-Presiden Jokowi Reshuffle Kabinet - Rizal Ramli tak Kuasa Tolak Tawaran

JK: Agar Hasilnya Lebih Baik

JK: Agar Hasilnya Lebih Baik

JAKARTA (HR)-Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, reshuffle Kabinet Kerja dilakukan Presiden Joko Widodo, Rabu (12/8) kemarin, hanya bertujuan agar pemerintahan mencapai hasil yang lebih baik. Sejauh ini, kebijakan Jokowi melakukan pergantian kabinet, mendapat tanggapan beragam.

"Ya kan sebagaimana prinsip-prinsip dasar, kalau ada reshuffle tentu ingin mencapai hasil yang lebih baik," kata JK di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (12/8).

Menurut JK tak ada alasan lain reshuffle kecuali pemerintah ingin mencapai hasil kinerja yang lebih baik. "Kemarin itukan faktornya bukan hanya masalah menteri.

Sebagian besar karena masalah eksternal. Jadi tidak bisa juga perkembangan itu akibat kabinet atau menteri," kata dia.

Secara khusus JK memberikan pesan kepada tiga menteri koordinator agar bisa melakukan koordinasi lebih baik lagi dan fokus, serta memiliki langkah-langkah program yang jelas.

"Kenapa Menko yang utama diubah," tanya wartawan."Itukan teknis sekali. Masa disampaikan sama kalian," jawab JK.
Sejauh ini, beragam tanggapan muncul dari kebijakan itu. Seperti dilontarkan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh. Menurutnya, pihaknya tidak mempermasalahkan jatah kursi menteri partainya berkurang di Kabinet Kerja. Hal ini menyusul dicopotnya Tedjo Edhi Purdijatno dari posisi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Tak ada masalah. Ini bukan masalah jatah, ini kepentingannya kan output kinerja dari Kabinet Kerja bisa lebih baik," ujarnya.

Surya menuturkan, sudah menjadi hak prerogatif presiden dalam mengganti para menterinya. Dia pun mempersilakan apabila ada menteri asal Nasdem yang diganti oleh presiden. Tedjo sendiri, sebut Surya, sudah memahami keputusan Jokowi itu. Menurutnya, Tedjo bisa mengabdi kepada negara di luar kabinet, dan tak harus menjadi menteri. Surya pun menyatakan Partai Nasdem sama sekali tidak menyerahkan nama untuk pengganti Tedjo.

Komentar berbeda dilontarkan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon. Menurutnya,  akan lebih tepat jika Presiden Jokowi mengganti menteri yang bersentuhan langsung dengan teknis lapangan. Namun, Jokowi justru mengganti tiga menteri koordinator.

"Padahal, kalau kita mau melihat masalah ekonomi lebih banyak di kementerian teknis, bukan koordinasi," ujarnya.
Fadli mencontohkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang beberapa kebijakannya banyak menghambat pelaku usaha. Contoh lain, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang menaikkan pajak dan menyulitkan subyek pajak tanpa berhasil untuk memperluas subyek pajak itu sendiri. "Jadi, pajak hanya dikenakan kepada subyek yang sama," ujarnya.

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, menurut dia, juga layak diganti karena telah membuat kekisruhan sepak bola. Begitu pula Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dianggapnya mempersulit rakyat dengan menaikkan harga bahan bakar minyak.

Terakhir, Fadli juga mempertanyakan tak dicopotnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yang dianggapnya telah membuat kegaduhan politik terkait kepengurusan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan.

"Jokowi juga tidak berani melakukan reshuffle kepada menteri yang berasal dari parpol penguasa atau pendukung presiden dan wapres ketika itu. Ketakutan itu menunjukkan bahwa ini reshuffle tambal sulam," kritik Fadli.

Namun ada cerita menarik di balik pelantikan menteri baru Kabinet Kerja kemarin. Hal itu yang dialami Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli. Ia mengaku baru dikabari bahwa dirinya ditunjuk sebagai menteri pada Rabu (12/8) pagi kemarin. Awalnya, Rizal sempat ragu menerima tawaran langsung dari Presiden Jokowi itu.

"Saya sebetulnya ragu mau terima jabatan ini, tetapi saya terharu Presiden Jokowi betul-betul minta saya untuk bergabung. Bahkan, beliau katakan, 'Yang minta itu rakyat Indonesia'," ujar Rizal.

Sempat tebersit dalam benak Rizal untuk menolak tawaran itu. Ia mengaku bukan orang yang mengejar jabatan. "Zaman dulu juga kita (saya) nolak ditawari menteri. Namun karena Jokowi sungguh-sungguh....," kata dia.

Namun, Rizal akhirnya luluh dan menerima tawaran itu setelah Jokowi menyampaikan alasannya. "Pak Jokowi bilang, 'Yang minta ini bukanlah Jokowi. Saya apa-lah? Yang minta ini rakyat Indonesia karena kita dalam kondisi banyak masalah.' Saat Jokowi bilang begitu, saya lemas dan putuskan bersedia bantu Presiden," ujar Rizal.

Menurut anggota Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, Presiden memutuskan merombak kabinet karena ingin memiliki menteri-menteri yang berpengalaman mengatasi krisis. Presiden juga menginginkan konsolidasi di pemerintahan untuk bisa mempercepat kerja kabinet.

Rizal Ramli, lahir di Padang, Sumatera Barat, 10 Desember 1954, umur 60 tahun, adalah seorang ahli ekonomi dan politisi Indonesia. Ia pernah menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan pada Kabinet Persatuan Nasional di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Pengagum Einstein ini sempat menikmati bangku kuliah di jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung, tetapi akhirnya mendapatkan gelar doktor ekonomi dari Boston University pada tahun 1990. (bbs, kom, dtc, ral, sis)