Soal Kepastian Ibadah Haji 2021, Wamenag: Yang Tahu Hanya Allah dan Raja Arab

Jumat, 09 April 2021 - 21:11 WIB
Suasana Ka'bah sejak wabah corona melanda Arab Saudi. Foto diambil pada 6 April 2020. (dok. Husin Albaini)

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA – Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kepastian penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2021 ini.  

“Hingga hari ini, detik ini, belum ada kepastiannya. Yang tahu itu hanya ada dua, yaitu Allah dan Raja Arab,” kata Zainut dalam diskusi dengan “Menanti Kepastian Pemberangkatan Haji 2021”, di Media Center, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/4/2021) bersama Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid.

Meski menyatakan belum ada kepastian, Zainut optimis penyelenggaraan ibadah haji tahun diselenggarakan. Alasannya, kasus Covid-19 sudah mulai melandai di Arab Saudi. Selain ada ada kebijakan Arab Saudi yang akan kembali membuka penerbangan untuk masuk ke negara tersebut 17 Mei 2021 mendatang.

Karena itu kata Zainut, pemerintah telah menyiapkan beberapa skenario jika ibadah haji tahun ini tetap diselenggarakan. Skenario itu, seperti pemberangkatan 100%, 50%, 30% dan 10%.

“Jadi persiapan kita sudah matang jika sewaktu-waktu Pemerintah Arab Saudi menyatakan adanya penyelenggaraan ibadah haji dan mengizinkan dari negara lain, termasuk jemaah Indonesia,” jelas Zainut.

Ditiadakan Saja

Sedangkan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, jika ibadah haji tahun ini dilaksanakan dan pengiriman jemaah Indnesia hanya diberi 10% dari kuota normal, maka lebih baik Indonesia tidak mengirimkan calon jemaahnya.

“Karena ini bisa menimbulkan rasa ketidakadilan bagi calon jemaah. Kuota yang diberi 10% itu bisa saja diatur dan dimainkan oleh oknum-oknum. Jadi lebih baik ditiadakan saja. Di sinilah tugas diplomatik yang perlu diperankan oleh pemerintah untuk melakukan lobi kepada Arab Saudi untuk menambah kuota itu,”  kata politikus dari PKB itu.

Jika tetap diberangkatkan 10%  dari kuota, Jazilul meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama untuk menetapkan persyaratan yang jelas, tegas dan terbuka bagi calon jemaah yang bisa diberangkatkan, agar tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan bagi calon jemaah yang tidak berangkat.

Salah satu solusi yang diusulkan Jazilul adalah dengan mengundi secara terbuka. Pihak yang melakukan pengundian ini juga harus jelas kredibilitasnya. Artinya pengundian itu harus dilakukan secara jujur.

Alasan lain Jazilul agar Indonesia meniadakan pemberangkatan jemaah haji adalah terkait penggunaan vaksin covid-19. Menurut informasi yang diperolehnya, Arab Saudi menetapkan salah satu syarat calon jemaah adalah telah disuntuk vaksin Covid-19 yang sudah mendapat sertifikasi dari WHO.

“Sementara kita di Indonesia sudah melakukan vaksinasi dengan menggunakan Vaksin Sinovac dari China.  Informasinya Vaksin Sinovac ini belum mendapat sertifikasi dari WHO. Bagaimana dengan calon jemaah yang sudah memenuhi syarat berangkat tapi sebelumnya mereka sudah divaksinasi dengan Vaksin Sinovac,” kata Jazilul.

Menanggapi hal itu, Wamenag Zainut mengaku pihak belum mengetahui soal vaksin yang direkomendasikan pemerintah Arab Saudi. Zainut mengatakan bahwa pihaknya akan menanyakan kepada Kementerian Kesehatan.

Jangan Naikkan Biaya

Dalam diskusi tersebut, Jazilul juga memerintah tidak menaikkan biaya haji. Seharusnya calon jemaah yang gagal berangkat tahun lalu mendapat bonus, bukan malah biayanya dinaikan.

Jazilul mengilustrasikan dengan calon penumpang pesawat. Jika pesawat terlambat berangkat diberi bonus minuman atau makan. Bahkan jika keterlambatan itu sampai dengan jam tertentu diberikan fasilitas hotel.

“Kita tahu di awal sudah dilakukan akad dan tidak boleh di tengah jalan nambah. Kalau kita transaksi, di tengah jalan harus dirubah harganya, secara akad Syariah juga salah itu. Masalahnya untuk haji di situ ada bisnis.  Ini kalau dalam bisnis, sama juga dengan monopoli. Kalau ada pilihan tentu saya memilih yang lebih enak, murah. Ini kan tidak ada pemilihan” kata Jazilul.

Wamenang menagaskan, penambahan biaya itu karena dalam pelaksanaannya menerapkan protokol kesehatan Covid. Dia mencontohkan untuk penerbangan hanya diisi setengah dari kapasitas tempat duduk. Begitu juga soal akomodasi, penginapan hanya diisi dengan setengah dari kapasitas. Belum lagi biaya karantina dan tes Covid yang dilakukan beberapa kali.

Editor: Nandra F Piliang

Tags

Terkini

Terpopuler