Pidato Jokowi Dinilai Sebagai Sinyal Mundur Penuntasan Pelanggaran HAM Berat

Pidato Jokowi Dinilai Sebagai Sinyal Mundur Penuntasan Pelanggaran HAM Berat

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – Komisi Nasional (Komnas) HAM menilai Pidato Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Parlemen, Jumat (16/8) sebagai sinyal mundur dari penuntasan kasus pelanggaran HAM berat. Jokowi dianggap tak menunjukkan konsentrasi pada penyelesaian pelanggaran HAM.

Komisioner Komnas HAM, Mochamad Choirul Anam membandingkan narasi Jokowi pada pidato di sidang bersama tahun 2018. Menurut dia, pidato pada 16 Agustus 2018 lebih jelas komitmennya terhadap HAM.

"Khususnya penyelesaian pelanggaran HAM yang berat dibandingkan pidato Presiden Jokowi 2019 yang baru saja dibacakan," ujar Choirul dalam pesan tertulisnya, Jumat (16/8/2019).


Pada 2018, dalam pidatonya Presiden jelas menyebutkan kata penyelesaian pelanggaran HAM yang berat menjadi prioritas. Kata menuntaskan dan pelanggaran berat HAM menjadi kata kunci seberapa besar perhatian dan komitmen politik kepresidenan yg meletakkan HAM dalam narasi kenegaraan.

Namun, kata Anam, pidato presiden saat ini, tidak lagi menjadikan penyelesaian pelanggran HAM yg berat sebagai narasi politik kenegaraan Presiden. 

"Hal yg sangat memprihatinkan karena Presiden memberikan sinyal mundur dalam penyelesaian pelanggaran HAM yang berat," kata dia.

Padahal, kata diam ada harapan besar atas Presiden yang telah dipilih kembali untuk menuntaskan berbagai pelanggran HAM berat yang telah stagnan prosesnya. Menurut Anam, Pidato Presiden sebagai calon presiden terpilih menggaungkan tanpa beban dalam pidato kemenangannya, belum memberikan makna atas komitmen penuntasan pelanggaran HAM berat

"Harapan kami, Presiden tetap memprioritaskan penuntasan kasus pelanggran HAM yg berat sebagai komitemen kenegaraan, dan merupakan expresi dari tanpa beban seperti pidato politik kemenangannya," kata Choirul Anam. 

Pada pidatonya di parlemen, Jokowi hanya menyebut frasa HAM sebanyak tiga kali. Jokowi mengatakan, ukuran kinerja para penegak hukum dan HAM juga harus diubah termasuk kinerja pemberantasan korupsi. Penegakan hukum yang keras harus didukung.

Lalu, Jokowi melanjutkan, penegakan HAM yang tegas harus diapresiasi. Tetapi keberhasilan para penegak hukum bukan hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang dipenjarakan. 

"Harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM bisa dicegah, berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan. Ini perlu kita garis bawahi," kata Jokowi. 

Oleh sebab itu, lanjut Jokowi, manajemen tata kelola serta sistemlah yang harus dibangun. Narasi Jokowi soal HAM dalam kalimat-kalimat yang disampaikan itu dinilai Anam sebagai suatu langkah mundur upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat yang terbengkalai di Indonesia.