HIV dan AIDS di Dunia Kerja

Selasa, 01 Desember 2015 - 08:50 WIB
ILUSTRASI

Peningkatan temuan kasus HIV dan AIDS baik secara regional, nasional bahkan daerah direspons beragam. Namun secara keseluruhan menyatakan keprihatinannya. Namun keprihatinan saja tidak cukup, perlu langkah terobosan dalam mengurangi dampak dari peningkatan kasus tersebut.

Berkenaan dengan peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) Tahun 2015 dengan tema perilaku sehat, maka upaya yang dilakukan dalam penanggulangan AIDS harus tepat sasaran. Untuk membuat langkah terobosan, maka tentu perlu diketahui dulu titik episentrum yang menyebabkan penyebaran HIV dan AIDS. Dan salah satu metode untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan mengamati temuan data kasus HIV dan AIDS.

Secara nasional berdasarkan data Kementerian Kesehatan, selama tahun 2014 jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 32.711 orang. Presentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25 – 49 tahun (71,9 %), diikuti oleh kelompok umur 20 – 24 tahun (15 %) dan kelompok umur di atas 50 tahun (5,6 %). Persentase faktor resiko HIV tertinggi adalah karena hubungan seks. Sementara temuan kasus AIDS selama tahun 2014 dilaporkan sebanyak 5.494 orang. Karakteristik temuan kasus AIDS lainya hampir sama dengan temuan kasus HIV seperti factor resiko dan kelompok umur.

Kasus kumulatif HIV dan AIDS di Kota Pekanbaru berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru hingga Juni 2015 mencapai 803 kasus HIV dan 739 kasus AIDS. Dari jumlah temuan kasus HIV tersebut 57 % kasus ditemukan pada laki-laki sementara pada perempuan ditemukan 43 % kasus.

Sementara kasus AIDS 73 % ditemukan pada laki-laki sementara pada perempuan ditemukan 23 %. Jika dilihat berdasarkan pekerjaan sebagian besar ditemukan pada wiraswasta yaitu 143 kasus HIV dan 205 kasus AIDS. Sementara pada pekerja swasta 225 kasus HIV dan 222 kasus AIDS. Selanjutnya pada ibu rumah tangga yang mencapai 98 kasus HIV dan 78 kasus AIDS.

Berdasarkan data tersebut jelas tergambar bahwa episentrum atau titik pusat penyebaran HIV dan AIDS terdapat pada 3 (tiga) titik yaitu pada usia produktif, pada laki-laki dan terjadi karena factor resiko seksual. Oleh sebab itu, untuk dapat menyasar ketiga episentrum ini maka diperlukan focus pada sasaran mana yang patut dijangkau untuk mencapai tiga episentrum tersebut.

Memperhatikan gambaran tersebut, maka penulis menganggap sasaran yang patut dijadikan target utama adalah tempat kerja atau dunia kerja. Karena kelompok usia produktif termasuk dalam dalam usia kerja,sementara sebagian besar pekerjaan digeluti oleh laki-laki yang tentu saja rentan dengan perilaku seksual beresiko antara lain seks bebas dan berganti pasangan.

Oleh sebab itu, tempat kerja atau dunia kerja menjadi strategis untuk dijangkau atau ditargetkan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS. Namun, membangun komunikasi dengan perusahaan atau dunia kerja tidak mudah. Sebagian besar perusahaan atau dunia kerja cenderung menganggap issu penanggulangan HIV dan AIDS adalah issu  atau sesuatu yang tidak prioritas/ bahkan justru dianggap  kontarproduktif dengan kinerja perusahaan.

Bahkan sebagian perusahaan atau manajemen dunia kerja sudah menganggap pekerjanya bersih atau bebas dari HIV dan AIDS tanpa dasar dan  pertimbangan yang benar.

Sebagian besar perusahaan atau dunia kerja juga menganggap upaya penanggulangan AIDS di tempat kerja justru akan membuat keresahan dan membuat citra perusahaan menjadi buruk. Perusahaan juga terkesan menganggap mudah kalaupun suatu saat akan ditemukan kasus HIV di perusahaan. Mekanisme pemutusan hubungan kerja menjadi pilihan jika itu terjadi.

