Soal Ekspor Nikel ke China, Mulyanto Sebut Pernyataan Presiden Blunder

Soal Ekspor Nikel ke China, Mulyanto Sebut Pernyataan Presiden Blunder

RIAUMANDIRI.CO - Bantahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap pernyataan pengamat ekonomi Faisal Basri yang mengatakan hilirisasi nikel hanya menguntungkan China merupakan blunder yang menunjukan Presiden tidak mendapat info yang valid.

Menurut anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, seharusnya dalam menanggapi pernyataan itu Presiden bicara berdasarkan data. Karena data mengenai devisa dan pendapatan negara dari hilirisasi nikel ini tersedia pada kementerian terkait.

"Harusnya menteri terkait membekali data yang akurat kepada Presiden, sehingga yang disampaikan tepat dan akurat. Apalagi terkait jawaban Presiden terhadap kritik dari seorang ekonom senior. Ini kan kritikan ilmiah dari ekonom yang sarat data. Jadi jawabannya harus matang. Menurut saya, Presiden blunder," kata Mulyanto kepada media ini, Senin (14/8/2023).

Mulyanto merasa prihatin dengan jawaban yang disampaikan presiden. Ternyata presiden tidak dapat membedakan antara pendapatan devisa dari ekspor nikel yang sebesar Rp510 triliun dengan penerimaan negara dari komoditas nikel.

"Ini kan dua hal yang berbeda. Devisa masuk kepada investor, sementara penerimaan negara masuk dari pajak baik Pph badan, PPN maupun bea ekspor, dan lain-lain," jelas Mulyanto.

Wakil Ketua FPKS DPR RI ini menilai data yang disampaikan Faisal Basri lebih masuk akal dibandingkan dengan pernyataan Jokowi. Sebab industri smelter menikmati tax holiday dan bebas bea ekspor.  Sehingga kecil nilai penerimaan negara dari pajak sektor ini.

"Selain itu juga soal penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Presiden menjelaskan, bahwa industri smelter membayar PNBP.  Padahal sama sekali tidak. Negara mendapat PNBP dari pertambangan nikel, bukan dari industri smelter. Sehingga tidak ada kontribusi PNBP dari industri smelter," ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Mulyanto, saat dibolehkannya ekspor bijih nikel, Pemerintah malah memungut bea ekspor, sehingga sebelumnya ada penerimaan negara dari bea ekspor bijih nikel.

"Soal-soal ini yang harusnya disiapkan dan dijelaskan kepada publik oleh menteri terkait.  Bukan membiarkan Presiden menjawab awak media tanpa data yang cukup," kata Mulyanto.

Mulyanto tidak yakin dalam skema yang ada sekarang ini, negara benar-benar diuntungkan dari program hilirisasi nikel.  Apalagi kalau yang diekspor adalah NPI dan Fero Nikel, produk nikel setengah jadi dengan nilai tambah rendah.

"Padahal cadangan nikel kita, sebagai SDA strategis dan kritis, menurut para ahli tinggal
7 tahun lagi.  Ini kan harusnya dieman-eman," tegasnya.

Untuk diketahui Presiden Jokowi di Stasiun Dukuh Atas, Kamis (10/8) merespons tudingan ekonom senior UI Faisal Basri soal hilirisasi nikel yang dilakukan pemerintah Indonesia selama ini justru menguntungkan China.

Menurut Jokowi tuduhan itu tidak benar dan mempertanyakan metode yang digunakan Faisal Basri dalam menyatakan China dan negara lain diuntungkan dari kebijakan hilirisasi itu. (*)



Tags Ekonomi