LPSK Nilai Permohonan Perlindungan Istri Ferdy Sambo Sudah Janggal Sejak Awal

LPSK Nilai Permohonan Perlindungan Istri Ferdy Sambo Sudah Janggal Sejak Awal

RIAUMANDIRI.CO - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menilai ada kejanggalan dari permohonan perlindungan sebagai korban kekerasan seksual dengan pemohon istri Irjen Pol. Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dalam kasus penembakan Brigadir J.

Sejak awal memang ada kejanggalan dalam permohonan ini," kata Hasto Atmojo Suroyo dalam konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta,  Senin (15/8/2022).

Kejanggalan tersebut antara lain, adanya dua permohonan kepada LPSK yang berkaitan dengan dua laporan polisi (LP) bernomor sama namun tanggal berbeda.

LP pertama yaitu LP/B/1630/VII/2022/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA tanggal 9 Juli 2022 terkait dugaan tindak pidana kejahatan terhadap kesopanan dan perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dan/atau kekerasan seksual.

LP kedua yaitu LP/368/A/VII/2022/PKT/POLRES METRO JAKSEL tanggal 8 Juli 2022 terkait dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan.

Kejanggalan tersebut makin menguat, setelah LPSK mencoba berkomunikasi dengan Putri Candrawathi dan tidak bisa mendapatkan keterangan apa pun.

"Kami juga ragu-ragu apakah Ibu P (Putri Candrawathi) ini sebenarnya berniat mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK atau Ibu P ini sebenarnya tidak tahu-menahu tentang permohonan, tetapi ada desakan dari pihak lain untuk mengajukan permohonan perlindungan LPSK," ujarnya.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menambahkan, dengan adanya dugaan kejanggalan itu membuat LPSK berhati-hati mendalami permohonan perlindungan dengan pemohon Putri Candrawathi tersebut.

"Dalam diskusi terbatas yang LPSK lakukan dengan berbagi ahli, ada hal yang menurut pandangan dari informasi yang diperoleh, ada hal yang ganjil, janggal, dalam proses ini, yang sudah kami singgung dalam rekomendasi," kata Edwin.

"Ada satu fakta yang tidak terbantahkan pada peristiwa 8 Juli itu adalah Brigadir Yosua ditemukan dalam keadaan meninggal dunia akibat pembunuhan," ulasnya.

Oleh karena itu, dia pun mempertanyakan mengapa tidak ada inisiatif untuk menerbitkan laporan ke polisi terkait dengan peristiwa pembunuhan Brigadir J.

Ia juga mengungkapkan adanya desakan kepada LPSK pada saat penelaahan awal permohonan agar segera memberikan perlindungan kepada Ibu PC sebagai korban kekerasan seksual meski pada akhirnya permohonan tersebut tidak LPSK kabulkan.

"Ketika penelaahan ada proses koordinasi ada pihak-pihak yang secara resmi meminta, mendorong LPSK untuk melindungi Ibu PC dan pihak yang secara resmi itu juga menjadi bagian yang mendapatkan sanksi internal di kepolisian," ujar Edwin.

Atas dugaan kejanggalan tersebut, LPSK merekomendasikan agar Inspektorat Pengawasan Umum Polisi Republik Indonesia (Irwasum) melakukan pemeriksaan atas dugaan ketidakprofesionalan dalam upaya menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice), dan pemeriksaan terkait dengan penerbitan dua laporan polisi (LP) bernomor sama namun bertanggal berbeda, serta tidak diterbitkannya LP Model A terhadap kematian Brigadir J sesaat setelah peristiwa.

LPSK telah memutuskan untuk menolak permohonan perlindungan sebagai korban kekerasan seksual dengan pemohon Putri Candrawathi dalam kasus penembakan Brigadir J. (*)