Dan setelah itu masalah dianggap selesai dan benar.
Melalui tulisan ini, penulis akan menggambarkan tentang manfaat apa yang akan diperoleh perusahaan jika perusahaan melakukan upaya penanggulangan AIDS di tempat kerja. Manfaat yang akan diperoleh tentu berhubungan dengan karakteristik epidemic HIV dan AIDS. Dengan melaksanakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS diperusahaan, maka perusahaan akan memperoleh manfaat sebagai berikut ;
Pertama, dengan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS di perusahaan, maka dapat memunculkan kewaspadaan perusahaan khususnya karyawan untuk secara bersama mencegah agar tidak tentifeksi HIV dan AIDS. Karena infeksi HIV tidak hanya berpengaruh pada pribadi yang terinfeksi tetapi juga berpengaruh ke kinerja perusahaan. Karena jika seseorang atau pekerja yang terinfeksi HIV dan tidak terkawal dengan baik dapat menyebabkan rentan untuk sakit karena system kekebalan tubuh yang menurun.

Akibatnya yang bersangkutan akan semakin sering izin sakit yang tentu saja dapat merugikan produktifitas perusahaan. Disamping tagihan biaya atau biaya pengobatan semakin meningkat. Situasi akan semakin merugikan perusahaan jika pekerja tersebut adalah pekerja yang cakap, berpengalaman dan senior.

Kedua, upaya jangka pendek dengan memberhentikan atau memecat pekerja jika ditemukan kasus HIV juga tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Karena pekerja atau karyawan bagi perusahaan merupakan asset perusahaan. Apalagi pada  karyawan yang sudah professional baik dari sisi keterampilan maupun pengalaman. Untuk kembali melakukan perekruitan juga memerlukan proses dan biaya termasuk biaya pelatihan atau training.

Ketiga, anggapan bahwa citra perusahaan akan buruk dengan adanya upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS juga tidak sepenuhnya benar. Justru masyarakat dan dunia usaha lain akan menilai bahwa perusahaan peduli dengan kesehatan karyawanya. Selain itu dimata pengambil kebijakan atau pemerintah, upaya penanggulangan AIDS di perusahaan dianggap point penting.

Karena pemerintah khususnya Kementerian Tenaga Kerja dan transmigrasi sudah mengeluarkan kebijakan berupa Keputusan Menteri  Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 68 tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan AIDS di tempat kerja. Dan sebagai implementasi penerapan kebijakan tersebut Kemenakertrans rutin menyelenggarakan AIDS Award bagi perusahaan yang peduli dengan HIV dan AIDS di tempat kerja.

Keempat, anggapan bahwa biaya untuk penanggulangan AIDS dianggap sebagai inefisiensi juga tidak relevan. Karena upaya penanggulangan dapat disiasati dengan diintegrasikan dalam kegiatan rutin perusahaan. Perusahaan juga tidak perlu membuat tim atau departemen khusus tetapi cukup dimasukkan dalam departemen yang sudah ada.

Pertanyaan berikutnya adalah apakah kalau perusahaan atau tempat kerja  melakukan upaya penanggulangan AIDS, dapat significant mengurangi kasus HIV?jawabanya perlu dibuktikan lebih lanjut antara lain melalui analisis data kasus atau penelitian dan survey.

Namun secara umum penanggulangan AIDS di tempat kerja bukanlah sesuatu yang mahal dan kontraproduktif dengan produktivitas perusahaan. Upaya penanggulangan dapat dilakukan dengan biaya murah tanpa mengabaikan manfaat yang diperoleh. Citra perusahaan juga tidak akan rusak jika perusahaan melaksanakan upaya penanggulangan AIDS. Dan yang lebih penting lagi adalah pekerja atau karyawan yang merupakan asset perusahaan dapat terlindung dari bahaya HIV dan AIDS.

Upaya pencegahan HIV dan AIDS dapat dilakukan dengan biaya murah dan sederhana. Tentu akan berbeda antara perusahaan atau tempat kerja sesuai dengan karakterisitik perusahaan itu sendiri. Upaya penanggulangan dapat dijadikan bagian dari kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau biasa disebut K3. Tim yang melaksanakan juga dapat memanfaatkan tim K3 atau sebutan lain diperusahaan. Dengan demikian ketakutan akan ada penambahan biaya produksi dan munculnya keresahan dapat dikurangi.

 Lebih jauh lagi diharapkan epidemic HIV dan AIDS dapat dikendalikan. Semoga.***

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Kota Pekanbaru.
 

Editor:

Terkini

Terpopuler