Mayoritas Koruptor Divonis Ringan

Mayoritas Koruptor Divonis Ringan

JAKARTA (HR)-Perang terhadap korupsi di Tanah Air, sudah lama didengungkan. Namun sayang, hal itu tidak diiringi dengan penegasan sanksi bagi para pelakunya. Pasalnya, hukuman yang diberikan kepada koruptor dinilai masih ringan.  

Hal itu diungkapkan Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, dalam jumpa pers di Kantor ICW, Senin (16/3).

Dikatakan, ICW telah memantau penanganan kasus korupsi di Indonesia sejak tahun 2005 hingga saat ini. Dari pantauan itu, pihaknya menemukan ada tiga kategori besar hukuman paling dominan untuk para koruptor.

Yakni 2 tahun penjara (34 terdakwa), 1 tahun (32 terdakwa), dan 1 tahun 6 bulan (23 terdakwa). Rata-rata vonis untuk koruptor selama Juli-Desember 2014 adalah selama  32 bulan atau 2 tahun 7 bulan penjara.

Ditambahkannya, pada semester II (Juli-Desember) 2014, ICW telah melakukan pemantauan terhadap 191 perkara korupsi dengan 219 terdakwa yang telah diputus pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).

Perkara yang terpantau tersebut berasal dari Pengadilan Tipikor (159 terdakwa), Pengadilan Tinggi (32 terdakwa), maupun Mahkamah Agung baik kasasi maupun PK (28 terdakwa).

Dari 90 perkara korupsi yang terpantau, nilai kerugian negara yang timbul mencapai Rp8,77 triliun. Sedangkan jumlah denda sebesar Rp16,37 miliar dan jumlah uang pengganti Rp1,4 triliun.

Dari 191 perkara korupsi, sebanyak 196 terdakwa (88,4 persen) dinyatakan bersalah atau terbukti korupsi dan 8 terdakwa (3,6 persen) yang divonis bebas atau lepas oleh pengadilan serta 15 terdakwa yang tidak dapat diidentifikasi vonis yang dijatuhkan majelis hakim tipikor.

Menurut ICW, ada 3 kategori untuk koruptor yaitu ringan didasarkan pada pertimbangan bahwa hukuman minimal penjara dalam pasal 3 UU Tipikor yakni 4 tahun penjara. Maka hukuman 4 tahun ke bawah masuk kategori ringan. Sedangkan vonis masuk kategori sedang adalah vonis di atas 4 tahun hingga 10 tahun. Masuk kategori vonis berat adalah kasus korupsi yang divonis di atas 10 tahun penjara.

Pada semester II tahun 2014, dominan hukuman untuk koruptor masuk kategori ringan (<1-4 tahun) yaitu sebanyak 178 terdakwa (81,2 persen). Sedangkan masuk kategori sedang (<4-10 tahun) hanya ada 16 terdakwa (7,3 persen) dan kategori berat (di atas 10 tahun) hanya 2 orang (0,9 persen) yang divonis di atas 10 tahun penjara.

Dari seluruh kasus korupsi yang divonis bersalah di semester II tahun 2014, Chris Sridana adalah terdakwa yang divonis paling berat. Pengadilan Tinggi Denpasar menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap Chris yang tersangkut kasus korupsi retribusi parkir Bandara Ngurah Rai tahun 2008-2011. Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar tersebut menguatkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar yang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada yang bersangkutan pada 5 Mei 2014.

"Tidak ada pelaku korupsi yang divonis 20 tahun penjara," kata Emerson.

Dalam kurun waktu semester II juga, mantan Gubernur Riau Rusli Zainal dijatuhi vonis 14 tahun penjara dalam kasus korupsi pembangunan sarana olahraga PON. Dalam kategori putusan paling ringan, Pengadilan Tipikor Ambon memvonis Efradus Efrat Waisapy dengan hukuman 3 bulan penjara dalam perkara 228/Pid.SUS/2014/PN.AB. Jumlah kerugian yang ditimbulkan dalam kasus ini tak dapat diidentifikasi.

Sementara, berdasarkan asal pengadilan yang membebaskan pelaku korupsi, dari 8 terdakwa sebanyak 3 orang terdakwa dibebaskan oleh Pengadilan Tipikor Pontianak. 2 Orang terdakwa dibebaskan oleh Pengadilan Banda Aceh. Pengadilan Tipikor Gorontalo membebaskan 1 orang terdakwa. Pengadilan Tipikor Ambon membebaskan 1 orang terdakwa.

Dari sisi aktor, pelaku yang paling banyak diadili oleh pengadilan pada semester II tahun 2014 yakni pejabat atau pegawai di lingkungan pemda (kotamadya, kabupaten, provinsi) yaitu sebanyak 70 terdakwa. Selanjutnya adalah swasta (43 terdakwa), BUMN/BUMD 11 terdakwa. Sebanyak 60 terdakwa masuk ke dalam kategori lain-lain dikarenakan tak dapat masuk kedalam kategori lainnya dan tak dapat teridentifikasi dengan baik latar belakang profesi para terdakwa.

Sedangkan kerugian negara terbesar, antara pada perkara korupsi pemberian FPJP Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya. Dalam kasus ini, negara dirugikan sebesar Rp7 triliun. Budi sendiri divonis 10 tahun penjara. Selanjutnya kasus korupsi penggunaan jaringan telekomunikasi dengan terdakwa Indar Atmanto dengan kerugian negara Rp1,3 triliun. Ia divonis 8 tahun penjara. (dtc, ral, sis)