Ini Penjelasam Pengamat Ekonomi soal Sepinya Penumpang di Terminal BRPS Pekanbaru

Ini Penjelasam Pengamat Ekonomi soal Sepinya Penumpang di Terminal BRPS Pekanbaru

Riaumandiri.co Terminal Bandar Raya Payung Sekaki (BRPS) Pekanbaru jelang libur Natal dan Tahun Baru sepi dari penumpang merupakan contoh nyata bagaimana faktor non-ekonomi (bencana alam) bisa langsung menciptakan disrupsi parah pada siklus ekonomi musiman.


"Biasanya, mobilitas tinggi saat Nataru itu adalah "pemantik" utama perputaran ekonomi regional. Kenapa? Karena pergerakan orang dari Riau ke Sumbar/Sumut (dan sebaliknya) itu membawa serta uang belanja, uang oleh-oleh, dan uang jasa angkutan," ujar Ekonom Senior UNRI, Dahlan Tampubolon, Minggu (14/12).



"Pergerakan manusia dalam provinsi masih stabil, gak nampak efek hidrometerologi. Karena transportasinya pakai supervan atau travel yg gak masuk ke AKAP. Yang paling nampak, jalur ke Sumut. Kita tau semua transport ke sumut masuk ke AKAP. Apalagi libur Nataru kan pergerakan masyarakat Sumut yang besar, hampir seperti wajib pulang kampung," imbuhnya.


Dikatakannya, sepinya terminal berarti puluhan ribu transaksi di sektor transportasi (bus AKAP/AKDP), kuliner sekitar terminal, dan jasa-jasa kecil lainnya hilang mendadak.


"Ini menciptakan efek domino negatif (negatif multiplier effect): pemasukan PO Bus anjlok, cash flow pengusaha ritel di rute perjalanan berkurang, dan daerah tujuan kehilangan potensi spending wisatawan. Kalau ini terjadi, harapan kita agar libur akhir tahun jadi pemicu inflasi (karena permintaan naik) malah jadi pelambat ekonomi (karena aktivitas terhenti)," katanya.


Bencana hidrometeorologi di Sumut dan Sumbar itu, efeknya langsung merusak tiga sektor utama: Pengangkutan, Perdagangan, dan Pariwisata.


Pada pengangkutan adanya jalur darat terputus, sehingga biaya operasional (BBM dan maintenance) naik drastis lantaran harus mencari jalur alternatif yang jauh dan rusak, dan jadwal keberangkatan tidak pasti. PO Bus di Riau langsung membatalkan atau mengurangi rute, menyebabkan kerugian besar.


Selanjutnya, dari sisi pariwisata, destinasi wisata di Sumbar (misalnya Danau Singkarak atau Jam Gadang di Bukittinggi) dan Sumut (seperti Danau Toba atau Berastagi) yang terkena dampak langsung bakal ditinggalkan wisatawan Riau. Bahkan yang tidak terdampak langsung pun ikut sepi karena risiko perjalanan dan ketidakpastian akses. Pembatalan ini merugikan hotel, restoran, dan guide wisata di kedua provinsi tujuan.


Sedangkan pada sektor perdagangan, dampaknya ke Riau ialah pasokan bahan pokok dari Sumbar (cabai, bawang, sayur) terganggu, memicu kenaikan harga.


Selain itu, penjualan ritel di Riau juga tertekan karena masyarakat menunda belanja besar untuk liburan/mudik, alih-alih memilih menyimpan uang karena ketidakpastian. Singkatnya, semua jadi lesu darah.


Untuk memastikan momentum Nataru tetap bisa menggerakkan ekonomi Riau meski mobilitas turun, Pemerintah dan Pelaku Usaha harus putar otak dan gesit kali.


"Pemerintah (Pemprov Riau): Harus menjalankan strategi "Wisata Lokal/Domestik". Promosi besar-besaran destinasi wisata internal Riau yang aman dan mudah diakses (misalnya Bono di Pelalawan, pulau-pulau di Kepulauan Meranti, atau wisata kuliner Pekanbaru). Pemprov harus memastikan keamanan dan kenyamanan destinasi lokal, dan memberikan insentif pajak atau diskon bagi hotel dan tempat makan yang menawarkan paket Nataru menarik," ujarnya.


Pelaku Usaha (Transportasi & Pariwisata): Sektor transportasi harus cepat mengalihkan fokus dari rute antar-provinsi ke rute dalam provinsi (AKDP) atau wisata outbound lokal (misalnya  paket city tour Pekanbaru-Siak). Sektor pariwisata harus menawarkan paket staycation yang kuat dan menarik di hotel-hotel Pekanbaru dan kota-kota besar Riau. Selain itu, dorong program belanja lokal dengan e-commerce regional untuk menggantikan uang belanja yang gagal dibawa ke luar.


Selain fokus pada wisata domestik, ada dua langkah kunci lagi, infrastruktur dan komunikasi. Pemerintah harus cepat kali berkoordinasi dengan Pemprov Sumut dan Sumbar untuk memastikan pemulihan jalur utama logistik/transportasi. Kalau ada jalur alternatif yang lebih aman, segera diumumkan dan diprioritaskan perbaikannya. Ini bukan cuma soal memperbaiki, tapi memberikan kepastian waktu kepada masyarakat dan PO Bus.


Sementara itu, pelaku usaha harus menggunakan media sosial dan jalur komunikasi lain untuk memberikan informasi real-time dan transparan tentang kondisi perjalanan. Jangan buat masyarakat tambah bingung. Kalau ada promo khusus untuk staycation atau wisata aman di Riau, gebyarkanlah promosi itu agar masyarakat Riau tidak jadi ragu menghabiskan uang liburannya, tapi mengalokasikannya di dalam provinsi sendiri. Ini namanya mengubah ancaman menjadi peluang untuk menguatkan ekonomi Riau.



Berita Lainnya