HUTAN MANGROVE DIKAPLING

Dewan Pertanyakan Status Hukumnya

Dewan Pertanyakan Status Hukumnya
SELATPANJANG (HR)- Hutan Mangrove di sekitar lokasi jembatan Selat Rengit, beberapa waktu belakangan ini ternyata telah mulai digarap oleh masyarakat sekitar. Bahkan sebagian sudah terbit SKT yang dikeluarkan kepala desa setempat.
 
Selain telah memiliki SKT, lahan negara itu ternyata juga telah dikapling dengan patok bertuliskan BPN, walaupun pihak BPN sendiri tidak pernah memberikan rekomendasi atau sertifikat sebagaimana lazimnya.
 
“Inilah yang kita pertanyakan kepada pihak Badan Pertanahan Nasional selaku mitra kerja Komisi A dan juga pihak Kehutanan selaku mitra kerja dari Komisi B. Sebab banyak laporan yang kita terima dari masyarakat yang mangkui kalau lahan di Selat Rengit itu sudah diperjualbelikan," kata Emiratna akrab disapa Nanak itu.
 
Pada hal setelah kita  tanyakan kepada instansi teknis terkait ternyata yang dibebaskan pemerintah pusat dalam kawasan hutan mangrove tersebut hanyalah lokasi pembangunan jembatan itu saja.
 
Di luar itu dilarang untuk diusahai. Sehingga hal ini akan masih kita tindaklanjuti lagi, terkait informasi yang mengatakan bahwa pemerintah desa juga telah menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT).
 
“Ini akan kita pertanyakan kembali kepada pihak pemerintah desa dan kecamatan kenapa bisa terbit SKT di kawasan hutan lindung,”katanya.
 
Pada kesempatan itu, Makmun Murod, selaku Kadis Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti menjelaskan, kronologis status kawasan hutan Mangrove Selat Rengit sebelumnya merupakan wilayah hutan konversi.
Lalu berdasarkan usulan dari Pemkab Meranti dan pemerintah Provinsi Riau, status hutan tersebut dinaikkan dari HPK menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan 29 September 2014.
 
Selanjutnya, wilayah HPT tidak boleh dikuasasi oleh perorangan, kecuali untuk kepentingan umum,”jelas Murod.
Ditegaskannya, pihaknya akan membuat kembali papan pengumuman di sepanjang kawasan hutan mangrove di Selat Rengit itu, sehingga jika masih ada yang menggarap akan dijatuhi sanksi hukum sesuai ketentuan hukum.
 
Selanjutnya, Suwandi dari pihak BPN menjelaskan, apabila ada lahan yang dikuasai masyarakat, maka harus ada keputusan bersama. Yang mana jelas identivikasi fisik, yang tidak terdapat hutan bakau lagi di kawasan tersebut.
"Mengenai patok BPN dan Surat-surat, bahwa perlu diadakan rapat lengkap, karena selama ini banyak oknum-oknum menjual patok BPN secara bebas. Karena patok tidak bisa dijadikan acuan, harus klarifikasi dengan kepala desa,”ujar Suwandi.
 
Rapat kerja tersebut juga dihadiri anggota Komisi A dan B, terdiri dari Darsini, Zubiarsyah, Marhisyam, Azni Syafri, H. Nursalim, Edi Masyhudi, Asmawi.(jos)