Pramuka Dicabut dari Ekskul Wajib di Sekolah, Ini Respons Komisi X DPR

Pramuka Dicabut dari Ekskul Wajib di Sekolah, Ini Respons Komisi X DPR

RIAUMANDIRI.CO - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencabut Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib sekolah bersifat kebablasan.

Ia menekankan bahwa Pramuka harus tetap ada di sekolah sebagai salah satu alternatif bagi pelajar untuk membentuk karakter pelajar yang sesuai dengan pancasila.

 

“Kebijakan penghapusan Pramuka sebagai ekskul wajib bagi kami kebablasan. Pramuka selama ini telah terbukti memberikan dampak positif bagi upaya pembentukan sikap kemandirian, kebersamaan, cinta alam, kepemimpinan, hingga keorganisasian bagi peserta didik,” ujar Huda melalui rilisnya Selasa (2/4/2024).

Politisi PKB itu menegaskan bahwa klausul adanya kegiatan ekskul Pramuka bersifat wajib merupakan tindakan afirmasi. Oleh karena itu, penyelenggara sekolah, peserta didik, maupun tenaga pendidik mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakannya mengingat adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka dan Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Kepramukaan.

Di sisi lain, dirinya menekankan bahwa para pelajar pun tidak dipaksakan untuk mengikuti pramuka, mereka memiliki opsi untuk mengikuti atau tidak.
Pipilihnya Pramuka sebagai ekskul wajib tentu mempunyai alasan dan dasar hukum jelas.

Pramuka secara historis telah terbukti sebagai kegiatan yang efektif dalam menanamkan rasa cinta Tanah Air, mengajarkan semangat kemandirian dan kebersamaan, sekaligus melatih kepemimpinan dan organisasi," ujarnya.

Tidak hanya itu menurutnya, ekstrakurikuler Pramuka merupakan salah satu ekstrakulikuler yang bisa menghalau para pelajar dari aktivitas negatif, terutama paparan media sosial yang membuat para pelajar tidak aktif untuk melakukan kegiatan fisik.

“Jangan semua dibayangkan peserta didik kita semua ada di kota-kota besar yang mempunyai akses informasi cukup untuk memahami kebutuhan pengembangan diri mereka. Bagaimana dengan peserta didik yang ada di pelosok nusantara? Bisa jadi mereka akan memilih tidak ikut ekskul karena hanya bersifat sukarela,” tandas Huda.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mempertanyakan keputusan dicabutnya Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di satuan pendidikan.

Pasalnya, selain memiliki fungsi kontrol, ia menilai Pramuka bisa menjadi penyalur energi muda para pelajar, di luar kegiatan pendidikan formal.

Dede menyatakan Komisi X DPR RI akan memanggil Kemendikbudristek untuk memperoleh tanggapan dan masukan dari perwakilan Pramuka.

"Perlu ada klarifikasi dari Mendikbudristek. Mas Menteri perlu menjelaskan makna ‘sukarela’ ini yang tercantum dalam peraturan baru. Kami juga perlu mendengar respon dari kwartir daerah dan kwartir nasional. Masing-masing dari respon ini, akan jadi pertimbangan kami untuk mencari solusi pendidikan karakter, akhlak, dan moral,” tutur.

Politisi Partai Demokrat itu menyampaikan akan lebih baik jika Pramuka tetap wajib digelar di satuan pendidikan, namun para pelajar diberikan opsi untuk memilih. Selain itu, ia berharap kegiatan Pramuka yang diselenggarakan tidak membebani para pelajar maupun peserta didik.

Baginya, Pramuka perlu dipertahankan lantaran sebagai salah satu ruang bagi pelajar untuk melatih karakter dan moral pelajar. "Pada dasarnya perjuangan kawan-kawan Pramuka dulu menjadikan ekskul itu wajib niat awalnya itu sungguh sangat luar biasa, yaitu untuk memberikan pelatihan pendidikan karakter dan moral serta sikap disiplin dan kemandirian bagi siswa-siswa," pungkas Dede.

 Sebelumnya, Mendibudristek Nadiem Anwar Makarim mencabut pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Peraturan tersebut ditetapkan di Jakarta pada 25 Maret 2024 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 26 Maret 2024.

Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 hanya merevisi bagian pendidikan kepramukaan dalam Model Blok yang mewajibkan perkemahan, menjadi tidak wajib. Namun demikian, jika satuan pendidikan akan menyelenggarakan kegiatan perkemahan, maka tetap diperbolehkan. Selain itu, keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler juga bersifat sukarela.

UU Nomor 12 Tahun 2010 pun menyatakan bahwa gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis. Sejalan dengan hal itu, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 mengatur bahwa keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Pramuka, bersifat sukarela. (*)