Sengketa Lahan di Jeneponto, Daeng Minta DPR dan DPD RI Kawal Proses PK di MA

Sengketa Lahan di Jeneponto, Daeng Minta DPR dan DPD RI Kawal Proses PK di MA

RIAUMANDIRI.CO - Daeng Aziz dan kawan-kawan meminta DPR RI, DPD RI dan aparat penegak hukum mengawal dengan ketat proses PK sengketa lahan 140 hektare di Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Sengketa lahan tersebut antara sejumlah kelompok masyarat dengan PT. Bosowa Grup. Dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Jeneponto dimenangkan oleh Daeng dkk. Begitu juga di Pengadilan Tinggi (PT) Sulsel juga dimenangkan Daeng dkk.

Kemudian di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), perkara tersebut dimenangkan Bosowa Grup. Daeng dkk menduga putusan kasasi itu sudah melanggar putusan di tingkat PN dan PT.

"Kami sudah melaporkan hakim kasasi tersebut ke Komisi Yudisial (KY) agar diberikan sanksi," jelas Daeng Aziz di Jakarta, Rabu (21/6/2023).

Selain melaporkan hakim kasasi itu ke KY, Daeng dkk juga melakukan proses hukum berupa Peninjauan Kembali atau PK. Mereka tidak ingin ada permainan hakim dalam menangani PK seperti saat kasasi "Karena itu kami meminta DPD RI dan DPR RI mengawal proses PK ini," harap Daeng.

Diceritakannya, pasca tiga kali mengirimkan surat ke KY,  sayangnya sambung Daeng Aziz, KY hingga kini tidak memberikan respon atas laporan ahli waris lainnya yang didampingi kuasa hukumnya, Eggy Sudjana.

”Kita menyesalkan, sejak laporan Februari 2023 lalu tidak ada tanggapan. Kami pun melaporkan KY ke DPD dan DPR RI untuk mengadukan persoalan hakim-hakim ini,” imbuh Daeng.

Daeng Aziz mengungkapkan, jika dalam proses jual beli lahan pada PT. Bosowa Group yang digunakan oleh PLN itu cacat hukum. Pihak yang pernah menjual, sambung dia dengan mengaku-ngaku pemilik lahan pun sudah menjalani hukuman penjara selama 1,6 tahun karena terbukti bersalah oleh pengadilan negeri.

“Dengan landasan dan histori yang ada pada status kepemilikan tanah itu sudah jelas cacat hukum. Kenapa masih saja dimenangkan dalam proses kasasi. Ini sangat merugikan kami,” tambah Daeng Aziz.

Ahli waris lainya, pemilik 25 hektar lahan, Hajah R Lantih mengeluhkan dana yang sudah dihabiskan selama proses hukum berjalan. Untuk mengurus hak lahan yang dimilikinya sudah menghabiskan biaya sekitar Rp300 juta untuk biaya bolak-balik Jakarta-Sulsel beberapa tahun terakhir.

"Kita sudah lama mengurus ini sejak 2011. Bolak-balik Sulsel-Jakarta selama beberapa tahun ini mencapai Rp300 juta. Kita sempat diajak rapat oleh BPN dan PT. Bosowa Group membicarakan perihal pembayaran. Karena BPN sudah mengatakan lahan tersebut milik saya. Tapi hingga saat ini 2023 belum juga dibayarkan,” katanya.

Pemilik lahan 10 hektare lainya, Daeng Tingri berharap pengembalian hak lahan tersebut pada pemiliknya.

”Kami minta agar segara dibayarkan hak kami. Karena sudah jelas bukti-bukti yang kami miliki, dan sudah dimenangkan di pengadilan negeri,” katanya. (*)