidak akan memenuhi panggilan penyidik selama belum ada putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun Priharsa menyayangkan alasan itu. "Kalau alasan itu diterima, maka itu akan jadi preseden buruk. Karena tidak ada dasar hukum seseorang menolak pemeriksaan karena kasusnya sedang diproses di praperadilan," ujarnya.

Selain itu, Budi Gunawan juga berdalih tidak pernah mendapatkan surat penetapan sebagai tersangka. Menurut Priharsa, KPK tidak pernah memberikan surat penetapan tersangka kepada semua tersangka. "KPK memang tidak pernah memberikan surat penetapan itu ke tersangka," kata Priharsa.

Selain itu, pihak Budi Gunawan juga memprotes mekanisme penyerahan surat pemanggilan. Surat tersebut, menurut Razman, hanya ditaruh begitu saja di kediaman dinas Budi tanpa surat pengantar dan tanda terima.

Lagi-lagi, pengakuan dibantah. Priharsa menjelaskan, surat panggilan yang dikirimkan KPK ke sejumlah tempat, sudah ditandatangani dengan jelas oleh penerimanya. Seperti surat yang dikirimkan ke rumah dinas Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, yang diterima Safriyanto.

Sedangkan surat yang dikirim ke Kantor Lembaga Pendidikan Polri diterima Suhardianto dan surat yang dikirim ke rumah pribadi BG di kawasanDuren Tiga, diterima Hariyanto. Begitu juga surat yang dikirim ke Mabes Polri diterima Dwi Utomo.

Lagi pula, kata Priharsa, perwira Polri yang diutus Divisi Hukum Polri hanya menyampaikan alasan absennya Budi secara lisan, bukan melalui surat. Utusan tersebut, hanya dapat menunjukkan surat penunjukan dari Divisi Hukum Polri, bukan dari Budi Gunawan.

Menyikapi hal ini, Priharsa menambahkan, penyidik KPK akan menyiapkan surat panggilan pemeriksaan kedua untuk Budi sebagai tersangka. "Saat ini, penyidik sedang membuat surat pemanggilan ulang untuk pemeriksaan tersangka minggu depan. Harinya saya belum tahu," tambahnya.

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebelumnya mengatakan, pihaknya ingin mengusut soal informasi beredarnya telegram rahasia yang menginstruksikan para saksi untuk tidak perlu datang dalam pemeriksaan kasus Budi.

Jika informasi tersebut benar, yang menyebarkan telegram rahasia itu akan dijerat Pasal 21, 22, dan 24 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atas upaya menghalang-halangi proses penyidikan.

JK Nilai Wajar
Di tengah kritikan pegiat antikorupsi yang menyerang ketidakhadiran Komjen Budi Gunawan atas pemanggilan KPK, pendapat berbeda disampaikan Wapres Jusuf Kalla. Ia menilai, mangkirnya Komjen BG sebagai hal yang wajar.

"Itu wajar saja, kan masih dalam proses pengadilan (pra peradilan) kan, belum ada kepastian," ujarnya.

JK kemudian bicara soal calon Kapolri baru. Menurut dia, hingga saat ini belum ada nama baru untuk dicalonkan sebagai Kapolri. "Sejauh ini saya kira belum, masih menunggu pra peradilan," terangnya.

Menurut JK juga karena status tersangka itu pihaknya menunggu, belum akan melantik Budi.
"Ya kan pemerintah tak ingin Kapolri itu menjadi Kapolri tapi statusnya masih tersangka, itu pasti, pemerintah kan taat," ujar JK. (bbs, kom, dtc, viv, sis)