Eks sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi beli 528 hektare lahan sawit pakai uang hasil korupsi
Riaumandiri.co - Eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi kini berada di bangku terdakwa setelah Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuduhnya melakukan pencucian uang senilai Rp 308 miliar. Kasus ini menyoroti serangkaian transaksi pembelian lahan perkebunan sawit seluas ratusan hektare yang diduga berasal dari uang hasil suap dan gratifikasi.
Jaksa menegaskan bahwa dana suap dan gratifikasi sebesar Rp 139 miliar digunakan Nurhadi untuk membeli tanah dan bangunan, termasuk lahan sawit yang tersebar di beberapa wilayah Sumatera Utara.
“Bahwa terdakwa melalui Rezky Herbiyono dan Hilman Lubis membelanjakan dan membayarkan pembelian tanah dan bangunan dengan nilai transaksi pembayaran seluruhnya sejumlah Rp 138.539.925.977,00,” ucap Rony Yusuf.
Pada Juli 2015, Nurhadi membeli lahan sawit seluas 1.435.175 m² (sekitar 144 hektar) di Desa Pancaukan, Kecamatan Barumun, Kabupaten Tapanuli Selatan, dengan harga Rp 15?miliar. Pembayaran tersebut disamarkan melalui serangkaian transfer yang melibatkan nama menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Selanjutnya, pada periode Oktober sampai Desember 2015, ia kembali memperoleh lahan sawit seluas 124?hektar di Desa Mondang, Kecamatan Sosa, dengan nilai Rp 9 miliar. Pada Januari 2016, tiga wilayah—Desa Padang Garugur Jae, Desa Paran Julu, dan Desa Hadungdung Pintu Padang—menjadi sasaran pembelian lahan seluas 164 hektar senilai Rp 12 miliar, dan pada April 2016 ia menambah kepemilikan 96 hektar di Desa Batang Bulu Lama dengan harga Rp 10 miliar.
Jika dijumlahkan, total lahan sawit yang dibeli mencapai 528?hektar dengan nilai keseluruhan Rp 45 miliar. Kepemilikan tanah tersebut kemudian dibaliknamakan kepada kerabat Nurhadi, termasuk putrinya Rizqi Aulia Rahmi, menantunya Rezky Herbiyono, Heri Purwanto, serta anaknya Yoga Dwi Hartiar.
Selain lahan perkebunan, uang hasil suap dan gratifikasi juga dialokasikan untuk pembelian properti lainnya. Contohnya, tiga unit apartemen di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, dibeli pada tahun 2012 dengan total nilai Rp 12 miliar.
Kasus ini kini sedang diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan harapan proses peradilan dapat mengungkap seluruh jaringan penyalahgunaan dana publik dan menegakkan pertanggungjawaban hukum bagi pihak pihak yang terlibat.(MG/FRA)