Di Ruang Sidang, Bowo Sidik Sebut Ada Aliran Dana dari Politikus Riau Nasir Terkait DAK Meranti

Di Ruang Sidang, Bowo Sidik Sebut Ada Aliran Dana dari Politikus Riau Nasir Terkait DAK Meranti

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Terdakwa kasus penerima gratifikasi Bowo Sidik Pangarso akhirnya berani blak-blakan ketika menghadiri sidang pada Rabu (23/10) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Agenda kemarin yakni jaksa memeriksa Bowo sebagai terdakwa. 

Maka, seolah menunggu momentum yang tepat, mantan anggota DPR dari Komisi VI itu mulai berani bicara blak-blakan. Apabila selama ini ia tutup mulut soal sumber dana Rp8,45 miliar, maka kemarin eks politikus Partai Golkar itu menyebutnya secara rinci. 

Bowo menuturkan duit itu berasal dari eks Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, anggota DPR dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir, dan Bupati Minahasa Selatan, Christiany Eugenia Tetty Paruntu. Bahkan, di hadapan majelis hakim, Bowo juga menyebut menerima duit mencapai US$50 ribu dari terpidana kasus mega korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto. 


"Sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan), saya ditanya uang Rp8 miliar itu dari mana. Saya bilang, pertama dapat dari saudara Sofyan Basir Rp2 miliar, kemudian saudara Enggar (mantan Menteri Perdagangan) Rp2 miliar, kemudian dari Jessica Nasir (orang dekat anggota DPR Muhammad Nasir yang ngasih saya Ro2,5 miliar. Lalu, dari Setya Novanto kasih Rp500 jutaan," tutur Bowo kemarin secara lugas. 

Sementara, sisa uang lainnya dari PT Humpuss Transportasi Kimia. Nilai duit Rp8 miliar itu kemudian ia tukar menjadi uang Rp20 ribu dan dimasukan ke dalam amplop. 

Lalu, bagaimana duit dari masing-masing orang tersebut diterima oleh Bowo? 

Uang dari Muhammad Nasir

Di hadapan majelis hakim, Bowo mengaku duit senilai Rp2,5 miliar ia terima karena sudah membantu agar Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK). Ia tidak menyebut berapa DAK yang dialirkan untuk kabupaten tersebut. 

Bupati Meranti, Irwan Nasir pernah dipanggil ke KPK untuk dimintai klarifikasi mengenai DAK pada (11/7) lalu. Usai diperiksa, Irwan tidak menampik memang mengenal anggota DPR Komisi VII, Muhammad Nasir. 

"Oh, kalau itu (Muhammad Nasir) kenal. Kan sama-sama berasal dari Riau," ujar Irwan di gedung KPK ketika itu. 

Bowo mengatakan bisa diberikan uang suap lantaran ia juga duduk sebagai anggota Badan Anggaran DPR. 

"Kemudian, saya didatangi oleh saudara Nasir, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Dia datang bersama Jessica Nasir. Mereka minta tolong bagaimana kalau Kabupaten Meranti dibantu untuk dapat alokasi DAK," kata Bowo menirukan kalimat Nasir. 

Ia mengarahkan agar Nasir dan Jessica bertemu dengan anggota DPR lainnya dari fraksi Partai Golkar, Eka Sastra. Menurut pengakuan Bowo, Eka lah yang mengurus hingga DAK bisa cair. 

"Setelah Meranti dapat DAK itu, Jessica datang lagi bersama si Nasir ke ruangan saya. Mereka memberikan uang Singapura kalau dirupiahkan kurang lebih Rp2,5 miliar," kata dia. 

Uang dari Sofyan Basir 

Sementara, duit suap dari eks Dirut PT PLN, Sofyan Basir diberikan ketika tengah santap malam di sebuah restoran di Plaza Senayan. 

"Sesuai yang tertulis di BAP, Pak Sofyan tiba-tiba ajak saya makan malam. Kita makan malam di Angus House, Plaza Senayan. Di saat kami ngobrol-ngobrol, kemudian dia memberikan uang kepada saya. Saat saya buka di kendaraan isinya SGD$200 ribu," kata Bowo. 

Ia menjelaskan ketika itu posisi Sofyan masih duduk sebagai Dirut PT PLN. Sedangkan, ia masih menjabat anggota DPR dari komisi VI. 

Namun, ketika menghadirkan mantan Dirut BRI itu sebagai saksi, ia dengan tegas membantah pernah memberikan uang suap ke Bowo. 

