Ical: Krisis Ekonomi Sudah di Depan Mata

Ical: Krisis Ekonomi Sudah di Depan Mata
JAKARTA (HR)-Ketua Umum Partai Golkar Munas Bali, Aburizal Bakrie merasa prihatin dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional saat ini. Ia menilai, kondisi yang terjadi saat ini adalah imbas dari sentimen ekonomi global dan juga faktor dalam negeri sendiri. 
 
Dengan kondisi yang terjadi saat ini, Ical, demikian panggilan akrabnya menilai, krisis ekonomi sudah berada di depan mata. Karena itu, pemerintah diharapkan segera bertindak cepat.  
 
"Kondisi ini diperparah dengan melambungnya harga-harga bahan pokok yang tidak terkendali pasca dicabutnya subsidi BBM serta terus melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika. Hal ini semakin menggerus daya beli masyarakat dan menyebabkan para pelaku usaha mengalami kesulitan menentukan arah usahanya secara pasti. Situasi menjadi sinyalemen bahwasanya krisis ekonomi sudah berada di depan mata kita," ujarnya, dalam Forum Group Discussion RUU Penjaminan yang diselenggarakan Fraksi Partai Golkar DPR, di Gedung DPR, Rabu (17/6).
 
Mengutip data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Ical menyebutkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun 2015 sebesar 4,71 persen. Angka ini mengalami pelambatan dibanding pertumbuhan ekonomi pada periode sama tahun lalu yang mencapai 5,14 persen. 
 
Dikatakan Ical, krisis ekonomi tahun 1998 yang telah melumpuhkan sektor-sektor usaha di Indonesia, serta menyebabkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja. Buntutnya, pengangguran melonjak ke tingkat yang belum pernah terjadi sejak akhir tahun 1960-an yang  mencapai 20 juta orang atau 20 persen lebih dari angkatan kerja kehilangan pekerjaan. 
 
"Krisis terjadi bukan hanya berakar pada kelemahan sektor moneter dan keuangan saja, melainkan juga karena tidak kuatnya struktur sektor ekonomi riil dalam negeri dalam menghadapi gejolak dari luar maupun dari dalam. Di saat sektor-sektor usaha besar bertumbangan terkena dampak krisis, BUMN dan UMKMK justru bisa bertahan dan mampu menjadi tumpuan perekonomian nasional ketika itu," ujarnya. 
 
Menurutnya, sekitar 58 juta unit UMKMK di Indonesia, mampu menyerap 97,3 persen tenaga kerja di Indonesia, dan menyumbang 59,08 persen PDB nasional. Besarnya kontribusi tersebut belum sepadan dengan keberpihakan kredit perbankan terhadap UMKMK. Saat ini hanya baru sekitar 39,18 persen atau sekitar  22,15 juta unit saja yang sudah memanfaatkan akses perbankan. Rasio penyaluran kredit UMKMK terhadap total kredit di Indonesia per  31 Desember  2014, tercatat hanya 18,7 persen. Posisi outstanding Kredit UMKMK hanya sebesar  Rp707 triliun dari total outstanding kredit nasional yang berjumlah Rp3.779 triliun. 
 
"Di mata perbankan dan lembaga keuangan, sesungguhnya UMKM merupakan pasar kredit yang prospektif. Namun ketiadaan informasi yang sempurna menyebabkan perbankan merasa ragu untuk menyalurkan kredit pada UMKM. Meski memiliki usaha produktif dan prospektif secara ekonomi, tetapi pemenuhan agunan masih menjadi kendala, sehingga UMKMK  dinilai belum layak kredit oleh pihak perbankan," ujar Ical.
 
Karena itu ia menyambut baik inisiatif  RUU penjaminan yang lahir dari sebuah keprihatinan Fraksi Partai Golkar terhadap nasib UMKMK di negeri ini. Meskipun berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, saat ini payung hukum yang mendukung perkembangan UMKMK masih belum memadai. 
 
"Diharapkan  UU Penjaminan dapat memperkuat dasar hukum pelaksanaan di kegiatan penjaminan, dapat mendorong inklusifitas keuangan, literasi, dan edukasi keuangan.  Fraksi Partai Golkar berupaya untuk melakukan penguatan terhadap program penjaminan kredit UMKM, melalui RUU Penjaminan. Terlebih UMKM adalah usaha yang padat karya dan berbasis sumberdaya lokal,"kata Ical.
 
Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin mengatakan, inisiatif RUU Penjaminan lahir dari sebuah keprihatinan Fraksi Partai Golkar terhadap nasib UMKMK di negeri ini. Dia menilai UMKMK telah menunjukkan peran yang signifikan dalam kancah perekonomian nasional, khususnya saat krisis moneter tahun 1998 lalu. 
 
"Dengan Kehadiran RUU Penjaminan di harapkan akan mampu meningkatkan rasio penyerapan  kredit perbankkan oleh UMKMK, sehingga sektor tersebut bisa terus maju dan berkembang. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan para pelaku UMKMK di Indonesia," kata Ade Komaruddin yang akrab disapa Akom. (sam)