80 Alat Pendeteksi Tsunami tak Bisa Dipakai

80 Alat Pendeteksi  Tsunami tak Bisa Dipakai

PADANG (HR)-Sedikitnya, 80 unit alat pendeteksi tsunami yang dihibahkan Pemerintah Cina beberapa waktu lalu, tak bisa dimanfaatkan. Hal ini terjadi, karena Pemprov Sumatera Barat tak mampu menyiapkan anggaran pemasangan alat penting itu yang nilainya mencapai Rp45 miliar.

Kondisi itu pula yang membuat alat-alat itu tak kunjung bisa didatangkan dari Negeri Tirai Bambu.

Hal ini terungkap dalam Workshop Peningkatan Kapasitas Aparatur dan Kelembagaan Dalam Pengurangan Resiko Bencana di Sumbar, di Hotel Pangeran’s Beach, Rabu kemarin.

Kondisi ini disayangkan beberapa akademisi yang hadir dalam kegiatan itu. Menurut akademisi UNP, Ruswandi, Sumbar adalah  wilayah rawan bencana. Karenanya penggunaan teknologi, hasil riset, kemampuan SDM, serta ketercukupan sarana prasarana sangat dibutuhkan guna pencegahan dan penanganan bencana di Sumbar.  


Agar semua berjalan baik dukungan anggaran juga diperlukan untuk menangani bencana.  “Salah satu efek buruk dari minimnya anggaran, ya, bisa dilihat dari persoalan itu. Sudah dibantu dengan cuma-cuma, tapi tak bisa digunakan, karena biaya yang kurang,” jelasnya.

Dikatakannya, saat anggaran pemasangan alat tadi bisa tersedia, manfaat besar bisa dirasakan Sumbar. Terutama untuk pencegahan atau penanganan bencana pada wilayah yang masuk di zona merah. Keberadaan alat bisa mendeteksi dini bencana, serta efek buruk saat bencana itu terjadi bisa diminimalisir.

Sementara itu, Indra, dari Pusat Studi Bencana Universitas Bung Hatta juga menyebut, selain anggaran penanganan saat terjadi bencana, riset  kebencanaan juga mesti  mendapat perhatian serius.  Namun, pihaknya menyayangkan karena sikap pemerintah terhadap riset tersebut belum tampak. Sebagai contoh dari keseluruhan agenda riset yang diprioritaskan pada RPJMN 2015-2019,  tak satupun yang menganggarkan untuk riset kebencanaan.

“Masalah kebencanaan bukan hanya mengancam Sumbar, namun hampir rata-rata seluruh daerah Indonesia.  Tapi sayangnya persoalan riset kebencanaan belum masuk ke dalam yang diprioritaskan pemerintah. Untuk ini, jika pusat memang  tak bisa menganggarkan, kita berharap ada perhatian dari pemerintah daerah dan bisa dianggarkan melalui APBD,” ujarnya.

Menanggapi ini, Asisten II Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Kesra Setdaprov Sumbar,  Syafruddin mengatakan, masalah bencana adalah persoalan serius yang mendapat perhatian dari pemerintah provinsi. Kendati demikian, ia mengakui kalau anggaran untuk penanganannya memang masih tergolong minim.  Menurutnya, setiap tahun Pemprov kesulitan mendapatkan anggaran penanganan bencana sesuai harapan dikarenakan saat pengajuan persetujuan APBD ke pusat, di tingkat Kemendagri akan diminta agar permintaan belanja modal, pendidikan, kesehatan dan beberapa poin penting lain menjadi hal yang diprioritaskan.

“Sementara APBD masuk pada golongan yang minim dan terbatas dibanding daerah lain. Ujung-ujungnya anggaran untuk penanganan bencana yang diusulkan memang sulit untuk bisa didapat sesuai harapan. Di sisi lain, sesuai UU yang ada, daerah wajib melakukan penanggulangan terhadap masalah bencana,” ungkapnya.

Di lain pihak Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar, Hendra Irwan Rahim   mengatakan, APBD Sumbar memang minim dan terbatas. Namun melihat  topografi  Sumbar yang bergunung-gunung dan rawan bencana  ia memandang anggaran kebencanaan wajib untuk diprioritaskan.

“Mewujudkan hal itu, kami minta pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota agar membuat blue print atau rencana pembangunan yang jelas guna penanganan bencana,” katanya.

Tak hanya itu, Hendra juga menilai kalau saat ini masih banyak yang kurang dalam pembangunan penanggulangan resiko bencana di Sumbar. Salah satunya, jumlah shelter yang masih jauh dari kebutuhan. Itu dibuktikan dengan shelter tempat evakuasi bagi masyarakat  yang bermukim di sepanjang pantai  yang masih sangat kurang.

“Kita berharap shelter bisa diperbanyak, kami (DPRD Sumbar,red) siap mendorong percepatan pembangunannya, terutama di pantai barat yang padat penduduk. Dananya bisa dari APBD provinsi maupun meminta bantuan dana dari APBN,” pungkas Hendra. (h/mg-len)