ICW: Ruki Gagal Selamatkan KPK

ICW: Ruki Gagal Selamatkan KPK

JAKARTA (HR)-Indonesia Corruption Watch menilai, Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki, gagal menyelamatkan lembaga antirasuah itu dari upaya kriminalisasi dan pelemahan.

"Saat pengangkatan, Ruki berjanji menguatkan KPK dan menyelesaikan permasalahan yang menyandera KPK. Namun, Ruki gagal menepati janjinya," ujar anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Aradilla Caesar, di Sekretariat ICW, Jakarta, Minggu (6/12).

Arad menyebutkan, Ruki pernah berjanji melindungi penyidik Novel Baswedan yang dianggap menjadi korban kriminalisasi dalam kasus dugaan penganiayaan. Namun kenyataanya, polisi sudah dua kali berupaya menahan Novel.

Begitu pula janji Ruki untuk menindaklanjuti kasus dugaan korupsi oleh Komisaris Jenderal Budi Gunawan saat KPK kalah

ICW
di praperadilan. "Kenyataannya, dia menyerah kalah dan melemparnya ke kejaksaan. Kejaksaan dilimpahkan ke Polri, pada akhirnya hangus ditelan bumi," tambah Arad.

Ruki juga dianggap tidak mampu membatalkan upaya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Arad menilai,Ruki justru mendorong adanya revisi tersebut. Belakangan, disepakati bahwa UU KPK masuk program legislasi nasional dan diusulkan DPR. "Ini inkonsistensi pimpinan KPK. Ruki kurang tepat dan kurang bijak mengusulkan revisi," ujar Arad.

Lebih lanjut, Arad membandingkan kepemimpinan Ruki dan Tumpak Hatorangan Panggabean, yang pernah ditunjuk sebagai pelaksana tugas pimpinan di era kepemimpinan Bibit Samad dan Chandra Hamzah. "Yang menarik perbandingan keduanya. (Di era) Tumpak, kriminalisasi Bibit-Chandra selesai. Zaman Ruki, (kriminalisasi) lanjut terus," ujarnya.


Tak hanya itu, Arad menambahkan,  Taufiequrachman Ruki dan para komisionernya dianggap tebang pilih dalam penanganan kasus. Ada kesan Ruki takut mengusut kasus yang bersentuhan dengan oknum polisi. Sejak dipimpin Ruki, KPK tidak lagi menangani kasus yang menjerat polisi.

"Tidak hanya bertekuk lutut pada jenderal, bahkan sekelas briptu (brigadir polisi satu) pun, KPK di bawah Ruki pun tidak berani menyentuhnya," ujarnya.


Pada kasus yang melibatkan mantan politikus PDI Perjuangan Adriansyah, misalnya, ada anggota Polsek Menteng, Jakarta Pusat, berinisial AK yang dilepaskan KPK. Menurut Arad, AK merupakan perantara suap.


Dalam pertemuan yang sama, Direktur Lingkar Madani untuk Demokrasi, Ray Rangkuti mengatakan, instansi penegak hukum seperti Polri dan kejaksaan juga berpotensi adanya praktik korupsi.

Ray mengingatkan bahwa banyak kasus besar menyangkut instansi penegak hukum yamg semestinya bisa dibongkar KPK.
"Isu rekening gendut sampai sekarang sama sekali tidak ada pergerakan apa pun. Padahal isunya kuat, beberapa jenderal polisi terdapat rekening mencurigakan," kata Ray.


Jaga Integritas
Sementara itu, salah seorang calon pimpinan KPK, Busyro Muqoddas, memilih tak ikut menghadiri lagi uji pembuatan makalah di Komisi III DPR, Jumat (4/12) lalu. Menurutnya, hal itu ia lakukan demi menjaga integritas.

Sebelumnya, Komisi III DPR RI selaku pihak yang menyelenggarakan uji makalah tersebut mengatakan, kehadiran Busyro dimaksudkan untuk mengonfirmasi apakah Busyro hendak melanjutkan proses dalam pemilihan capim KPK atau mengundurkan diri.

"Karena sudah saya tempuh seluruh tes di Komisi III, setahun lalu, dan sudah selesai, jika saya datang, apa artinya dites lagi? Saya memilih tidak hadir karena sudah menyangkut soal integritas," ujarnya.

"Integritas menuntut kejelasan sikap. Jika saya datang, rentan dinilai sebagai pemburu kerja," tambahnya.

Seperti diketahui, Busyro bersama Robby Arya Brata, adalah dua capim KPK yang diajukan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya juga sudah menjalani uji kepatutan dan kelayakan pada Desember 2014 lalu. Robby sendiri, hadir dalam uji makalah Jumat kemarin dan memastikan dia masih berminat mengikuti pemilihan capim KPK.

Namun, pemilihan kedua orang itu ditunda hingga tahun ini, bersamaan dengan delapan capim KPK yang diajukan Presiden Joko Widodo.

Selain itu, Busyro pun mengaku hanya mendapatkan undangan dari Komisi III melalui pesan singkat. Dia mengaku tidak pernah mendapatkan undangan resmi. Busyro berharap Komisi III tak lantas mengkualifikasi dirinya hanya karena tak menghadiri uji makalah yang sudah dia lakukan setahun lalu.

"Saya masih yakin ada nalar sehat di Komisi III. Setiap putusan Komisi III seharusnya berbasis kejujuran dan kearifan," ujar dia.


Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsudin mengaku belum bisa mengambil sikap terkait absennya Busyro di uji makalah. Aziz juga tak menjawab tegas saat ditanya soal keharusan Busyro memberi konfirmasi ke Komisi III untuk memastikan ikut dalam pemilihan atau mengundurkan diri.

"Nanti kami putuskan dalam (rapat) pleno. Kan saya enggak bisa mutusin sendiri," kata Aziz usai uji makalah, Jumat lalu. (kom/sis)