Rapor Merah KPK Era Firli: Banyak Retorika, Banyak Tersangka Jadi Buron

Rapor Merah KPK Era Firli: Banyak Retorika, Banyak Tersangka Jadi Buron

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Komisaris Jenderal Firli Bahuri sudah enam bulan memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia duduk di kursi pimpinan bersama Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango.

Kepemimpinan Firli sebagai ketua lembaga antirasuah selama enam bulan ini mendapat sorotan sejumlah pihak, terutama kalangan aktivis antikorupsi. Firli dianggap terlalu banyak bicara, namun minim melakukan penindakan.

"Kemunduran KPK faktor utamanya adalah pada pimpinan, khususnya Ketua KPK Firli yang terlalu banyak retorika," kata Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, Selasa (23/6/2020).


Boyamin lantas menyorot aksi Firli yang memilih memasak nasi goreng di tengah kaburnya mantan calon anggota legislatif dari PDI-P Harun Masiku, tersangka suap permohonan PAW anggota DPR 2019-2024 pada awal Januari lalu.

Selain itu, kata Boyamin, Firli terlalu banyak menghadiri pertemuan seremonial. Berdasarkan catatan, Firli dan empat pimpinan KPK lainnya tiga kali menyambangi parlemen untuk silaturahmi dalam kurun waktu kurang dari dua bulan.

Boyamin mengatakan dalam kurun waktu enam bulan ini Firli Cs tak sangat minim dalam menjerat tersangka korupsi, terutama operasi tangkap tangan (OTT). Padahal, kegiatan penindakan ini yang mesti diutamakan oleh KPK.

Terhitung sejak Januari sampai Juni 2020, KPK baru tiga kali melakukan OTT. Namun, OTT terakhir KPK yang menyeret Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Komaruddin justru dilampahkan ke Polda Metro Jaya.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan era Ketua KPK Agus Rahardjo dalam periode enam bulan awal kepemimpinnya, Desember 2015-Juni 2016. Dalam periode enam bulan awal, Agus Rahardjo Cs berhasil melakukan delapan kali OTT.

"Korupsi tetap banyak dan pimpinan KPK tidak mampu melihat gajah dan kutu yang nempel di depan matanya," kata Boyamin.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan kinerja Firli Cs enam bulan awal ini pantas mendapat kartu merah. Menurutnya, kondisi KPK saat ini tidak terlepas dari revisi UU KPK.

Kurnia menyebut bidang penindakan dan sektor organisasi internal menjadi masalah utama dalam enam bulan kepemimpinan mantan deputi penindakan KPK itu. Ia sepakat dengan Boyamin bahwa KPK kini minim menangkap tersangka.

Berdasarkan catatan ICW, OTT yang dilakukan KPK dalam enam bulan ini hanya dua kali, yakni OTT terkait kasus dugaan suap PAW anggota DPR 2019-2024 serta OTT terhadap Bupati Sidoarjo periode 2016-2021 Saiful Ilah. Sedangkan terkait tangkap tangan pejabat Kemendikbud dan rektor UNJ, ICW tidak memasukkan itu karena gagal.

Sementara pada enam bulan pertama kepemimpinan Agus Rahardjo terjadi 8 OTT pada 2016; 5 OTT pada awal 2017; 13 OTT awal 2018; dan 7 OTT awal 2019.

"Tadi di awal kita ICW dan TII mencoba meramu kata-kata yang tepat di 6 bulan pertama dan rasanya kita tiba pada satu kesimpulan bahwa ini rapor merah bagi lembaga antirasuah," kata Kurnia.

Lebih lanjut, Kurnia menyebut saat ini KPK di bawah kepemimpinan Firli tidak lagi menyentuh perkara korupsi besar. Menurutnya, tak ada lagi tindak lanjut perkembangan kasus dugaan korupsi Bank Century, kasus BLBI, serta korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Banyak Jadi Buron

Di sisi lain, kata Kurnia, KPK hari ini lemah lantaran terdapat sejumlah tersangka yang buron alias kabur ketika dalam proses penyidikan. Dalam periode kepemimpinan Firli, 5 tersangka berhasil melarikan diri.

Mereka ialah Bos PT Borneo Lumbung Energy & Metal (BLEM), Samin Tan; eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman; menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono; Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto; dan eks Kader PDIP, Harun Masiku.

Hanya saja, Nurhadi dan Rezky sudah ditangkap tim KPK setelah tiga bulan melarikan diri. Keduanya ditangkap tim KPK di sebuah rumah di Jalan Simprug Golf 17 No. 1 Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Selain itu, KPK juga masih memiliki pekerjaan rumah karena belum juga menangkap tersangka korupsi BLBI Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, serta Izil Azhar yang sudah masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) saat kepemimpinan sebelumnya.

Di sisi lain, Firli dan kawan-kawan masih memiliki pekerjaan rumah, yakni menangkap Harun Masiku. Mantan caleg PDIP itu telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak akhir Januari 2020 lalu.

Namun, hingga kini lembaga antirasuah belum berhasil menangkapnya. Harun merupakan salah satu tersangka suap PAW anggota DPR periode 2019-2024, yang menyeret Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Koordinator MAKI, Boyamin menyatakan sebenarnya KPK memiliki waktu emas untuk menangkap Harun saat tim penyelidik menyambangi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat OTT.

"Harun Masiku tidak bisa ditangkap karena saat OTT tidak ada ketegasan pimpinan dan membiarkan tim satgas tersandera di PTIK. Sungguh hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya," kata Boyamin.

KPK mengklaim masih terus mencari keberadaan Harun. Hanya saja, lembaga antikorupsi itu belum lagi menyampaikan perkembangan pencarian Harun. KPK pun telah memasang pengumuman Harun sebagai DPO dalam laman resminya.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa dirinya tidak mau membuat tenggat waktu untuk menangkap Harun. KPK juga mengaku kesulitan karena Harun tak aktif bermain media sosial.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada 20 Februari lalu menyatakan belum ada perkembangan signifikan dari pencarian Harun. Ia mengklaim penyidik KPK masih terus bekerja mencari keberadaan politikus PDIP itu.

"Belum ada progress yang disampaikan ke pimpinan. Mungkin penyidik sudah ada titik mana yang harus dimonitor namun itu belum terinformasikan ke pimpinan," kata Alex ketika itu.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan masyarakat masih menyukai KPK gaya lama yang kuat dari sisi penindakan. Feri menyebut pencegahan penting, namun dalam penindakan hal tersebut tetap bisa dilakukan.

"Mungkin KPK juga harus fokus kepada penindakan, terutama OTT. Pencegahan tentu saja penting karena merupakan pondasi sistem antikorupsi. Namun, dalam OTT kan juga ada efek pencegahannya," kata Feri.

Feri khawatir tindak tanduk KPK belakangan ini membuat kepercayaan masyarakat menurun. Menurutnya, Firli Cs belum mampu mengkomunikasikan visi kepemimpinannya dalam pemberantasan korupsi kepada publik.

Meskipun demikian, kata Feri, penanganan kasus eks Sekretaris MA Nurhadi yang baru berhasil ditangkap usai buron beberapa bulan ini bisa menjadi titik balik KPK memberikan pembuktian bahwa selama enam bulan ini tak sebatas retorika.

"Padahal informasi ke publik bahwa KPK masih bernyawa mesti tersampaikan dengan baik. Sayang pola komunikasi KPK kian surut sejalan dengan menurunnya ekspektasi publik terhadap lembaga antirasuah itu," ujarnya.



Tags KPK