Pengamat Tata Kota: Pemindahan IKN Tergantung DPR

Pengamat Tata Kota: Pemindahan IKN Tergantung DPR

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang diserahkan pemerintah ke DPR diputuskan bahwa pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan ditetapkan Semeter I Tahun 2024.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan bahwa banyak persoalan dalam pemindahan ibu kota negara tersebut, mulai pembentukan provinsi baru yang akan dijadikan ibu kota negara sampai ke masalah anggaran yang diperlukan. Namun pemindahan ibu kota itu tergantung dari DPR yang akan membahas RUU tersebut.

"Ini nanti tergantung juga dari teman-teman DPR, kapan diputuskan kita akan pindah. UU ini itu akan menjadi payung hukum dalam konteks kebijakan maupun dalam konteks pembiayaan," kata Yayat dalam diskusi bertema  "Quo Vadis RUU Ibu Kota Negara", di Media Center DPR, Selasa (5/10/2021) bersama Neng Eem Marhamah Zulfa (Anggota Baleg DPR RI Fraksi PKB) dan Hetifah Sjaifudian (Anggota DPR RI Dapil Kalimantan Timur).


Yayat Supriatna melihat ada beberapa catatan penting dalam RUU IKN tersebut. Dalam RUU tersebut disebutkan akan dibentuk provinsi baru yang akan diijadikan IKN. Dengan luas 256.000 hektar wilayah provinsi yang baru dengan batas-batas yang jelas, ada 56.000 wilayah pusat pusat IKN, pusat pemerintahannya.

Dalam RUU dicantumkan pemindahan IKN pada Semester I 2024. Yayat menyebutkan sudah menghitung hari. Dia mempertanyakan kemungkinnya karena waktu yang tersedia kurang dari 3 tahun. Kemudian jika IKN dipindahkan bagaimana dengan nasib DKI Jakarta.

Persoalan lain disebutkan Yayat, kemungkinan akan muncul dualisme antara otoritas gubernur dengan otoritas kepala badan pengelola, bukan badan otorita. Dalam naskah RUU disebutkan posisi badan pengelola dengan gubernur setara dan koordinatif.

Yang sangat menarik lagi menurut Yayat, pemilihan gubernurnya itu tidak melalui pilkada langsung  tapi dipilih oleh DPRD. Ini akan menjadi persoalan besar gubernur dipilih oleh DPRD yang menyebabkan posisinya tidak demikian kuat. Apakah mekanisme pemilihan kepala daerah ibukota negara itu menjadi kemungkinan ke depan kembali model pilkada oleh DPRD. Belum lagi pembiayaan untuk ibu kota negara dan pembiayaan untuk pembentukan provinsi yang belum tahu dimana ditempatkannya.

"kalau tidak ada payung hukumnya, mau menganggarkan itu kan tidak boleh mencantumkan ibu kota negara. Dari mana mencantumkan dalam penganggaran kalau UU-nya belum ada. Otomatis kita akan tunggu berapa lama RUU ini dibahas di DPR. Makin lama dibahas semakin mundur perencanaan pindahnya.

Hetifah Sjaifudian, anggota DPR RI menyambut baik rencana pemindahan IKN ke provisi yang menjadi daerah pemilihannya itu. Namun dia mengingatkan, pemindahan IKN  itu bukan sekedar memindahkan masalah ibu kota ke tempat baru.

"Justru kami di Kaltim akan sangat keberatan jika ibu kota negara ini pindah itu hanya memindahkan problemnya Jakarta dengan polusinya, dengan mungkin isu perkotaan selama ini sangat sulit dikendalikan dipindahkan ke Kaltim.
Ya, lebih bagus nggak usah pindah kalau kayak gitu," kata Hetifah yang hadir secara virtual.

Neng Eem Marhamah Zulfa menyambut ide dan gagasan tersebut, karena ibu kota hari ini tahu berbagai permasalahan kerap sulit utuk di slesaikan. Misalnya, dalam setiap tahunnya tanah DKI Jakarta turun 12 cm karena bebannya begitu tinggi. 

Walau wilayah aglomerasi itu Jabodetabek, dan kemudian sudah meluas ke Cianjur, Sukabumi yang secara de facto sudah menjadi penyangga, sebenarnya sudah tidak relevan lagi. Artinya ide dan gagasan pemerintahan untuk memindahkan ibu kota sudah sangat relevan.

"Saya kira walaupun munkin ini tidak bisa selesai dalam setahun atau dua tahun, tetapi  ketika surpresnya sudah keluar dan sudah secara formal diserahkan kepada DPR, ini babak keseriusan baru pemindahan ibu kota ini," kata politisi PKB itu.



Tags DPR RI