Kemenhub Temukan 13 Maskapai dengan Ekuitas Negatif

Kemenhub Temukan 13 Maskapai dengan Ekuitas Negatif

Jakarta (HR)- Kementerian Perhubungan menemukan 13 maskapai penerbangan dengan ekuitas negatif atau modal negatif berdasarkan laporan keuangan yang telah wajib diserahkan kepada Kemenhub 30 April 2015 dan diperpanjang hingga 30 Juni 2015.

"Kelanjutan keharusan maskapai untuk menyampaikan laporan keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dengan batas akhir 30 Mei dan diperpanjang 30 Juni dengan catatan akuntan publik, kami menemukan 13 maskapai dengan ekuitas negatif atau modal negatif, artinya perusahaan ini tidak sehat," kata Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Keterbukaan Informasi Publik Hadi Mustofa Djuraid kepada Antara di Jakarta, Rabu (1/7).

Hadi menyebutkan dari 13 maskapai, di antaranya lima maskapai niaga berjadwal, tiga maskapai yang melayani kargo dan lima maskapai yang melayani carter.

Maskapai-maskapai dengan ekuitas negatif tersebut, di antaranya Indonesia AirAsia, Batik Air, Cardig Air, Transwisata Prima Aviation, Eastindo Services, Survai Udara Penas, Air Pasifik Utama dan Johnlin Air Transport.
Selain itu, Asialink Cargo Airline, Ersa Eastern Aviation, Tri MG Intra Airlines, Nusantara Buana Air dan Manunggal Air Services.

Hadi mengatakan, Kemenhub masih memberikan kesempatan selama 30 hari agar 13 maskapai tersebut untuk menambah modal agar kondisi keuangannya kembali positif.

Apabila tidak bisa dipenuhi, lanjut dia, maka Kemenhub akan memberikan sanksi berupa, misalnya, pencabutan sejumlah rute dan selanjutnya tidak tertutup kemungkinan pencabutan izin usaha angkutan udara.

Menurut dia, modal yang tidak disetor saja sudah negatif, ada yang hanya minus Rp1 miliar, namun ada juga yang mencapai minus triliunan rupiah.

"Dengan modal yang negatif ini, memperlihatkan bahwa perusahaan maskapai tersebut tidak sehat, dikhawatirkan akan memengaruhi operasional perusahaan dan mengancam terjaminnya keselamatan penumpang," katanya.
Hadi mengatakan upaya untuk menambah modal tersebut diserahkan kepada maskapai apakah melakukan penggabungan usaha atau "merger" atau tidak.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mewajibkan setiap maskapai menyerahkan laporan keuangan tahunan paling lambat akhir April tahun berikutnya sesuai Peraturan Menteri No. 18 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan oleh Badan Usaha Angkutan Udara Niaga.

Laporan keuangan periode satu tahun yang diserahkan harus sudah diaudit oleh kantor akuntan publik.
Laporan keuangan harus memuat sekurang-kurangnya laporan posisi keuangan akhir periode, laporan laba rugi komprehensif selama periode, perubahan ekuitas selama periode dan catatan atas laporan keuangan.

Laporan keuangan harus dibuat mengacu pada format standar akuntansi keuangan dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Mata uang dalam laporan keuangan adalah mata uang dengan pernyataan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan dibuat dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

Maskapai yang tidak mematuhi aturan tersebut, akan mendapat sanksi administratif berupa pengumuman kepada publik melalui situs Kementerian Perhubungan, denda administratif, pemberitahuan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau pembekuan dan/atau pencabutan izin usaha angkutan udara. (ant/ivi)