Petani Sesalkan Impor Bawang Merah dan Cabai

Petani Sesalkan Impor Bawang Merah dan Cabai

PADANG (HR)- Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbar mengakui belum membutuhkan impor bawang merah dan cabai seperti yang akan dilakukan pusat untuk mengendalikan harga menjelang Ramadan. Keyakinan ini muncul me­nyusul ketersediaan stok dua komoditi itu di Sumbar saat ini masih di level aman dan bahkan surplus.

Hal itu dikatakan Kadisperindag Sumbar, Ir. Mudri­ka saat ditemui Haluan di ruang kerjanya. Ia menu­turkan, dari data Disperindag Sumbar, untuk cabai merah stok selama Ramadan diperkirakan 4.320 ton, sedangkan kebutuhan 3.006 ton, sehingga masih surplus 1.254 ton. Bawang merah stoknya 3.644 ton, kebutu­han pasar 1.837, jadi sur­plus­nya 1.807 ton. “Jadi, kita bisa lihat, belum perlu pe­nam­bahan cabai dan bawang melalui impor,” terangnya.

Hanya saja, Mudrika tak menutup kran untuk impor dua komoditas tersebut, jika terjadi gejolak sewaktu-wak­tu, mengingat kondisi pasar selama Ramadan tidak bisa dipastikan berjalan sesuai langkah yang telah disusun.

Dari kalangan petani, sikap pemerintah yang akan membuka kran impor untuk bawang merah dan cabai justru melahirkan kekecewaan. Petani di Limapuluh Kota contohnya. Mereka merasa pemerintah tak menghargai beban produksi un­tuk menghasilkan bawang dan cabai. Mereka merasa sudah cukup  terbebani dengan besar­nya modal. Kini dengan adanya impor bawang, dipastikan, ba­wang dan cabe mereka bakal dihargai lebih murah lagi.

Petani bawang merah di Loban, Wed (33) menjelaskan, harga bawang merah yang dihasilkannya, hanya dibeli pedagang pengumpul Rp18 ribu tiap kilogram. Padaha, beberapa waktu lalu, harganya bisa mencapai Rp38 ribu/kg. “Dengan adanya rencana impor bawang oleh pe­merintah, dipastikan, harga bawang akan semakin anjlok. Belum lagi kebutuhan petani aka semakin tinggi. Selain biaya masuk sekolah, juga memasuki bulan Ramadan yang dipastikan biaya rumah tangga akan naik.

Apalah jadinya, kalau memang benar pemerintah mengimpor bawang,” katanya. Pedagang bawang merah di Pasar Ibuah, Payakumbuh, Rah­mad (24), menyebutkan harga bawang selalu berfluktuasi. Di level tertinggi, harga bawang merah pernah menyentuh Rp 50.000/kg. Sedangkan di level terendah harga bawang merah justru hanya Rp 15.000-18.000/kg.

Petani di Alahan Panjang, Kabupaten Solok kini juga tengah dihadapkan pada anjloknya harga bawang merah di sentra produksi kini anjlok lagi. Jika sebelumnya harga perkilogram bawang barang kualitas super berada di kisaran Rp20 ribu, kini harganya justru terjerembab di pusaran Rp16 ribu. Petani setempat, Mustafa kepada Haluan saat berada di lokasi tanaman bawang Bancah Panjang Tj.Balik Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok berharap melalui instansi terkait agar pemerintah dapat memperhatikan kondisi petani yang sejak lama mengalami pasang surut.

Seorang petani cabe di Nagari Selayo Tanang Bukit Sileh Kecamatan Lembang Jaya Kabupaten Solok, Pardi (47) menyebutkan, rencana pemerintah ini jelas tidak berpihak kepada rakyat kecil khususnya para petani.

Menurutnya, saat segala kebutuhan pertanian mahal, kebijakan impor bawang merah dan cabai yang katanya untuk menstabilkan harga oleh justru akan merugikan petani.  Ia menegaskan, kalau harga cabe murah dan berada di bawah angka Rp15.000 perkilo akan membuat petani merugi, menyusul tingginya harga produksi.(hhc/war)