Polda Riau Sidik 12 Perusahaan

Izin PT LIH dan HSL Dibekukan

Izin PT LIH dan HSL Dibekukan

JAKARTA (HR)-Satu perusahaan perkebunan sawit dan pemilik izin pemanfaatan kayu di Riau, akhirnya dijatuhi sanksi berupa pembekuan izin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Hal itu setelah kedua perusahaan tersebut diindikasi terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan.

Kedua perusahaan itu adalah PT Langgam Inti Hibrindo di Pelalawan dan PT Hutani Sola Lestari, perusahaan pemilik izin pemanfaatan hutan kayu (HPH). Sejak sanksi itu dijatuhkan, otomatis kedua perusahaan itu tidak diperbolehkan lagi melakukan aktivitas atau beroperasi di areal konsesi miliknya.

Demikian diungkapkan Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bambang Endoryono dalam jumpa pers di Kemenhut di Manggala Wanabakti, Senayan, Jakarta, Selasa (22/9). "Seminggu lalu setelah disebut progresnya, kami sudah melakukan pengawasan dengan tim untuk melakukan evaluasi," terangnya.

Hasilnya, pada lokasi milik kedua perusahaan itu, terbukti terbakar sehingga mengakibatkan munculnya asap pekat.


Selain dua perusahaan di Riau, sanksi berupa pembekuan izin juga dijatuhkan kepada dua perusahaan perkebunan sawit di Sumatera Selatan. Kedua perusahaan itu adalah PT Tempirai Palm Resources di Ogan Komering Ilur dan PT Waringin Agro Jaya.

"Pengenaan sanksi izin ini mengikuti aturan berlaku dan kami melihat dari areal ini yang menyumbang asap dan memberi dampak kesehatan serta memberi penderitaan yang luas untuk masyarakat," terangnya.

Ditambahkannya, bagi ketiga perusahaan perkebunan tersebut, akan diberlakukan sanksi yang lebih tegas, yakni pencabutan izin. Namun hal ini baru bisa dilakukan bila proses pidana di Kepolisian telah selesai. "Jika terbukti melakukan pembakaran, maka izinnya akan dicabut," tambahnya.

Sedangkan untuk areal yang telah terbakar, tambah Bambang, harus dikembalikan pada negara paling lambat dua bulan sejak Selasa kemarin. Areal yang terbakar tersebut juga akan menjadi bukti untuk proses hukum berikutnya.

"Di areal ini akan dilakukan restorasi yang akan menjadi tanggung jawab pemerintah dengan tujuan tahun depan areal ini tidak akan terbakar lagi. sehingga akan menjadi areal dengan tata kelola baru," lanjutnya.

Selanjutnya, ketiga perusahaan perkebunan tersebut juga diharuskan melengkapi sarana dan prasarana pemadaman yang harus dilengkapi 90 hari. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan karena masih pembekuan izin.

Pihak perusahaan juga harus tetap melengkapi dokumen terkait pencemaran dan kerusakan lingkungan. Sehingga perusahaan tetap bertanggung jawab atas areal tersebut agar kebakaran tak meluas.

Hal terpenting yakni perusahaan harus meminta maaf pada masyarakat bahwa mereka memang berkomitmen menjaga lingkungan dan harus menerima keputusan ini. Keputusan ini berlaku sejak 21 September kemarin.

Berbeda dengan perusahaan perkebunan, perusahaan HPH sudah dicabut izinnya. Setelah itu perusahaan harus menghentikan kegiatan operasional dan tetap menyelesaikan utang finansial yang ditanggung perusahaan. Selain itu, pihak perusahaan juga tetap harus meminta maaf pada masyarakat.

Dari empat perusahaan yang dijatuhi sanksi pembekuan izin itu, dua di antaranya sudah diproses di Kepolisian. Kedua perusahaan itu adalah PT Tempirai Palm Resourses di Sumatera Selatan dan Langgam Inti Hibrindo di Riau.

Menurut Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian LHK, Muhammad Yunus, kedua perusahaan ini dijerat dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ia mengatakan jika dari kepolisian menjerat dengan hukum pidana, maka dari pihaknya akan menjerat dengan hukum perdata.

