Rawan Konflik Lahan

Disbunhut Sosialisasi 4 Kecamatan

Disbunhut Sosialisasi 4 Kecamatan

BENGKALIS (HR)-Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bengkalis tahun ini melaksanakan sosialisasi tentang perundang-undangan masalah perkebunan dan kehutanan dengan sasaran para kepala desa, lurah maupun perangkat pemerintah di tingkat kecamatan. Sosialisasi difokuskan di empat kecamatan yang dinilai rawan terjadinya konflik lahan.

Kepala Disbunhut Herman Mahmud ketika dikonfirmasi Minggu (4/9), mengatakan,  ada empat kecamatan yang menjadi skala prioritas sosialisasi, mengenai perundang-undangan perkebunan dan kehutanan.

 Keempat kecamatan tersebut adalah Bukitbatu, Rupat, Mandau dan Pinggir, dimana konflik lahan di empat kecamatan tersebut cukup tinggi,” terang Herman.

Narasumber pada sosialisasi itu antara lain dari Balai Pemangku Kawasan Hutan (BPKH), Disbunhut Riau dan Disbunhut Bengkalis. Sosialsiasi di empat kecamatan tersebut telah selesai dilaksanakan pada minggu lalu yang dilaksanakan sepenuhnya di masing-masing kecamatan.

 Peserta sosialisasi adalah kepala desa, lurah, perangkat desa dan utusan kelompok masyarakat.

Disambung Herman lagi, banyak kasus lahan yang terjadi disejumlah wilayah di kabupaten Bengkalis, termasuk isu soal kepemilikan lahan di Pulau Rupat oleh warga Negara asal Malaysia yang sempat ditayangkan khusus di TV Swasta Nasional.

 Para perangkat desa diberi pemahaman tentang penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT supaya kedepan tidak asal terbit.

“Jangan sampai para kepala desa maupun perangkat pemerintahan lainnya menerbitkan SKT di areal yang salah.

 Misalnya SKT yang diterbitkan ternyata kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa, hutan produksi terbatas  atau lahan yang telah punya kepemilikan,” papar Herman.

Mantan Kadis Kelautan dan Perikanan  ini ketika disinggung soal konflik lahan di Rupat termasuk keterlibatan warga Negara asing, ia mengaku kalau jual beli dilakukan dengan masyarakat tidak ada masalah.

 Disbunhut sendiri menurutnya, tidak mau ikut campur soal jual beli lahan oleh warga Malaysia bernama Cua Cen Heng alias Acua di Rupat, kecuali ada indikasi hutan Negara yang dieksploitasi atau hutan lindung dan suaka margasatwa.

 “Persoalan kepemilikan lahan di Rupat itu sudah kita ketahui, tetapi indikasi yang diperjualbelikan adalah hutan Negara atau kawasan terlarang lainnya, belum bisa dibuktikan sejauh ini.

 Nanti kita juga akan cermati soal lahan di Rupat itu sejalan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan nomor 878 tahun 2014 tentang status kawasan hutan di Riau serta peta baru kawasan HPT dan HP,” tutup Herman.(adv/humas)