Lahan Gambut Sulit Dipadamkan

Lahan Gambut Sulit Dipadamkan

MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), sebuah instrumen yang berada di satelit Aqua, pada 28 September 2015 menerbitkan foto Kalimantan yang tertutup asap akibat kebakaran lahan. Asap abu-abu begitu tebal sehingga di beberapa tempat, tanah Kalimantan tidak bisa difoto dari udara.
Kebakaran lahan memang meluas di Kalimantan dan juga Sumatera bagian selatan. Ini merupakan kejadian tahunan yang disebabkan karena ulah manusia yang membakar lahan untuk pertanian atau perkebunan.

Seringkali api tidak bisa dikendalikan sehingga kebakaran ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Ada juga sebenarnya kebakaran yang tidak disengaja, misalnya api yang menyambar saat dilakukannya penebangan hutan, atau bisa juga api yang timbul akibat sambaran petir di hari yang panas dan kering.

Akibat pengaruh El Nino pada 2015 Indonesia hanya akan menerima curah hujan yang sedikit sehingga kemarau semakin panjang. Hutan yang biasanya basah kini kering kerontang meninggalkan api yang terbakar di bagian bawah lahan gambut. Saat mengering, gambut mudah terbakar dan menimbulkan asap yang tebal dan hitam.

WWF Indonesia menyebutkan pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap dan menahan air secara maksimal sehingga pada musim hujan dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang ekstrim.
Namun, apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai terganggu akibatnya adanya konversi lahan atau pembuatan kanal, maka keseimbangan ekologisnya akan terganggu.

Pada musim kemarau, lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar.
Gambut mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan dan sulit dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan). Biasanya api baru bisa mati total setelah adanya hujan yang intensif.
Tukirin Partomihardjo, Peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan, asap tebal itu terjadi akibat pembakaran yang tidak sempurna.
Dia mencontohkan, ibarat membakar sampah yang belum kering, maka pembakaran terjadi secara tidak sempurna. Alhasil akan timbul asap pekat. Begitu pula dengan pembakaran di lahan gambut.

Lebih lanjut Tukirin mengatakan, dampak kebakaran berat dapat mematikan hampir seluruh pepohonan penyusun hutan mencapai lebih dari 80 persen.
"Hutan rawa gambut umumnya akan mati secara keseluruhan. Tidak ada pohon yang mampu bertahan pasca kebakaran, apalagi kebakaran berulang akan memusnahkan seluruh jenis flora primer," katanya.
Sementara itu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) seperti menyebutkan faktor alam di kawasan Sumatera dan Kalimantan menjadi penghambat proses pemadaman kebakaran hutan dan Lahan (Karhutla). Akibatnya, wilayah tersebut dan sekitarnya kemungkinan akan merasakan dampak karhutla sampai akhir tahun.

"Cuaca kering, terbatasnya air, dan sarana prasarana serta luasnya wilayah yang terbakar menjadi kendala dalam pemadaman. Api yang sudah padam terbakar kembali karena gambut terbakar di bawah permukaan," ujar Kepala Pusat Dana Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.
Pemadaman kebakaran lahan gambut dengan kedalaman 2-3 meter di bawah permukaan tanah dapat dilakukan menggunakan peralatan pencucian motor atau mobil.

Kepala Balai Perlindungan Perkebunan dan Pengawasan Benih, menyebutkan untuk memadamkan lahan gambut itu diperlukan mesin pompa bertekanan tinggi berikut dengan mesin penggerak, drum penampungan air, pompa air, selang bertekanan panjang sekitar 100 meter, stik semprot, masker penahan debu dan asap serta sepatu boot.
Herter mengatakan penggunaan mesin seperti itu efektif, ekonomis dan efesien karena hemat air dan stik mampu mencapai bara api di kedalaman gambut yang terbakar.

Selain itu peralatan yang diangkut tidak terlalu banyak dan tidak terlalu berat. Petugas pemadam pun dapat terlindungi kabut tirai air yang disemprotkan sehingga panas akibat kebakaran berkurang.***