Mewaspadai Era Digital

Mewaspadai Era Digital

Akhir-akhir ini kita sedang dirundung kesedihan yang tak terperikan, kejadian yang sangat biadap yang dilakukan oleh anak negeri, sebut saja peristiwa pemerkosaan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur, yang menimpa ananda Yuyun, tidak tanggung-tanggung yang melakukannya sampai belasan anak manusia, semua anak bangsa menguttuk kejadian keji ini.

Ada lagi  pemerkosan yang terjadi di gorontalo, juga di lakukan belasan orang, sungguh memprihatikan kejadian demi kejadian ini, mungkinkah ini disebabkan oleh salah satunya kemajuan di era digital yang bersifat negatif?
Mudahnya mengakses informasi sebab kecanggihan teknologi kini sangat dimanfaatkan oleh anak-anak bangsa ini.

Keingintahuan mereka terhadap suatu hal membuat mereka dijangkiti rasa penasaran yang begitu besar untuk mengenalnya lebih seksama. Maka tatkala menjamurnya penggunaan teknologi dengan berbagai rupa, anak-anak langsung ambil bagian. Selain ketersediaan akses yang begitu luas, tugas-tugas di sekolah ternyata juga turut menunjang mengapa anak-anak kini lebih akrab dengan teknologi. Misalnya tugas yang harus diakses melalui internet secara digitalisasi buku pelajaran.

Namun seiring dengan kemajuan tersebut, terdapat efek negatif yang tak dimungkiri. Kenakalan anak yang dilatarbelakangi akibat kemajuan teknologi kini telah merambah pada situasi yang memprihatinkan.

Sebuah riset mengungkapkan fakta yang mengejutkan, jika pada tahun 1940-an kenakalan anak disebabkan mengunyah dan membuat permen karet sembarangan, bolos dan kabur dari sekolah, serta tidak tertib menunggu giliran antri dan ribut sendiri, maka sejak 1990-an kenakalan anak telah berunah menjadi masalah kecanduan obat, alkohol, kehamilan pranikah, bunuh diri, pemerkosaan, perampokan hingga pembunuhan.

Kecanduan pornografi yang bermuara dari teknologi internet tak mudah dikenali secara kasat mata lantaran tidak ada zat yang dimasukkan ke dalam tubuh. Kendati butuh sebenarnya tetap mengeluarkan cairan biokimia akibat hormon seksual yang terhubung ke otak primitif memberikan reaksi otomatis terhadap stimulan visual. Pun kecanduan seks dapat menyabotase seluruh kinerja otak orang yang bersangkutan secara akut.

Hal ini akan menimbulkan perbuatan negatif, seperti melakukan pemerkosaan dan bahkan sekaligus membunuhnya.

Kecanduan game online juga kini mewabah pada anak-anak. Banyak dari mereka yang menghabiskan waktunya untuk hal tersebut dengan mengorbankan waktu sekolah, memakai uang jajan berlebihan, berbohong dan mencuri uang orang tua, serta terlibat perjudian terselubung yang ditawarkan dari game online.

Bahaya laten yang menakutkan  adalah terjadinya trafficking anak. Marak kini diberitakan anak-anak menjadi korban perbudakan, perdagangan manusia serta prostitusi akibat keasyikan berselancar di dunia maya.

Fenomena tersebut jelas memprihatinkan. Tetapi malangnya tak cepat disikapi dengan bijak oleh para orang tua ibu. Kebanyakan dari mereka malah bersikap menarik diri, bertindak masa bodoh alias cuek meskipun ada juga yang menerima dengan kritis.

Kecilnya kepercayaan dan akses yang dimiliki anak pada teknologi akibat ketidakpercayaan ibu justru akan membuat anak-anak gaptek (gagap teknologi). Padahal situasi yang dihadapi anak justru lebih seringmenuntutnya untuk menggunakan. Alih-alih anak terjebak pada minimnya informasi dan wawasan pun berkurang.

Sikap protektif berlebihan tersebut umumnya dilatari karena efek negatif yang ditimbulkan. Ibu dibayang-bayangi perasaanwawwas berlebihan sehingga ia meniscayakan sang anak akan menerima dampak negatif tersebut bila tidak dijauhkan. Padahal dalam jangka panjang justru sikap tersebut bisa berakibat fatal.

Karena anak-anak tak sempat melatih dan mengasah keterampilannya agar sensitif dan mampu menilai, memilah suatu perkara. Sementara sikap kritis sangat penting dalam mengarungi samudera kehidupan nyata.

Namun membiarkan anak terbuai dalam arus teknologi seorang diri pun juga terlalu gegabah. Pasalnya anak belum bisa menyaring segala yang tersaji di hadapannya dengan pikiran dan pandangan yang bijak.

Seyogyanya orang tua wajib mempertimbangkan keterbatasan anak untuk menilai dan membedakan, ataupun memperhitungkan bahaya sisi negatif yang menyertai manfaat teknologi internet.

Orang tua wajib memastikan anak-anak siap menggunakan teknologi internet dengan mengacu pada aturan yang diberlakukan. Dengan adanya nilai, aturan, bahaya, dan batasan, anak-anak bisa memilih mana yang semestinya ia terima dan mana yang tidak.

Keberadaan dunia informasi dan komunikasi di era digital sekarang ini seperti pisau bermata dua, bisa positif sekaligus negatif, bisa baik namun bisa juga buruk, bisa bermanfaat serta bisa juga mudharat dan begitu seterusnya. Namun semua itu terpulang kepada masing-masing individu.

Sebab bagaimanapun, sisi baik dan buruk akan selalu ada pada setiap apapun, baik benda maupun keadaan (Sari Narulita: 2013). Untuk itu sebagai anak bangsa marilah kita guanakan kemajuan teknologi tapi untuk menunjang kinerja dan memanfaakan yang positif. Dan hindarilah yang bersifat negatif.***

Guru SMAN 1 Tebing Tinggi, Kepulauan Meranti