Soal Izin Ekspor Tembaga, Politisi PKS Sebut Pemerintah Diskriminatif

Soal Izin Ekspor Tembaga, Politisi PKS Sebut Pemerintah Diskriminatif

RIAUMANDIRI.CO - Pemerintah tetap mengizinkan ekspor konsentrat tembaga PT Freefort setelah 10 Juni 2023 meski bertentangan dengan Pasal 170A UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.

Sementara untuk komoditas bauksit, sebelumnya juga untuk nikel, pelarangan ekspor mineral mentah tetap berlaku sesuai UU Minerba di atas.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS  Mulyanto menilai kebijakan pemerintah itu diskriminatif dan pilih kasih yang membingungkan. UU yang sama diimplementasikan secara berbeda-beda tergantung kondisi dan komoditasnya.

"Kalau wilayah implementasi tersebut murni wilayah eksekutif dengan regulasi yang murni dibuat pemerintah, kita mungkin dapat memaklumi. Meski pemerintah lebih dulu harus merevisi regulasi sebelumnya. Namun, kali ini yang dilanggar adalah UU, yang tegas mengamanatkan pelarangan ekspor mineral mentah tiga tahun sejak diundangkan, yang jatuh pada 10 Juni 2023," ujar Mulyanto kepada media ini, Kamis (4/5/2023).

Mulyanto menegaskan UU hanya dapat diubah dengan UU lagi. Kalau Pemerintah mau mengubah isi UU Minerba harus membentuk UU baru. Bukan dengan Peraturan Menteri (Permen) untuk tujuan tersebut.

Menurutnya Pemerintah harus mengikuti aturan hukum yang ada. Tidak membuat kebijakan yang dapat merusak hirarki hukum yang selama ini berlaku.

"Pemerintah seharusnya menjaga ketertiban hukum bernegara, jangan membuat preseden buruk. Tindakan ini dapat memprovokasi masyarakat untuk juga melanggar UU," tegas Mulyanto.

Mulyanto menegaskan PKS menolak tegas rencana Pemerintah memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI). Mengingat hingga saat ini PTFI belum mampu menyelesaikan kewajibannya membangun smelter pemurnian tembaga sebagai bagian program hilirisasi tambang.

Padahal Pemerintah sudah delapan kali memberikan kelonggaran waktu bagi PTFI menyelesaikan kewajibannya. Tapi hingga kini PTFI masih belum dapat menunaikan kewajibannya.

"Masa Pemerintah harus kalah terus dengan kemauan Freeport. Dimana harga diri bangsa kalau Pemerintah terlalu mudah dikontrol oleh perusahaan asing," tegas Mulyanto. (*)