Uang dari eks Mendag Enggar

Lain lagi cerita pemberian uang suap dari eks Mendagri Enggartiasto Lukita. Ia mengaku diberi uang senilai SGD$200 ribu oleh utusan Enggar. Namun, ia menampik uang itu diberikan karena ada kaitannya dengan peraturan gula rafinasi. 

"Jadi, ceritanya ketika kita sidang di komisi VI, saya (bicara) dengan Pak Enggar. Pak Enggar bilang ke saya; 'nanti akan ada orang yang menghubungi Pak Bowo ya,'" ujar Bowo menirukan kalimat Enggar ketika itu. 

Kalimat Enggar itu terwujud. Beberapa hari kemudian ada seseorang yang menelepon Bowo dan memberikan uang. 

"Yang ngasih uang itu bukan orang dari Kemendag," katanya lagi. 

Namun, penuturan Bowo itu bertolak belakang dengan penggeledahan yang pernah dilakukan oleh tim penyidik komisi antirasuah. Salah satu barang bukti yang disita dari ruang kerja Enggar di Kemendag adalah kebijakan gula rafinasi. 

Ketika dikonfirmasi oleh media, Enggar langsung menepis pengakuan Bowo. Ia menyebut tidak ada kaitannya ia harus menyuap Bowo, sebab keduanya berasal dari partai yang berbeda. 

Uang dari Bupati Minahasa Selatan

Sementara, suap dari Bupati Minahasa Selatan Tetty Paruntu lain lagi. Dalam rapat dengan pimpinan Partai Golkar, Bowo diminta agar memperhatikan permintaan dari kadernya yang lain yakni seorang Bupati. 

"Kemudian, Bu Tetty minta lah kepada saya agar tolong dibantu untuk kepentingan revitalisasi pasar. Saya bilang ya langsung saja ke Kemendag, karena itu ada aturan juklak dan juknisnya yang harus dipenuhi," tutur Bowo. 

Akhirnya, kata dia, kepala dinasnya datang ke Kemendag untuk mengantar proposal. Bowo menjelaskan kepada hakim sebagai anggota DPR dari Komisi VI, ia memang memiliki kewenangan untuk memberikan rekomendasi kabupaten wilayah mana yang bisa mendapatkan dana untuk revitalisasi pasar. 

"Nah, kemudian Bu Tetty dapat (jatah dana revitalisasi) untuk dua pasar," katanya lagi. 

Ternyata, Tetty meminta bantuan lainnya yakni agar bisa membantunya tetap menjadi Ketua DPD Golkar. Caranya, Tetty meminta kepada Bowo agar mengkomunikasikan hal tersebut kepada Airlangga Hartarto yang ketika itu baru menjabat sebagai ketua umum. Bowo mengatakan Tetty mengaku ketakutan apabila ketum diganti dari Setya Novanto ke Airlangga, maka ia ikut dicopot. 

"Jadi, yang memberikan amplop (atas nama Bu Tetty) itu Dipa Malik (politikus Partai Golkar). Pertama, amplop diberikan di Plaza Senayan, kedua diberikan di Citos (Cilandak Townsquare)," ujarnya. 

Amplop pertama, kata Bowo, berisi uang Rp300 juta. Pemberian kedua juga nilainya mencapai Rp300 juta. 

Lantaran sudah menerima suap, maka Bowo ikut memproyeksikan agar Tetty tetap jadi Ketua DPD Golkar. Proposal dana revitalisasi pasarnya pun ikut berhasil. 

Nama Tetty menjadi sorotan pada pekan ini karena ia sempat dipanggil oleh Jokowi ke Istana Negara untuk dipilih sebagai Menteri.

Jaksa sulit hadirkan eks Mendag 

Dalam persidangan sebelumnya, Bowo sempat meminta agar jaksa turut menghadirkan eks Mendagri, Enggartiasto Lukita. Namun, jaksa berdalih masih menanti penetapan dari majelis hakim. Sedangkan, majelis hakim malah mempimpong dengan menunggu respons dari jaksa komisi antirasuah. 

Enggar sesungguhnya sudah pernah dipanggil oleh penyidik KPK sebanyak tiga kali yakni pada 2, 8, dan 18 Juli lalu. Namun, ia selalu mangkir dengan alasan sedang menunaikan tugas dinas ke luar negeri. 

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menyayangkan sikap yang ditunjukan oleh Enggar. Sebab, sikap tersebut tidak sesuai dengan komitmen Kementerian Perdagangan yang menyebut akan memberantas korupsi. Selain Enggar, sikap mangkir juga ditunjukkan oleh pejabat lain dari kementerian tersebut.**