Demokrat: Di Era SBY, Sudah Biasa Istana Dikepung Demo, Tapi Hak Pendemo Dilindungi

Demokrat: Di Era SBY, Sudah Biasa Istana Dikepung Demo, Tapi Hak Pendemo Dilindungi

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Partai Demokrat menyoroti insiden aktivis #2019GantiPresiden Neno Warisman yang mendapat penghadangan di Pekanbaru, Riau. Demokrat menilai, hal itu berbanding terbalik dengan era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat jadi Presiden ke-6 RI yang melindungi hak pendemo.

"Di zaman SBY sudah biasa DPR dan Istana dikepung dengan demo yang sangat keras, tetapi hak pendemo tetap dihormati sejauh tidak anarkis. Kebebasan menyatakan pendapat dijamin dan diatur oleh undang-undang. Pelarangan Neno Warisman untuk menghadiri acara deklarasi di Pekanbaru dan pengepungan terhadap Ahmad Dhani Prasetyo di Surabaya misalnya, yang dilakukan dengan cara represif dan membiarkan tindakan premanisme, adalah tidak sejalan dengan iklim demokrasi yang sedang kita bangun. Serta tidak menunjukkan netralitas aparat dalam mengayomi masyarakat," kata Wakil Sekjend Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin dalam keterangannya, Selasa (28/8/2018).

Didi menilai, penghadangan Neno dan Ahmad Dhani dianggap mencoreng 20 tahun reformasi di Indonesia. Akibat kejadian tersebut, kata Didi, aparat negara terkesan tidak netral. 


"20 tahun reformasi telah ternoda oleh dugaan tindakan persekusi dan pemaksaan pulang terhadap aktivis Neno Warisman dalam kegiatan politik di Pekanbaru. Terkesan aparat negara tidak netral, mengikuti kemauan sepihak orang-orang tertentu," sebutnya.

Didi mengatakan, seharusnya aparat negara memberi perlindungan kepada pendemo. Aparat negara tidak perlu khawatir selama gerakan politik yang dilakukan tidak anarkis.

"Harusnya aparat negara, khususnya polisi melindungi dan memberikan kesempatan kepada Neno untuk tetap bisa berekspresi dan menyatakan pendapatnya. Sejauh gerakan politik tersebut tidak anarkis, maka tidak perlu harus ada kekhawatiran berlebihan terhadap gerakan mereka yang mendorong #GantiPresiden tersebut sebagai gerakan harus ditakuti secara berlebihan," sambung Didi.

Didi menambahkan, berbeda pilihan dalam politik hal biasa. Sehingga, seharusnya aksi yang masih dalam koridor undang-undang tak seharusnya dihadang atau dibubarkan.

"Berbeda pilihan dan sikap dalam negara demokrasi hal yang wajar sehingga bisa saling koreksi dan memperbaiki diri. Seyogyanya meskipun berbeda pilihan tetapi harus saling menghargai dan menghormati kebebasan berpendapat. Sejauh aktivis #2019GantiPresiden tetap bergerak dalam koridor peraturan perundangan dengan cara-cara santun, bermartabat dan patuh terhadap hukum. Maka kenapa ada pihak yang harus takut? Justru harusnya menjadi introspeksi diri untuk bekerja lebih keras lagi bagi kepentingan rakyat banyak," jelas Didi.