Melalui Stimulus Fiskal

Meningkatkan Daya Saing Investasi

Meningkatkan Daya Saing Investasi

Asia Pasifik dipandang sebagai wilayah yang prospektif bagi investor global. Di tengah lesunya kondisi ekonomi global pada semester I 2015, arus investasi global yang masuk ke Asia Pasifik justru tumbuh 9,2 persen sebesar US$137,3 miliar dibandingkan semester I 2014.

 Pada periode yang sama, arus investasi asing / Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk ke ASEAN mencapai US$44 miliar. Investor di ASEAN tercatat berasal dari Tiongkok (17 persen), Jepang (15 persen), Thailand (12%), Korea Selatan (12%), Singapura (10%), dan Amerika Serikat (9%).

Variabel makro ekonomi Indonesia dipandang cukup stabil. Penurunan nilai tukar rupiah dan pelambatan ekonomi belum mempengaruhi arus investasi asing yang masuk ke Indonesia. Makro ekonomi yang stabil mendukung potensi Indonesia sebagai negara tujuan investasi utama di ASEAN.

Saat ini, Indonesia dipandang prospektif oleh investor global. Kelas menengah tumbuh dari 37 persen pada 2004 menjadi 56,7 persen dari total penduduk di Indonesia pada 2013. Pertumbuhan ekonomi dari konsumsi saja diperkirakan stabil pada 4,5 persen. Pada tahun 2020-2030, Indonesia akan menikmati bonus demografi yang banyak diisi penduduk usia produktif.

 Perbaikan kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia menjadi pasar potensial bagi pemasaran produk-produk global.

Di ASEAN, Indonesia merupakan salah satu tujuan utama investor global. Pada semester I 2015, Indonesia berhasil menarik investasi global sebesar US$13,66 miliar, tertinggi di ASEAN. Catatan tersebut menunjukkan keberhasilan strategi pemasaran investasi di Indonesia.

Dibutuhkan upaya lain guna meningkatkan daya tarik Indonesia di mata investor global.
Data BPS mengungkapkan kinerja industri manufaktur mengalami penurunan pada tahun 2008-2013.

Tahun 2008, kontribusi manufaktur terhadap PDB mencapai 27,81 persen. Selanjutnya, kinerja manufaktur menurun tahun 2013 dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 23,70 persen. Penurunan tersebut tidak terlepas dari ketergantungan impor bahan baku dan barang modal manufaktur yang sangat tinggi, mencapai 65 persen dari total produk manufaktur non migas.

 Keterbatasan investasi berbasis teknologi menjadi salah satu penyebab tingginya kandungan impor.
Sebelum PMK 159/2015, Pemerintah telah menerbitkan kebijakan ramah investor dalam PP 18/2015 dan PMK 89/2015. PMK 89/2015 berisi peraturan pemberian fasilitas tax allowance bagi industri prioritas tinggi berskala nasional.PMK 89/2015 dan PMK 159/2015 merupakan bentuk insentif guna mendukung iklim investasi industri.

Nawa Cita ke-6 menegaskan tekad pemerintah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.

 Peningkatan produktivitas dan daya saing merupakan syarat penting investasi. Di sisi lain, peningkatan daya saing memerlukan mesin produksi berteknologi dan hasil penelitian (R&D). Oleh karena itu, peran swasta investor global sangat diperlukan untuk mendorong peningkatan investasi di Indonesia.

Untuk meningkatkan investasi korporasi dan daya saing produk dalam negeri, Pemerintah telah menerbitkan kebijakan stimulus. Kebijakan tersebut berupa pemberian fasilitas fiskal berbentuk tax holiday dan tax allowance dalam PMK Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

 Melalui relaksasi dan penyederhanaan pemberian fasilitas perpajakan, PMK 159/2015 lebih ramah terhadap investor baru. Dibandingkan dengan PMK 130/2011, PMK 159/2015 memperluas jenis industri yang dapat memperoleh fasilitas perpajakan menjadi 9 jenis industri, menambah jangka waktu pemberian fasilitas hingga 20 tahun, menurunkan syarat jumlah rencana investasi menjadi 500 miliar, menyederhanakan prosedur pengajuan fasilitas (melalui BKPM), serta alternatif pemberian fasilitas melalui tax allowance.

Pemberian fasilitas perpajakan merupakan merupakan terobosan dari sisi kebijakan fiskal. Pemberian insentif dapat dipahami sebagai wujud kerjasama antara pemerintah dan investor dalam memajukan perekonomian nasional.

 Pemberian insentif memberikan daya tarik bagi investor untuk mengembangkan usahanya di Indonesia. Strategi tersebut diharapkan lebih banyak menarik investor global ke dalam negeri.

 Pemerintah berkepentingan menumbuhkan perekonomian yang dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Hal ini akan membuka lapangan kerja baru, transfer teknologi, dan pengembangan wilayah. Tumbuhnya kegiatan ekonomi akan membuka lapangan pekerjaan, memberikan nilai tambah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Berkaitan dengan kebijakan pengembangan industri nasional, pemberian insentif memiliki manfaat yang strategis. Pemberian fasilitas perpajakan akan meningkatkan efisiensi, daya saing dan ekspor produk industri. Kehilangan penerimaan negara dari pengurangan pajak dapat dikompensasi melalui penciptaan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendukung kemandirian ekonomi (sejalan dengan Nawa Cita ke-7).

 Selanjutnya, perlu diupayakan agar bagian laba investor dapat diinvestasikan kembali ke dalam negeri.

Globalisasi dan Kebijakan Pemerintah
Indonesia dihadapkan pada persaingan menarik investor global. Sejumlah negara ASEAN berhasil mengembangkan faktor pendukung sebagai daya tarik investasi.

 Dalam menarik PMA, Indonesia bersaing ketat dengan Malaysia dan Thailand. Global Competitive Index 2014-2015 oleh World Economic Forum menempatkan Indonesia pada urutan 34, di bawah Singapura (2), Malaysia (20), dan Thailand (31).

Globalisasi menuntut adanya persaingan/kompetisi. Persaingan tersebut tidak hanya menyangkut di antara pelaku ekonomi (korporasi), tetapi juga menyangkut kebijakan pemerintah yang mendukung efisiensi produksi.

 Investor menghendaki iklim usaha dan produksi yang efisien sehingga mampu meningkatkan daya saing produk di pasar domestik dan global (ekspor). Porter (1990) pernah mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah akan menentukan keunggulan suatu negara.

Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang dapat dikembangkan menjadi industri berbasis Sumber Daya Alam (hilirisasi). Hilirisasi membuka peluang peningkatan ekspor melalui jaringan rantai suplai global/Global Value Chain (GVC).

Di sisi lain, penulis memandang diperlukan kerjasama dari pemerintah daerah (pemda) dalam bentuk penciptaan iklim investasi, peningkatan daya saing investasi yang mendukung produktivitas wilayah dan menarik investasi.

 Pemda perlu memberikan dukungan pembangunan infrastruktur daerah, kemudahan izin usaha, pengembangan/pendirian lembaga pendidikan dan pelatihan industri, seiring dengan semangat desentralisasi.(kkg)
Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI.

Oleh: M. Zainul Abidin