Rupiah Tembus Rp14.800

Selasa, 29 September 2015 - 09:23 WIB
Ilustrasi

JAKARTA (HR)-Hingga saat ini, tidak ada perkembangan menggembirakan terkait nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Setelah dibuka pada angka Rp14.440 per Dollar AS di awal pekan, rupiah terjerembab sampai level Rp14.819,5 pada Senin (28/9) kemarin.

Menyikapi hal itu, Chief economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Destry Damayanti, mengatakan, pergerakan rupiah terhadap Dollar AS masih akan terus melemah dan bergerak di kisaran Rp14.500

Rupiah
hingga Rp14.800. Pihaknya memprediksi kondisi ini akan berlangsung hingga akhir tahun.

Destry menjelaskan, masih melemahnya nilai tukar rupiah karena dua sebab. Pertama, akibat kebijakan Cina yang diperkirakan masih akan melemahkan mata uangnya.

 Selain itu, permintaan Dollar AS mendekati akhir tahun diperkirakan  akan semakin tinggi.  Hal ini untuk pembayaran utang yang jatuh tempo.


Meski nilai tukar rupiah melemah, namun kondisi ini tidak serta merta mendongkrak kinerja ekpor Indonesia. Hal itu juga dibenarkan Head of Macroeconomic and Financial Research PT Mandiri Sekuritas, Andry Asmoro.

 Dikatakan, pelemahan nilai tukar rupiah seharusnya mampu mendorong nilai ekspor nasional. Namun kondisi ini tidak terjadi tahun ini. Hal ini juga tidak terlepas dari komoditas ekspor yang menjadi andalan Indonesia, terus mengalami penurunan harga.

Selain itu, Bank Sentral AS, The Fed juga menjadi alasan ambruknya mata uang Indonesia. Sikap The Fed yang menunda kenaikan suku bunga acuannya (Fed Rate) membuat ekonomi semakin tidak pasti.


Sementara itu, pengamatan berbeda dilontarkan Head of Research PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada. Pihaknya menilai, pelemahan mata uang Garuda saat ini lebih karena masih belum adanya sinyal perbaikan pada kondisi ekonomi makro.

Mantan Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi mengatakan, merosotnya cadangan devisa Indonesia menjadi sentimen negatif bagi rupiah. "Ada faktor sentimen pelaku pasar karena jatuhnya cadangan devisa ke USD 103 miliar," terangnya.


Tidak Kondusif
Anjloknya rupiah merupakan salah satu imbas tidak kondusifnya perekonomian. Terkait dengan ancaman krisis keuangan yang menghadang, mantan Wakil Presiden Boediono turut berkomentar.

 Boediono memandang perlu ada sikap yang cepat dari pemerintah dalam menghadapi tekanan krisis global. Langkah cepat tersebut bisa dilakukan dengan membuat kebijakan yang mampu menggerakkan perekonomian.

Berbeda dengan Boediono, Presiden Republik Indonesia Ketiga BJ Habibie memperingatkan pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak hanya memikirkan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Bagi saya, waktu saya memimpin, bukan dolarnya. Yang penting adalah lapangan kerja. Untuk saat ini seharusnya pemerintah siapkan lapangan kerja secepatnya," tuturnya.


Gubernur BI Agus Martowardojo pun berani mengungkapkan penyebab hancurnya rupiah pada pekan ini. Agus menjabarkan beberapa kendala yang membuat pertumbuhan ekonomi dipangkas serta rupiah yang tertekan.

"Rupiah tertekan tidak lepas dinamika di dunia masyarakat di dunia khawatir ekonomi Tiongkok, jadi yang negara-negara sumber daya alam akan kena dampak, begitu juga Indonesia," ujar Agus.

Menurutnya, semakin nilai tukar Dollar Amerika Serikat mengugat, maka rupiah akan terus tertekan. Dirinya pun mengimbau masyarakat tidak menambah kepanikan yang membuat stabilitas ekonomi terganggu.
Agus juga mengatakan, hingga akhir tahun nilai tukar rupiah masih akan tertekan.

"Pada kuartal IV 2015 tekanan kurs diperkirakan masih akan berlanjut dengan depresiasi kuartal to kuartal dan year to date lebih rendah, kuartal IV 2015 Rp14.000 per USD (rata-rata rupiah)," ujar Agus di sela rapat asumsi RAPBN 2016. (okz, mel, ara)

Editor:

Terkini

Terpopuler