Annas Akui Minta Dana Operasional

Selasa, 20 Januari 2015 - 07:58 WIB
Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/1). Beberapa barang bukti ditunjukkan JPU di hadapan hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta.

JAKARTA (HR)-Sidang kasus dugaan suap alih fungsi lahan, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/1). Sidang kemarin berjalan menarik, karena menghadirkan Gubri nonaktif Annas Maamun sebagai saksi untuk terdakwa Gulat Manurung.

Dalam kesaksiannya, Annas mengakui meminta dana dari terdakwa, yang ditujukan untuk operasional mengurus revisi SK Kemenhut ke DPR. Annas ternyata juga menyinggung alokasi duit ke Komisi IV DPR periode 2009-2014.

Sementara itu, terdakwa Gulat Manurung meminta jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Kepala Dinas (Kadis) Perkebunan Riau, Zulher, di persidangan. Karena yang bersangkutanlah yang meminta dan merekomendasikan PT Duta Palma masuk dalam revisi kawasan hutan di Riau. Terkait hal itu, hakim meminta Zulher dihadirkan dalam sidang selanjutnya.

Di hadapan majelis hakim, Annas Maamun mengakui meminta duit sebesar Rp2,9 miliar kepada Gulat Manurung, terkait permohonan dimasukkannya areal kebun sawit dalam revisi SK Kemenhut, yang berisi penetapan kawasan bukan hutan.

Annas menyebut duit ini akan digunakan untuk biaya operasional pengurusan permohonan revisi SK, termasuk untuk pengurusan ke DPR.  "Itu untuk biaya operasional pengurusan masalah tanah itu," ujarnya.

Saat ditanya Jaksa KPK, Annas menyebut pengurusan yang dimaksud termasuk untuk pembahasan di DPR. Menurutnya perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan, memang harus disetujui DPR.  "Sebab kalau untuk kepentingan pemerintah diajukan ke Kemenhut. Tapi kalau untuk kepentingan masyarakat dan perusahan, harus dibahas DPR RI," sambungnya

Permintaan duit ini disampaikan Annas Maamun saat Gulat mengajukan permohonan agar kebun sawit miliknya termasuk kebun sawit di bawah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia wilayah Riau, dimasukkan dalam revisi SK 673/Menhut-II/2014 tanggal 9 Agustus 2014, tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan.

"Pak Gulat ini untuk kebun (rakyat) bukan persetujuannya pemerintah, ini harus dibahas DPR RI. Kita sekarang karena Menhut menyambut baik kebun rakyat, sehingga DPR mengurus ini kita butuh dana operasional, macam-macam," jelasnya.

Annas menyebut saat pengurusan SK 673, pihaknya memang membutuhkan biaya operasional. Salah satunya untuk akomodasi pihak perwakilan masyarakat untuk menemui Menhut periode 2009-2014 Zulkifli Hasan.

"Untuk biaya operasional. Waktu saya mengurus SK Menteri kemarin saya mengutus masyarakat jumpa menteri, pertama empat universitas jumpa menteri, kemudian lembaga adat Riau, ikatan keluarga Riau, beberapa masyarakat minta tolong supaya ini mengurus kebun," paparnya.

Hakim Ketua Supriyono mempertanyakan duit operasional yang diminta dari pengusaha Gulat. Sebab Pemprov, menurut Supriyono bisa mengganggarkan resmi dari APBD. "Untuk ongkos orang berangkat, untuk pesawat, makan, mungkin rapat dengan DPRD dengan DPR rapat di hotel. Untuk ongkos-ongkos itu," sambungnya.

Karena itu, untuk memuluskan permohonan Gulat, Annas meminta duit Rp2,9 miliar. Saat itu Gulat hanya menyanggupi USD 100 ribu dan Rp500 juta. Tapi Annas tak menghitung pasti jumlah duit mata uang USD yang diminta ditukar dengan pecahan Dollar Singapura (SGD).
Soal angka Rp 2,9 miliar, Annas mengaku tak punya hitungan khusus. "Saya buat-buat," sebut dia.

Annas mengklaim, uang sebesar Rp500 juta sebagai pinjaman pribadi. Duit ini sempat digunakan untuk membayar uang muka pembelian rumah di Cibubur. Namun batal karena disita KPK saat drama penangkapan pada 25 September 2014 lalu.

"Rp400 juta, ini uang kebetulan saya mau bayar uang muka rumah di Cibubur, dipegang orang pemasaran (pengembang perumahan, red), sedangkan sisanya Rp100 juta dibawa balik," ujarnya.

Annas sebenarnya meminta Gulat menyiapkan Rp 2,9 miliar. Namun diklaim Annas hanya terealisasi Rp 1,7 miliar total dari USD 100 ribu dan Rp 400 juta.

Komentar senada kembali dilontarkan Annas Maamun, ketika ditanya tim kuasa hukum Gulat Manurung. Termasuk dana sebesar Rp2,9 yang sempat disebut untuk anggota Komisi IV DPR RI.

"Saudara saksi mengatakan untuk DPR RI Rp 2,9 miliar adalah alokasi uang Rp 2,9 miliar untuk anggota Komisi IV sebanyak 64 orang dengan harapan DPR mau memberikan persetujuan terhadap kawasan hutan yang kami ajukan ke Menhut?" ujar salah seorang anggota tim penasihat hukum Gulat.


