Hafisz Tohir: Utang Indonesia di Lampu Kuning

Hafisz Tohir: Utang Indonesia di Lampu Kuning
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menilai utang Indonesia sudah masuk kategori mengkhawatirkan atau berada di lampu kunging. Apalagi bila dilihat dari kemampuan membayar utang tersebut.
 
"APBN lebih banyak tersedot untuk membayar utang yang sudah mencapai Rp4200 triliun. Ini harus menjadi perhatian pemerintah," kata Hafisz Tohir, sebelum di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4/2018).
 
Kalau kita bicara melalui rasio yang ada, kata Hafisz, utang masih dikategorikan di atas normal dan terkendali. Tapi beberapa pihak mengatakan bahwa sebetulnya utang Indonesia kalau dianalisa di luar rasio GDP atau produk domestik bruto (PDB) maka sudah masuk kategori cukup mengkhawatirkan.
 
Di negara mana pun, ulas politisi PAN itu, rasio utang selalu diasumsikan terhadap GDP atau PDB). Besarnya utang dihitung perbandingannya terhadap GDP. 
 
Menurut dia, utang Indonesia tidk bisa dibandingkan dengan Jepang dan Amerika karena kedua negara besar itu punya kemampuan bayar yang tinggi dan aset yang juga jauh lebih besar.
 
"Utang Indonesia tidak bisa dinilai lebih baik daripada Jepang dan Amerika. Dua negara besar itu punya kemampuan bayar yang tinggi dan aset yang juga jauh lebih besar,' kata Hafisz.
 
Kalau mau membandingkan juga utang Indonesia dengan negara lain, yaitu dengan negara Brazil yang kasusnya sama dengan Indonesia. "Ya bandingkan dengan Brazil. Tidak bisa negara Jepang dan Amerika direfer untuk pembanding,” paparnya.
 
Dia juga mengungkap, para ekonom yang diundang ke Komisi XI, sambung Hafisz, juga melihat kalau dikaitkan dengan rasio kemampuan membayar, maka utang Indonesia sudah lampu kuning. 
 
"Neraca dan APBN terkuras untuk proyek infrastruktur dan bayar utang. Kita melihat bahwa yang tertinggi itu adalah pembayaran utang dari semua anggaran APBN kita. Tapi, GDP kita dibandingkan dengan utang masih aman. Cuma di dalam GDP itu ada institusi-institusi asing. Itulah yang menyebabkan GNP kita tidak sebaik yang diharapkan,” kata Hafisz. 
 
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Rico Mardianto