Tragedi Mina

Memicu Ketegangan Iran dan Arab Saudi

Memicu Ketegangan Iran dan Arab Saudi

Riyadh (HR)-Iran menjadi negara yang paling gencar melontarkan kritikan kepada otoritas Arab Saudi, usai tragedi Mina. Bagaimana sebenarnya tragedi memilukan yang menewaskan di antaranya 131 jemaah Iran ini juga berdampak pada semakin meningkatnya ketegangan antara Iran dengan Saudi?

"Insiden ini menunjukkan salah pengelolaan dan kurangnya perhatian terhadap keselamatan jemaah haji. Tidak ada penjelasan. Pejabat Saudi harus bertanggung jawab," sebut Kepala Organisasi Pengeloaan Haji Iran, Said Ohadi, seperti dilansir The Washington Post, Jumat (25/9).
Media-media Iran bahkan menyebut kehadiran konvoi kendaraan Putra Mahkota sekaligus Menteri Pertahanan Saudi Mohammad bin Salman Al Saud di dekat lokasi kejadian, yang telah menyebabkan kepanikan para jemaah hingga menimbulkan aksi saling dorong.

Namun menghadapi hujan kritikan dari otoritas Iran yang banyak menyalahkannya atas berbagai tragedi ibadah haji, otoritas Saudi tak melontarkan balasan.
Tragedi Mina, Menteri Saudi Salahkan Jemaah yang Tak Disiplin
Permusuhan Iran dan Saudi dipicu sejak lama oleh perbedaan sektarian, di mana Iran merupakan negara didominasi penganut Syiah, sedangkan Saudi menganut Sunni. Pada tahun 1987 silam, bentrokan antara jemaah Syiah asal Iran dengan petugas keamanan Saudi di Makkah memicu tewasnya ratusan orang, termasuk sekitar 275 jemaah haji asal Iran.

Aksi saling lempar komentar antara kedua negara seolah tak pernah berhenti. Awal tahun ini, seorang ulama terkemuka Iran, Ayatollah Javadi Amoli menyerukan agar Makkah dan Madinah dibebaskan dari 'perbudakan dan penjarahan oleh rezim Saudi'. Amoli juga mengecam intervensi Saudi dalam konflik Yaman dan menyerang keluarga Kerajaan Saudi atau yang juga disebut sebagai House of Saud, dengan komentar keras.

"Penjaga Saudi (merujuk pada keluarga Kerajaan Saudi) saat ini, bagaimanapun adalah keturunan dari orang-orang yang mengubahnya menjadi rumah penuh idola dan menghanyutkan diri mereka dalam pesta pora yang memabukkan," tuding Amoli seperti dikutip kantor berita Iran, Mehr News Agency.

"Mereka adalah nenek moyang dari penjaga saat ini, yang kalah dalam judi penjagaan atau menjualnya demi kantong anggur," imbuh Amoli.
Penjagaan dua masjid suci di Makkah dan Madinah memberikan legitimasi politik dan pengaruh regional besar bagi Kerajaan Saudi. Tapi dalam sejarah Islam, lokasi ibadah haji di abad modern dikelola oleh Kerajaan Saudi. Sebab selama beberapa abad, Kekaisaran Ottoman yang menguasai Makkah. Pada Kamis (24/9), Walikota Ankara menyerukan agar tanggung jawab Makkah dikembalikan kepada otoritas Turki.

Insinyur Saudi: Crane Jatuh di Masjidil Haram karena Kehendak Tuhan Proyek raksasa pengembangan Makkah dan Madinah yang dilakukan Saudi juga memicu kemarahan beberapa pihak dalam dunia muslim. Beberapa proyek yang melibatkan penghancuran makam dan situs kuno dianggap 'menguras' keragaman budaya dan sejarah dan sisi religius Makkah.

Baru-baru ini, ulama ternama Mesir, Sheikh Salman Mohammad menyarankan agar pengelolaan situs-situs suci tersebut ditangani secara kolektif oleh beberapa negara muslim. "Banyak kesalahan yang dilakukan saat penyelenggaraan haji dalam beberapa dekade. Insiden ini bukan kasus pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir," ucapnya.(dtc/rio)