Webinar Literasi Digital, Kebebasan Berekspresi di Era Digital

Webinar Literasi Digital, Kebebasan Berekspresi di Era Digital

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Rangkaian Webinar Literasi Digital di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau kembali bergulir. Kali ini mengusung tema Kebebasan Berekspresi di Era Digital.

Kegiatan yang berlangsung pada Kamis (17/6/2021) pukul 09.00-12.00 WIB ini mengupas tentang cara berpendapat di sosial media yang baik, dan agar orang lain mau mendengarkan pendapat atau kritik yang kita buat.

Kegiatan massif yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI ini bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan  kognitif-nya untuk  mengidentifikasi hoax serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.


Kegiatan yang  secara nasional telah dibuka oleh Presiden Jokowi ini dilaksanakan secara simultan di semua daerah dengan target 10 juta partisipan mengikuti webinar dan tersentuh oleh literasi digital.

Pada webinar yang menyasar segmen mahasiswa ini sukses dihadiri oleh 732 peserta daring. Hadir dan memberikan materinya secara virtual, para narasumber yang berkompeten dalam bidangnya, yakni Cecep Nurul Alam, Bidang Ahli ICT Kopertais II Jabar sekaligus Kepala Divisi e-Learning UIN Bandung , Anwar Fattah, Cyber Security Officer, Atjih Sukaesih, Kaprodi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SUSKA RIAU, Imron Rosidi, Kepala Jurusan Manajemen Dakwah. 

Selain itu, hadir juga penggiat media sosial yang juga seorang Cabin Crew, Activist, Founder @sayadietkantongplastik, Kartini Millennial Award 2020, Della Oktarina bertindak sebagai Key Opinion Leader (KOL) dan memberikan pengalamannya. Hadir pula selaku Keynote Speaker, Samuel A Pangerapan, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo.

Pada sesi pertama, Cecep Nurul Alam menyampaikan materi tentang UU ITE yang berkaitan kebebasan berekspresi. Menurut Pasal 27 UU ITE terdapat larangan mendistribusikan, membuat informasi elektronik dan dokumen bermuatan kesusilaan. Kemudian hal-hal yang harus dihindari agar saat menggunakan media sosial tidak terkena jeratan hukum sesuai UU ITE yaitu, hindari penghinaan dan pencemaran nama baik, melanggar kesusilaan, menyebarkan kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, bangsa, rasa dan antar golongan, dan menyebarkan berita bohong (hoax). 

"Tips berekspresi di dunia media sosial di antaranya adalah, tidak menyebarkan informasi pribadi, cek follower agar tidak menimbulkan masalah yang kita tidak inginkan, jaga etika agar apa yang kita ketik di media sosial tidak menimbulkan rasa tidak enak kepada orang lain. Kemudian jangan mudah percaya dengan berita-berita hoax dan jangan pernah mengklik link yang belum kita tahu," katanya.

Pembicara kedua, Anwar Fattah menyampaikan materi tentang Rekam Jejak dalam Kebebasan Berekspresi. Apa saja jejak digital yang bisa kita tinggalkan? Postingan di media sosial, pencarian Google, tontonan di Youtube, pembelian di marketplace, jalur ojek online, games online yang dimainkan, apps yang di unduh, music online yang diputar, situs web yang dikunjungi dan sebagainya. 

"Hati-hati dengan jejak digitalmu karena orang bisa melihat tingkah laku kita. Jangan pernah memposting informasi pribadi kalian seperti KTP. Jaga etika karena kita tidak pernah tahu siapa sebenarnya lawan bicara kita di internet. Kemudian kita juga harus menjaga semua password yang kita miliki, cek kembali aplikasi yang kita izinkan, dan cek informasi yang ingin kita publikasi ke media sosial," paparnya.

Sementara pembicara ketiga, Atjih Sukaesih menyampaikan materi tentang Etika Berekspresi di Era Digital. 

"Kita harus mengetahui etika dalam mengekspresikan diri, dan imbasnya kita bisa berhubungan dengan siapa pun. Mengapa harus etis? Karena perkembangan komunikasi digital mengantarkan kita kepada komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Di dunia digital kita mengenal etika berinternet atau yang lebih dikenal dengan Netiket ( Network Etiquette ), yaitu tata krama dalam menggunakan internet," ungkapnya.

"Selalu menyeleksi dan menganalisis informasi juga merupakan etika digital. Jika pelanggaran etika tersebut berkembang, dapat menjadi pelanggaran hukum. Kemudian waspadai konten negatif, yaitu informasi dan dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita hoax dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna," tambahnya.

Pembicara terakhir, Imron Rosidimenyampaikan materi tentang Digital Culture: Memahami Multikulturalisme dalam Berekspresi. 

"Perbedaan budaya offline dan budaya digital yaitu budaya offline adalah budaya kita sehari-hari atau nyata. Budaya offline itu berkembang sangat lambat, kuno, cenderung tidak jujur dan monocultural. Sedangkan budaya digital berkembang sangat cepat, canggih, jujur dan multicultural. Dunia digital memacu interaksi dengan beragam budaya. Selanjutnya kebebasan berekspresi dijamin konstitusi, hak paling asasi dari manusia, tanggung jawab yang besar dan kebebasan lisan dan kebebasan jari. Kebebasan berekspresi dibatasi oleh kebebasan orang lain untuk mendapatkan ketenangan, dalam dunia digital kita berinteraksi dengan lebih banyak ragam budaya dan menghargai keragaman budaya orang lain," katanya.

Della Oktarina sebagai key opinion leader dalam webinar kali ini menuturkan, ia menggunakan media sosial untuk campaign @sayadietkantongplastik. Komunitas ini berdiri sejak 2013 dengan tujuan untuk mengkampanyekan berhenti menggunakan kantong plastik dan beralih menggunakan tas guna ulang. 

"Small things, big impact on our environment, mencintai lingkungan sama dengan mencintai diri sendiri.  Apa yang kita berikan kepada lingkungan akan berdampak pada diri kita sendiri. Apa yang kita sharing merupakan cerminan diri kita sendiri," katanya.

Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar ini, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Avrilia Rizki Utami memberikan pertanyaan kepada Atjih Sukaesih tentang apakah etika jurnalistik dan etika digital itu sama? 

Narasumber menanggapi, diperlukan sikap bijak untuk memahami indikator yang disebut dari jurnalisme online atau kode etik jurnalistik. Dengan kondisi sekarang, menyikapi di era digital ini kita harus memahami tanpa harus menghakimi. Ada pasal-pasal tertentu jika menyalahgunakan dunia siber. Media massa memiliki kode etik jurnalistik atau jurnalisme online, jika media sosial disebut citizen journalism.

Webinar ini merupakan satu dari rangkaian 60 kali webinar yang diselenggarakan di Kota Pekanbaru. Masyarakat diharapkan dapat hadir pada webinar-webinar yang akan datang. Webinar berikutnya akan diselenggarakan pada 26 Juni 2021