"Kalau pidana kan hukumannya 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Nah, perdatanya yang dikejar. Di Perdata bisa orang yang melakukan kena, (atau) perusahaannya kena," sambungnya.

Keempat perusahaan itu disebut perusahaan Indonesia. Namun, ia tak menutup kemungkinan adanya campur tangan pihak asing dalam perusahaan tersebut. "Biasanya di awal (nama asing) tidak ada namun setelah didalami baru ketahuan belakangan," ucapnya.

Untuk 2 perusahaan lainnya yakni PT Waringin Agro Jaya di Sumatera Selatan dan PT Hutani Sola Lestari di Riau juga akan diajukan oleh pihaknya pada kepolisian.
 

Polda Sidik 12 Perusahaan

Sementara itu dari Pekanbaru, Polda Riau dan jajaran telah meningkatkan status hukum terhadap 12 perusahaan yang disinyalir terlibat Karhutla. Di mana proses hukumnya telah ditingkatkan menjadi penyidikan.

Menurut Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadir Reskrimsus) Polda Riau, AKBP Ari Rahman, peningkatan status itu dilakukan setelah pihaknya melakukan rangkaian proses penyelidikan terhadap perusahan yang diduga menjadi sumber kabut asap di Riau.

Meski memastikan telah meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan, Ari Rahman belum bersedia menyebutkan nama-nama perusahaan tersebut. Ia beralasan hal itu untuk kepentingan penyidikan. Kendati demikian, Ari menegaskan kalau jajarannya masih memeriksa saksi. "Sudah banyak saksi yang kita minta keterangannya. Juga melibatkan saksi ahli juga. Nanti kita akan paparkan nama perusahaannya," tegas Ari.
 

Inhil 2 Perusahaan

Terpisah, Kapolres Indragiri Hilir AKBP Hadi Wicaksono, mengatakan, pihaknya telah meningkatkan status hukum terhadap PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Bina Duta Laksana (BDL) ke tahap penyidikan. Kedua perusahaan tersebut diduga terlibat dalam kasus Karhutla.

"Setelah memeriksa sejumlah saksi dan menemukan beberapa bukti, dua perusahaan (PT SRL dan PT BDL,red) dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan," ungkap AKBP Hadi Wicaksono.

Mantan Kabag Dalpres Polda Riau ini menyatakan, pihaknya akan kembali memeriksa sejumlah saksi dan mencari bukti kuat siapa saja pimpinan dari kedua perusahaan tersebut yang bertanggung jawab dalam menjaga lahan konsesi agar terhindar dari kebakaran.

Dari informasi yang dihimpun, PT SRL disebut-sebut merupakan anak perusahan PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP). Sementara, PT BDL merupakan anak perusahaan PT Arara Abadi yang juga Group dari Sinarmas.
 

Inhu 1 Perusahaan

Di Polres Indragiri Hulu (Inhu) sendiri juga telah menaikkan status perkara PT Alam Sari ke tahap penyidikan. Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit ini juga diduga lalai menjaga lahannya dari kebakaran lahan.

"Luas lahan yang terbakar di PT Alam Sari yaitu sekitar 100 hektare. Kita menduga perusahaan itu lalai menjaga lahannya," terang Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Ari Wibowo.

Selanjutnya, sebut Ari, pihaknya telah memasang garis polisi (police line) di lahan PT Alam Sari yang terbakar tersebut. Kini, pihaknya tengah mencari bukti keterlibatan pimpinan di perusahan tersebut.

"Kita periksa dulu saksi dari perusahaan dan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencari perorangan yang bertanggung jawab di perusahaan tersebut," tandas Ari.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan, sejak bulan Januari hingga saat ini, jajaran Polda Riau melalui seluruh Polres memproses 45 laporan polisi terkait kasus kebakaran lahan dan hutan. "Dari laporan itu, kami menetapkan 48 orang sebagai tersangka, termasuk 1 koorporasi yakni PT Langgan Inti Hibrindo di Kabupaten Pelalawan. Direkturnya inisial FK sudah kita tahan," jelas Guntur. (dod, bbs, dtc, ral, sis)