Gara-gara Malu Diejek Teman

Suyanto Terpaksa tak Ikut UN

Suyanto Terpaksa tak Ikut UN

Alangkah bahagianya teman-teman Suyanto yang saat ini masih duduk di bangku sekolah kelas 6. Pasalnya mereka saat ini sedang mengikuti Ujian Nasional dan sebentar lagi akan meyelesaikan sekolahnya.


Namun tidak demikian dengan Suyanto. Ia putus sekolah gara-gara faktor ekonomi dan malu kepada teman-temannya karena paling besar di kelasnya.
Muhamad Winto, Kepala Sekolah SD Negeri 1 Buatan Lestari, Senin (18/5) sangat menyayangkan salah satu anak murid putus sekolah gara-gara malu kepada teman-temannya dan membantu orang tuanya mencari tambahan pendapatan keluarga.
"Saat ini di sekolah kita sedang melaksanakan Ujian Akhir Sekolah Standar Nasional. Persiapan kita dalam mengahadapi UN ini sudah 100 persen, dan sebelum ujian pun kita adakan bimbel dari semester 2. Kita optimis 100 persen siswa kita lulus. Jumlah siswa kita keseluruhan untuk kelas 6 yang mengikuti UN berdasarkan data dari propinsi itu 65 anak, dan yang hadir 64 anak. Satu anak keluar dengan alasan malu badannya besar dan lain-lain," jelas Winto.
Melihat siswanya keluar, pihak sekolah sudah berusaha membujuk dan mendatangi pihak orang tuanya. Namun apa boleh buat anak tersebut masih saja tidak mau sekolah.
"Kita sudah menghubungi pihak keluarganya, namun anak tersebut masih saja tidak mau sekolah. Mungkin juga anak tersebut malu, karena adiknya juga kelas 6 dan jalan satu-satunya agar anak tersebut mau sekolah dirinya harus ikut Kejar Paket A. Di sini juga ada sekolah kejar Paket A untuk anak-anak yang putus sekolah," ungkapnya.
Sementara itu Suyanto (14), anak dari Purwanto warga dari RT 03, RW 06 Kampung Buatan Lestari, Kecamatan Bungaraya  ketika didatangi di rumahnya sedang bersama-sama adiknya melihat televisi. Ketika ditanya mengenai dirinya tidak sekolah, ia menjawab dengan santai dan seperti ada yang disembunyikan didalam benaknya.

"Saya malu kepada teman-teman karena di kelas saya yang paling besar sendiri Om. Kalau masalah di sekolah dan teman-teman  dengan saya tidak ada, saya hanya ingin berhenti saja dan bisa bantu orang tua," ungkapnya singkat.

Selang beberapa menit kemudian, datanglah Purwanto (36), orang tua Suyanto. Ia mengatakan anaknya sudah tidak mau sekolah lagi karena malu kepada teman-temanya.

"Anak kami tak mau sekolah karena malu pada teman-temanya karena dia paling besar di kelasnya. Yanto di sekolahan paling besar. Dulu ketika dia sekolah, kami ajak merantau dan pindah-pindah cari uang karena keluarga kami orang susah.

Kami pindah sudah 3 kali, dari Pakning, Dumai, dan di Siak ini.

Jadi Yanto paling besar di kelasnya bukan karena tidak naik kelas, tapi karena pindah-pindah tempat dan ketika sekolah disuruh mengulang di kelasnya," jelasnya.

Lanjut Purwanto, dirinya tinggal di Kampung Buatan Lestari sudah 3 tahun, dan sudah memiliki KTP dan KK Kampung Buatan Lestari. Namun sampai saat ini keluarganya belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari Pemerintah Kabupaten Siak  kecuali raskin. Setiap 3 bulan, keluarga ini mendapatkan 5 kg beras.

"Kami keluarga miskin Mas. Kerja kami. hanyalah sebagai tukang buruh. Kalau ada yang menyuruh kerja Alhamdulilah bisa buat belanja keluarga, namun kalau tidak ada yang nyuruh ya terpaksa menganggur. Untuk mengatasi agar kami tidak menganggur kami menumpang menanam sayuran-sayuran, kacang, cabai dan lain-lain di sawah masyarakat yang kosong yang luasnya hanya beberapa meter saja," ujarnya.

"Bakat saya menyingso (mengolah)  kayu, namun mau kerja kayu resikonya sangat besar, padahal kalau dihitung pas-pasan buat makan. Itulah sebabnya ekonomi saya saat agak susah. Mungkin anak  saya ini kasihan kepada bapaknya yang kerja tak ada teman, dan memutuskan untuk berhenti sekolah membantu orang tua dan menjaga adik-adiknya. dia anak pertama dari 4 bersaudara. Harapan kami kepada Pemda Siak agar  diberikan bantuan dan diberikan solusi kepada anak kami agar tetap sekolah, karena anak-anak kami masa depan buat keluarga ini," pungkasnya.***