Annas yang mengiyakan keterangan tersebut kembali dicecar penasihat hukum Gulat. "Apa dasar saksi dengan muncul angka 2,9 miliar. Apakah dibagi rata 64 anggota dewan atau gimana?" lanjut penasihat hukum.

Menurut Annas duit itu memang untuk operasional kala mengurus permohonan revisi SK 673 Menhut-II/2014 tanggal 9 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan. Duit dipakai membiayai akomodasi utusan perwakilan masyarakat Riau untuk bertemu Menhut periode 2009-2014 Zulkifli Hasan termasuk akomodasi rapat dengan DPR.

Sebab untuk urusan perubahan kawasan hutan terkait lahan Dampak Penting Cakupan Luas (DPCLS), persetujuannya harus melalui Komisi IV DPR yang membidangi kehutanan.

"Saya jelaskan akan mengutus masyarakat-masyarakat termasuk untuk rapat hotel anggota Dewan. Rapat di hotel berapa biaya, itu kita sepakatkan dengan Pak Gulat," jelas Annas.

Jaksa KPK sempat memperdengarkan rekaman percakapan Annas dengan Gulat yang jadi barang bukti. Dalam rekaman yang hanya beberapa detik, Annas menyebut '64 anggota Komisi IV'.

"Itu mungkin dalam telpon terlalu singkat Pak. Mungkin untuk pengurusan anggota komisi IV nggak benar, cuma dalam telepon singkat," jawab Annas.

Minta Zulher
Dalam sidang kemarin, terdakwa Gulat Manurung juga meminta Kadisbun Riau, Zulher, ikut dihadirkan dalam persidangan. Menurutnya, Zulher juga terkait kasus itu, karena ialah Zulher yang menelponnya untuk merekomendasikan PT Duta Palma masuk dalam revisi kawasan hutan di Riau.

"Zulher yang menelepon saya pukul 10.00 WIB malam dan yang merekomendasikan masuk dalam revisi kawasan hutan di Riau. Dari situ muncul kejadian itu dan ada Surya Darmadi dari PT Duta Palma," ujarnya, saat diberikan kesempatan hakim memberikan tanggapan.

Untuk itulah terdakwa Gulat Manurung dan kuasa hukumnya untuk menghadirkan Kadisbun Riau, Zulher dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan berikutnya.

"Maka demi keadilan, saya meminta agar Jaksa KPK dan Ketua Majelis Hakim menghadirkan Zulher sebagai saksi di persidangan yang Mulia," pinta Gulat.

Mendengar keterangan dan permintaan terdakwa dan kuasa hukum Gulat Manurung, akhirnya Ketua Majelis Hakim memerintahkan kepada JPU KPK untuk menghadirkan Zulher sebagai saksi di persidangan lanjutan.

"Untuk lebih baiknya, JPU KPK harus menghadirkan Zulher dihadirkan, dan sekligus saksi yang meringankan dari penasehat hukum," kata Ketua Majelis Hakim.

Sidang kemarin juga menghadirkan dua saksi meringankan untuk Gulat. Keduanya adalah dosen di Fakutas Pertanian Universitas Riau, Muhammad Mardiansyah dan Rino Afreno yang merupakan Sekretaris Apkasindo Riau.

Dalam keterangannya, M Mardiansyah mengatakan, lahan kelapa sawit seluas 140 hektare di Kuansing, bukanlah milik Gulat saja. Akan tetapi, milik 10 orang, termasuk dirinya yang mempunya lahan seluas 2 hektare, sementara terdakwa memiliki seluas 60 hektar.

"Pemilik awal ada 12 orang, tapi ada yang melakukan jual beli antara sesama pemilik, jadi sampai saat ini pemiliknya tinggal 10 orang. Di antanya saya sendiri, terdakwa, Wardati, Muniati, Nur Baiti, Sabrina, Aslim, Rasat, dan Novia Aiko," papar Mardiansyah.

Saat ditanya Jaksa KPK asal mula lahan tersebut menjadi milik mereka, Mardiansyah menjelaskan, lahan tersebut dibeli dari seseorang sekitar tahun 2006, di mana kondisinya adalah semak belukar, walaupun ada juga pohon karet dan ditanami sawit di dalamnya.

"Kami membelinya sendiri-sendiri dengan cara kolektif dan surat jaul beli lahan dibuat dengan Akta Notaris, walaupun belum ada sertifikatnya," sebutnya.

Sementara itu saksi lain Rino Afreno menyebutkan kalau hubungan Gulat dengan Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun dekat sekali. Setahu dia, Gulat dan Annas ke mana-mana sering bersama, seperti ke dokter, beli HP dan makan bersam-sama. Selama ini Gulat tidak pernah membicarakan lahan 140 hektar yang ada di Kuansing, untuk diajukan dalam revisi ke Kemenhut.

"Hubungan Pak Gulat dengan Pak Gubri memang sepengatahuan saya sangat dekat. Ke dokter bareng, beli HP bareng, dan makan bareng dan dekat sekali. Dan Beliau tidak pernah membicarakan masalah revisi itu dengan Apkasindo dan kepada saya," ungkapnya. (bbs, rtc, dtc, sis)

Editor:

Terkini

Terpopuler