Hari Ini Rangkaian KAA Dimulai

Jokowi Serukan Tatanan Baru Global

Jokowi Serukan Tatanan Baru Global

JAKARTA (HR)-Hari ini Minggu (19/4), rangkaian peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) akan dimulai. Untuk memastikan kesiapan perhelatan, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla meninjau langsung jalannya semua persiapan, secara terpisah.
Pada kesempatan peninjauannya, Presiden Joko Widodo ingin menyerukan tatanan baru di kancah global dalam forum Konferensi Asia Afrika nanti. Menurut Presiden, banyak persoalan di kawasan Asia-Afrika yang memerlukan perhatian dunia.
"Kita menyuarakan tatanan baru, keseimbangan global, banyak persoalan di Asia-Afrika, di Timur Tengah yang butuh perhatian khusus dari kita semua," kata Presiden, di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (18/4).
Presiden menuturkan, persiapan KAA di Jakarta dan Bandung telah mencapai lebih dari 95 persen. Materi-materi konferensi juga terus dimatangkan dan mulai disampaikan pada Minggu (19/4).
Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla ingin peringatan 60 tahun KAA ini dapat memperlihatkan kultur dan Budaya Indonesia yang harmonis pada seluruh dunia.

Kalla juga menegaskan acara KAA harus mengimplementasikan semangat perdamaian dan kesetaraan. "Harus diterima dengan nuansa peacefull, jangan disambut dengan garang," ujar dia.

Kalla menuturkan, persiapan penyelenggaraan KAA telah berlangsung baik. Persiapan di Bandara Halim, dan arena KAA di JCC dinilai Kalla sudah mencapai 98 persen.

Kalla berpendapat, pelaksanaan KAA nanti tidak akan mengganggu maupun diganggu oleh aktivitas masyarakat Jakarta dan Bandung. Dengan demikian, ia merasa tak perlu ada hari kerja yang diliburkan selama KAA berlangsung. "Sambut baik konferensi ini dan harus jadi pembelajaran untuk generasi muda," ucap Kalla.

Peringatan 60 tahun KAA akan berlangsung pada 19-24 April 2015. Pertemuan pejabat tinggi (SOM) akan dilangsungkan di Jakarta pada 19 April, sementara Pertemuan Tingkat Menteri pada 20 April.

KAA akan berlangsung di Jakarta pada 22-23 April. Rangkaian peringatan 60 tahun KAA akan berakhir pada 24 April di Bandung. Pada hari terakhir itu, para Kepala Negara akan melakukan historical walk dari Hotel Savoy Homman ke Gedung Merdeka. KAA tahun ini diharapkan menghasilkan tiga dokumen, yaitu Bandung Message, Deklarasi Penguatan Kemitraan Strategis Asia dan Afrika (NAASP), serta deklarasi mendukung kemerdekaan Palestina.

Kritisi Kursi

Kalla meninjau lokasi mulai dari Bandara Halim Perdanakusuma sampai ke arena KAA di JCC, Senayan, Jakarta. Ia didampingi oleh Kepala Staf Kepresidenan sekaligus Penanggung Jawab KAA, Luhut Binsar Pandjaitan.

Setelah meninjau persiapan di Bandara Halim, Kalla langsung meluncur ke JCC. Di tempat ini, Kalla memperhatikan betul persiapan teknis, mulai dari susunan meja dan kursi, suvenir, sampai katering yang menyediakan konsumsi.

Kalla sempat bertanya mengapa kursi untuk Kepala Negara Indonesia berwarna putih, sedangkan kursi untuk kepala negara dan delegasi semua peserta KAA berwarna hitam.

Menurut Kalla, semangat konferensi ini adalah untuk persamaan sehingga ia meminta tidak ada fasilitas berbeda yang diberikan untuk semua peserta KAA.

"Kenapa kursinya lain ini Indonesia? Jangan hitam dan putih, ini (Konferensi) Asia Afrika, ada equality," ucap Kalla.

Kalla juga meminta tinggi meja dan kursi semua peserta KAA disamakan. Ia sempat juga meminta dipastikan bahwa suvenir KAA, seperti pulpen untuk para peserta, harus yang berkualitas.

"Pulpennya harus lebih baik," celetuk Kalla.

Harapan LSM

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendesak agar peringatan ke-60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) dapat memperkuat diplomasi antarmasyarakat (people to people diplomacy).

"Peringatan ke-60 tahun KAA ini kelihatannya jauh dari organisasi-organisasi rakyat, yang ada malah perusahaan-perusahaan transnasional yang ingin memperluas pasar bisnisnya," kata Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih dalam acara Konferensi Rakyat Asia Afrika di Galeri Nasional, Jakarta, Sabtu (18/4).

Dalam acara tersebut disimpulkan bahwa krisis multidimensi global yang terjadi baik itu dalam masalah pangan, energi, dan ekonomi, disebabkan oleh model kerja sama ekonomi yang dibangun berdasarkan mekanisme pasar dan menghilangkan fungsi serta tanggung jawab negara dalam menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya.

"Kendali politik dan ekonomi tidak lagi di bawah kedaulatan negara melainkan berada dalam keputusan-keputusan bisnis," ujar Sugeng.

Menurut dia, negara hanya bertugas melegitimasi aktivitas buruk bisnis korporasi melalui kebijakan dan peraturan perundang-undangan.

Untuk itu, katanya, konsepsi kerja sama yang dibangun dalam KAA seharusnya kembali menegaskan penghapusan model-model kerja sama ekonomi yang bersifat eksploitatif, perampasan hak asasi, dan marjinalisasi kelompok minoritas.

"Penyelesaian konflik dan kekerasan, pelanggaran dan pemulihan HAM, pemulihan lingkungan dan SDA, serta demokratisasi pengambilan keputusan harus ditempatkan sebagai prioritas kerja sama KAA," kata dia.(kpc/ant/rol/yuk)