Ke Mana Nyali Masyarakat Riau?

Jumat, 23 Oktober 2015 - 10:16 WIB
Perdana Putra Wartawan Haluan Riau

Sudah sekitar 18 tahun masyarakat Riau dijajah dengan namanya asap. Selama itu pula, masyarakat Riau menghirup partikel-partikel berbahaya yang ada di asap. Kalau kita rontgen paru-paru salah seorang masyarakat Riau mungkin sudah beratusan juta partikel berbahaya ini mengendap di dalam tubuh.

Lantas kenapa masyarakat Riau masih diam? Jangan bilang Pemerintah Riau tidak bekerja. Sudah bersusah payah mereka memadamkan api dan sudah susah payah menetapkan tersangka. Jangan bilang Pemerintah Pusat juga lepas tangan. Lihat dari zamannya Pak SBY hingga Jokowi, kedua pemimpin tertinggi Indonesia itu datang ke Riau untuk mengatasi asap. Namun hasilnya? Asap tetap ada di mana-mana.

Kalau sudah begitu, masyarakat Riau harus bagaimana? Pemerintah Daerah sudah, Pemerintah Pusat juga sudah. Apakah hanya harus pasrah menunggu ajal kematian? Tidak masih ada jalan untuk mengatasinya yaitu dengan bantuan Tuhan. Kita ingin Tuhan bersuara.
Ingat, suara rakyat adalah suara Tuhan. Pemerintahan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sudah sepatutnya rakyat yang bergerak. Rakyat mana yang bergerak? Jangan hanya dengan 100 orang berteriak lantang. Datang beribu-ribu kali pun melakukan demonstrasi tidak akan terdengar hingga ke pusat itu. Namun jika 100 ribu atau bahkan 1 juta rakyat Riau yang berteriak turun ke jalan maka itu sudah cukup memekakkan telinga hingga ke pusat tersebut.

Mana agent of change mahasiswa Riau, mana LSM-LSM yang peduli dengan kehidupan masyarakat Riau? Ada ribuan mahasiswa Riau yang tersebar di Universitas Riau, Unilak, UIR, UIN dan lainnya. Kemana mereka? Sudah saatnya bersatu. Ini menyangkut marwah Riau. Tanah kelahiran bumi Melayu. Kita sudah dinjak-injak selama 18 tahun. Apakah hanya pasrah?
Atau mungkin mereka tidak berdaya terhadap asap. Otak mereka sudah diracuni asap sehingga tidak lagi mampu bersatu keluar dari penjajahan asap ini. Atau mungkin mereka masih berlindung di balik masker sambil menunggu ajal. Atau mungkin secara diam-diam sudah pergi dari Riau untuk menghirup udara segar seperti pengecut.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Apakah kita tunggu korban berjatuhan meninggal dunia. Jangan bilang nanti meninggal karena asap, bilang saja karena paru-paru lah, asma lah, sesak napas lah atau apa saja. Ayo kita bergerak turun ke jalan!!!

Editor:

Terkini

Terpopuler