Tiga Proyek Pengaman Pantai di Bengkalis Diduga Tak Sesuai Kontrak

Tiga Proyek Pengaman Pantai di Bengkalis Diduga Tak Sesuai Kontrak

RIAUMANDIRI.CO - Tiga proyek pengaman pantai pulau terluar Provinsi Riau di Kabupaten Bengkalis disinyalir tidak sesuai kontrak. Salah satunya, terkait penggunaan batu sebagai penahan abrasi air laut.

Tiga proyek itu adalah Pembangunan Pengaman Pantai Pulau Terluar Provinsi Riau di Desa Pambang Pesisir Kecamatan Bantan. Proyek itu dikerjakan PT Paku Bangun Jaya dengan nilai kontrak Rp11.395.925.854.


Lalu, Pembangunan Pengaman Pantai Pulau Terluar Provinsi Riau di Bantan Air Kecamatan Bantan dengan nilai kontrak Rp10.731.411.719. Proyek ini dimenangkan oleh PT Ponjen Mas.

Terakhir, Pembangunan Pengaman Pantai Pulau Terluar Provinsi Riau di Pambang Baru Kecamatan Bintan yang dimenangkan oleh PT Kemuning Yona Pratama dengan nilai kontrak Rp10.606.442.357.

Pelaksanaan seluruh kegiatan senilai Rp32 miliar itu dianggarkan oleh dana SBSN Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Tahun Anggaran (TA) 2021.

Terkait hal ini, telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Adalah Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR) Kabupaten Bengkalis yang membuat laporan ke sana.

Dalam laporannya, Ormas PETIR mengatakan, pihaknya telah mengawasi pelaksanaan proyek sejak awal. Dari sana, mereka meyakini adanya dugaan penyimpangan.

Setelah pekerjaan selesai, mereka melihat ada beberapa kejanggalan yang berpotensi dapat menyebabkan penahan pengaman pantai tidak berumur panjang. 

"Sejak pekerjaan awal kita curiga, tiga proyek pengaman pantai satu ruas semuanya. Tujuannya untuk menahan abrasi laut, kok menggunakan batu kecil. Sangat mudah batu ini akan tergerus ombak," ujar Koordinator Umum PETIR wilayah Kabupaten Bengkalis, Arianto, Selasa (8/11).

"Sementara yang diminta dalam kontrak itu batu kosong ukuran 200-300 kilogram. Presentase keberadaan batu kecil yang dipasang hampir 80 persen, luar biasa penyimpangannya," sambungnya.

Melihat hal itu, kata Arianto, pihaknya meyakini pengerjaan proyek pengaman pantai tersebut berpotensi merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. 

"Kita laporkan ke Kejati karena ada potensi kerugian negara. Kalau kita hitung harga batu kecil yang digunakan untuk proyek pengaman pantai ini di bawah berat 200-300 kilogram per kubik, Rp 1 juta. Tapi kalau mereka memakai batu kosong dengan rata-rata berat 200-300 kilogram per kubik Rp1,3 juta, jadi selisih 300 ribu per kubik di luar untung," beber Arianto.

Dengan dilayangkannya laporan tersebut, Ormas PETIR berharap agar Korps Adhyaksa itu bergerak cepat dengan melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait. Di antaranya, Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta para rekanan. 

"Kita sudah klarifikasi terkait pekerjaan mereka ini, PPK-nya bernama Cahaya Santoso Samosir dan Kasatker-nya Awaludin, namun tidak ada tanggapan," imbuh Arianto.

"Kita berharap Kejaksaan Tinggi Riau untuk memeriksa pekerjaan ini," harapnya memungkasi.

Terpisah, Kasatker yang menaungi tiga kegiatan itu, Awaluddin belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi, dia mengaku dalam keadaan sakit dan tengah menjalani perawatan di rumah sakit.

"(Saya) lagi sakit. Saya lagi diopname di rumah sakit," singkat dia.(Dod)