Kejati Riau Tetapkan Tersangka Baru Korupsi di Bappeda Rohil

Kejati Riau Tetapkan Tersangka Baru Korupsi di Bappeda Rohil
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah merampungkan penyidikan kasus dugaan korupsi anggaran di Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Rokan Hilir (Rohil) tahun 2008-2011, dengan tersangka LH. Dalam waktu dekat, Penyidik akan melimpahkan tersangka dan barang bukti atau tahap II ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
 
LH merupakan oknum pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Kabupaten Rohil. Ia ditetapkan sebagai pesakitan setelah penyidik melakukan pengembangan atas perkara yang menjerat mantan Kepala Bappeda Rohil, Wan Amir Firdaus, dan tiga stafnya yaitu Pejabat Verifikasi Pengeluaran Bappeda Rohil, Rayudin, Bendahara Pengeluaran Bappeda Rohil tahun 2008-2009, Suhermanto, dan Hamka selaku Bendahara Pengeluaran tahun 2010-2011. Keempatnya telah dihadirkan ke persidangan dan divonis bersalah.
 
Pada persidangan tersebut terungkap sejumlah fakta baru yang melibatkan pelaku lainnya hingga dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru, hingga muncul nama LH yang saat itu merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Bappeda Rohil. Oleh penyidik, LH telah dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Pekanbaru, Selasa (16/1/2018) kemarin.
 
Dikatakan Asisten Pidsus Kejati Riau, Sugeng Riyanta, proses penyidikan terhadap LH sudah rampung, dimana berkasnya dinyatakan lengkap atau P21. "Untuk kasus di Bappeda Rohil (tersangka LH, red) sudah P21," ujar Sugeng kepada Riaumandiri.co, Rabu (24/1/2018).
 
Selanjutnya, kata Sugeng, pihaknya telah menjadwalkan proses tahap II perkara tersebut, agar perkara tersebut segera ditingkatkan ke tahap penuntutan. "Tadi saya sudah buat jadwalnya. Untuk tahap II pekan depan," pungkas Sugeng.
 
Untuk diketahui, dugaan korupsi ini berawal ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan jumlah transaksi yang masuk dan keluar di rekening Wan Amir Firdaus sebesar Rp17 miliar lebih. Uang itu diduga berasal dari proyek fiktif di Bappeda Rohil. 
 
Dari penyidikan diketahui uang masuk dari praktik korupsi yang ada di rekening sebesar Rp8,7 miliar. Sementara yang masuk dari gratifikasi Rp6,3 miliar. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan kerugian negara sebesar Rp1.826.313.633. 
 
Pada persidangan sebelumnya, Wan Amir menyebutkan uang tersebut merupakan milik pribadinya. Uang itu sebagian hak honor dan tunjangan di Bappeda dan tambahan honor dari SKPD di luar Bappeda dan penerimaan penghasilan lainnya.
 
Beda dengan Hamka, Suhermanto dan Rayudin yang dalam keterangan menyebutkan tiap tahun terpaksa membuat SPPD fiktif dan sisa anggaran dikirim ke rekening Wan Amir Firdaus sehingga tidak ada defisit anggaran. Pengiriman itu dilakukan atas permintaan Wan Amir Firdaus selaku Pengguna Anggaran (PA).
 
Setiap bulan saat menjabat Kepala Bappeda Rohil, Wan Amir Firdaus  juga hanya menerima gaji sebesar Rp5 juta, tunjangan yang masuk tiap per tiga bulan dan beberapa kali perjalanan dinas selama satu triwulan. Jadi sangat tidak mungkin kalau uang itu berasal dari gaji dan honornya.
 
Reporter:  Dodi Ferdian
Editor:  Rico Mardianto