peringatan Dini Bencana 2016 karhutla Terjadi Dalam Skala Kecil

Waspadai Ancaman La Nina

Waspadai  Ancaman  La Nina

JAKARTA (HR)-Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan bahwa bencana jenis hidrometerologi akan mendominasi bencana yang terjadi di Indonesia sepanjang 2016.

Beberapa jenis bencana yang dipredksi BMKG itu adalah banjir, tanah longsor, dan puting beliung.
"Berdasarkan prediksi BMKG, fenomena La Nina akan menguat di pertengahan 2016," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Kantor BNPB, Jakarta, Jumat (18/12).

"Sehingga potensi banjir, longsor dan puting  beliung akan semakin meningkat," ucapnya.
Menurut Sutopo, selama 2016, wilayah di Indonesia yang paling berpotensi terjadinya banjir, longsor dan puting beliung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Waspadai
Bencana tersebut terjadi akibat curah hujan yang tinggi sejak Januari.
Menurut Sutopo, terdapat 315 kabupaten/kota yang berada di daerah bahaya banjir. Dari wilayah tersebut, terdapat 63,7 juta jiwa yang berpotensi terdampak banjir.

"Masalahnya, belum semua sungai di Indonesia memiliki tanggul sungai, sehingga saat banjir, air mudah melimpah," kata Sutopo.
Selain itu, terdapat 274 kabupaten/kota yang terancam bahaya longsor.

Menurut Sutopo, untuk mengantisipasi longsor, BNPB membutuhkan ratusan sistem peringatan dini (early warning system). Namun, alat yang ada saat ini jumlahnya baru 50 unit.

Sebagai langkah antisipasi, petugas BNPB di beberapa daerah rawan longsor memasang jaring yang terbuat dari sabut kelapa di tebing-tebing yang rawan longsor.

Berdasarkan penelitian, alat tersebut mampu digunakan sampai puluhan tahun.
Karhutla

BNPB juga memprediksi bahwa kebakaran hutan dan lahan akan tetap terjadi pada 2016. Meski demikian, kebakaran tersebut diperkirakan terjadi dalam skala yang lebih kecil dibandingkan tahun ini.

"Potensi kebakaran masih tetap tinggi, khususnya di Sumatera dan Kalimantan, namun dengan skala yang lebih kecil," ujar Sutopo.

Menurut Sutopo, kebakaran hutan akan sulit dicegah, karena telah menjadi kebiasaan petani dan masyarakat membuka lahan dengan cara membakar. Sementara, besar atau kecilnya skala kebakaran akan sangat tergantung pada kondisi alam dan penanganan.

Titik-titik panas (hot spot) diperkirakan akan terdeteksi pada Juni-Oktober, dengan puncak hot spot pada Sepetember hingga Oktober 2016.

Sementara untuk kabut asap yang timbul akibat kebakaran hutan, menurut Sutupo, akan kecil kemungkinannya terjadi kembali seperti pada 2015.

Apalagi, di 2016 BMKG memprediksi terjadinya La Nina, sehingga kemarau tidak akan sampai pada kondisi ekstrim kering.

"Selain itu, sudah ada upaya intensif pemerintah untuk mengatasi kebakran hutan, sehingga dampaknya akan lebih signifikan," kata Sutopo.(kpc/yuk)