UU Otsus Dinilai Gagal Merespons Masalah di Papua

UU Otsus Dinilai Gagal Merespons Masalah di Papua

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menilai UU Otonomi Khusus (Otsus) gagal merespons permasalahan yang ada di Papua, sehingga pendekatannya selalu parsial dan tidak koperhensif.

Dana Otsus diberikan selama 20 tahun yang dimulai sejak tahun 2001 sampai 2021, sekarang  tinggal 2 tahun lagi. Dengan pemberian dana otsus selama 20 tahun itu diharapkan Papua bisa melakukan suatu perubahan yang signifikan.

"Ap yang terjadi hari ini, saya kira  kita bisa melihat Papua adalah daerah yang paling miskin di antara daerah paling miskin. Bahkan kemiskinannya itu dibandingkan standar nasional tiga kali lipat di Papua yaitu 27% kemiskinannya. Di nasional 7%," kata Hakam dalam diskusi bertema "Membedah UU Otsus Papua, Telaah Upaya Pemerintah Redam Konflik di Bumi Cendrawasih", di Media Center DPR, Selasa (10/9/2019).


Menurut Hakam, pembuatan undang-undang Otsus Papua ketika itu dilakukan terburu-buru dan tidak membikin performance, indikator dan memberikan program,  pendanaan dan sebagainya. Yang penting jalan.

"Saya kira ini menjadi sangat penting bahwa pendekatan di Papua memang harus komprehensif, tidak cukup hanya dengan dana, tidak cukup dengan pendekatan ekonomi, tetapi memang harus multi aspek. Kita lihat yang terjadi di Papua tidak hanya apa yang ada di Papua itu sendiri," jelasnya.

Ke depan dia berharap, undang-undang otsus yang dinilai banyak sekali sisi kekurangan dan kelemahannya,harus dibenahi.

"Jadi awal DPR 2019-2024, harus segera melakukan penataan perubahan, karena terlihat bahwa dari segi persiapan Otsus ini memang belum menunjukkan hasil yang diharapkan," ujarnya.

Salah satu hal sangat penting ke depan menurut Hakam, harus melakukan sesuatu adanya ukuran-ukuran yang bisa dijadikan rujukan agar pembangunan di Papua itu terintegrasi, revitalisasi kelembagaan, dan pembangunan utama adalah kepada manusianya.

"Barangkali selama ini dibanggakan pembangunan infrastruktur. Jangan-jangan infrastruktur itu tidak bisa dinikmati oleh masyarakat pedalaman. Jangan hanya akses untuk membuka lahan hutan dan tambang. Jadi, artinya orang punya kekuatan modal, orang-orang yang lebih punya kapasitas untuk memanfaatkan potensi ekonomi itu yang kemudian mendapatan manfaat besar," tegasnya.

Sedangkan Mervin S Komber, senator atau anggota DPD RI asal Papua Barat berpendapat bahwa tidak signifikannya terjadi perubahan di Papua sejak dana khusus dikucurkan karena lambannya pemerintah membuat PP yang menjadi juklah dari pelaksanaan UU Otsus Papua tersebut.

Menurut Mervin Komber, sejak UU Otsus Papua dilaksanakan tahun 2001, hanya satu PP yang dikeluarkan pemerintah. Sehingga dalam mengimplementasikan UU Otsus Papua tersebut menurut dia banyak kendala di lapangan.

"Padahal kalau kita mau konsekuen melaksanakan UU Otsus, tidak mungkin terjadi masalah, tidak mungkin ada masalah, tidak mungkin ada gejolak. Menurut saya, kalau konsekuen melaksanakannya maka kemiskinan akan berkurang," ujarnya. 

 

Reporter: Syafril Amir