TW II

Pertumbuhan Bank di Riau Lambat

Pertumbuhan Bank di Riau Lambat

PEKANBARU (HR)-Pertumbuhan perbankan di Provinsi Riau juga mengalami perlambatan pasca US Dolar menguat terhadap 10 mata uang dunia, termasuk Indonesia. Selain itu, juga dipicuna pertumbuhan di berbagai sektor baik aset, dana dan kredit perbankan juga dirasakan melambat.

Demikian diungkapkan Kepala BI Riau Ismet Inono, Kamis (3/9). Dikatakannya, kondisi perbankan Riau secara keseluruhan relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini dialami Sumatera dan Kalimantan dan beberapa propinsi yang berbasis SDA migas tumbuh negatif.

"Untuk kualitas kredit memang tidak sebaik triwulan sebelumnya, dimana NPL mengalami peningkatan dan hampir menyentuh batas atas kewajaran yang ditetapkan BI," ujar Ismet.

Namun begitu, jelasnya, intermediasi perbankan masih berada dalam kondisi stabil. Ini dapat di lihat dari angka Loan to defisit ratio (LDR) serta transaksi tunai pada TW 2 mengalami net outflow sebesar Rp2,58 triliun. Berbeda dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp111 miliar.

Perlambatan juga terjadi pada nilai transaksi nilai kliring, menurun dan tahun sebelumnya. Dari Rp7,88 triliun menjadi Rp5,39 triliun atau 24,74 persen. Sementara volume kliring menurun dari 254 lembar menjadi 165 lembar.

Sementara itu, hingga Agustus 2015, BI mendapati uang rupiah tidak asli sebanyak 202 lembar yang terdiri dari 88 lembar pecahan Rp100 ribu, 110 lembar pe cahan Rp50 ribu, 2 lembar pecahan Rp20 ribu dan 1 lembar pecahan Rp10 ribu dan 1 lembar pecahan Rp5 ribu.

Untuk pertumbuhan ekonomi masih dipicu karena melemahnya pertumbuhan investasi dan konsumsi pemerintah. Dimana hingga TW 2, realisasi APBD Riau baru 13,21 persen. Dengan realisasi belanja Pemprov Riau mencapai 26,56 persen. Ini tentu berdampak pada kehidupan masyarakat, yang juga diperkirakan menurun.

Karena inflasi Riau naik menjadi 7,87 persen dari triwulan sebelumnya 5,44 persen. Kenaikkan ini berasal dari peningkatan kelompok pengeluaran bahan makanan dan kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi. Serta daya beli petani juga mengalami pe-nurunan.

Kondisi ini, lanjut Ismet, diperkirakan akan membaik pada triwulan III dan IV. Yang didukung dari sumber pertumbuhan dari per-baikan kinerja sektor utama, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pertanian, peternakan dan kehutanan.***