Jokowi Harus Pimpin Langsung

SBY: 70 Persen Karhutla Akibat Dibakar

SBY: 70 Persen Karhutla Akibat Dibakar
JAKARTA (HR)-Perihal adanya dugaan kesengajaan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Riau dan daerah lain saat ini, tak dipungkiri Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.
 
 Menurutnya, 70 persen dari total kasus karhutla yang terjadi di Tanah Air, adalah akibat sengaja dibakar. 
 
Sedangkan sisanya sebanyak 30 persen, karena memang akibat suhu yang terlalu panas. Kondisi itu membuat hutan gambut terbakar dengan sendirinya. 
 
“Saya analisis, saya kaji, saya ikuti terus sambil menyelesaikan masalah. Komponen itu mungkin sekitar 30 persen. 70 persennya dibakar. Jangan ada dusta di antara kita,” ujar SBY saat memberikan ceramah umum kepada para peserta dan alumni Lemhannas pada acara Presidential Lecture di Jakarta, Selasa (8/9).
 
Menurut SBY, yang sengaja membakar adalah sebagian perusahaan dengan menyuruh orang lain untuk membakar hutan. Selain itu, ada rakyat juga yang main bakar.
 
 Namun yang terkena getahnya, adalah ratusan ribu masyarakat yang sama sekali tidak berdosa. 
 
Sedangkan dampak akibat kabut asap, sangatlah fatal. Banyak masyarakat 
SBY
yang mengeluh karena tidak bisa bernapas dengan baik, tidak bisa bersekolah dan melakukan segala macam aktivitas.
 
 Menurutnya, perlu ada upaya untuk mengubah budaya membakar seenaknya. Dalam hal ini, peran kepala desa, Babinsa dan Babinkamtibmas sangat penting. 
 
“Jangan dibiarkan, cepat tegur, tangkap. Dulu banyak yang  ditangkap Kepolisian, bagus, lawan. Provokator  tangkap, penyandang dana tangkap, penegakan hukum harus jelas. Jangan menyalahkan yang lain-lain, padahal mereka yang mudah membakar dibiarkan,”  katanya.
 
Kombinasi
Sementara itu, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya mengatakan, pihak yang menjadi penyebab kebakaran itu merupakan 'kombinasi'. "Kombinasilah.
 
 Harus dilihat kasusnya. Sebab rata-rata kan sama-sama oportunis baik perusahaan maupun rakyatnya," ujarnya. 
 
Dikatakan, Karhutla kerap muncul saat musim penanaman kembali, khususnya setelah musim hujan. "Karena ini kan giliran replanting habis musim hujan.
 
 Tanam jadi pengen gampang. Kalau dibersihkan secara normal, bisa lima juta per hektare.  Jika dibakar paling 700 ribu per hektare," kata Siti.
 
Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menilai, Karhutla yang terjadi di Riau dan Kalimatan, sudah masuk dalam kategori nasional.
 
 Karena itu, penanganannya harus diambil alih pusat dan dipimpin langsung Presiden Jokowi.
"Ini bencana nasional dan presiden harus mengomandoi. Kalau Pak SBY dulu bikin apel siaga di Jakarta," ujarnya. 
 
Meski harus dipimpin pusat, namun Herman juga menekankan, peemrintah daerah juga tak boleh lepas tangan. "Teknis akan sulit kalau semua ditangani pusat," kata Herman.
 
"Perlu penanganan yang segera dan terkoordinasi antar lintas sektoral, pusat dan daerah, serta melibatkan seluruh stakeholder yang terkait, meski mungkin saja upaya pemadaman sudah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," tambahnya. 
 
Bila masalah Karhutla diambil pusat, maka penanganan dapat dilakukan secara massif. Pemerintah juga harus mengumumkan kabut asap tersebut sebagai bencana nasional untuk menggerakkan semua pihak terkait. (ww, rol, dtc, kom, ral, sis)