Di Sidang IPU ke-146, Fadli Zon Sampaikan Resep Indonesia Jaga Keberagaman

Rabu, 15 Maret 2023 - 09:51 WIB
Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon dalam IPU ke-146, di Manama, Bahrain,. (DPR)

RIAUMANDIRI.CO - Ketua Delegasi DPR RI di Sidang Umum Parlemen Dunia (Inter-Parliamentary Union/IPU) Fadli Zon menyampaikan sejumlah pandangan dalam kerangka mewujudkan dunia yang damai, inklusif, dan bebas dari segala bentuk intoleransi.

“Semua negara ingin rakyatnya hidup damai terbebas dari penderitaan, rasa takut, tindakan pencaplokan, dan segala bentuk intoleransi seperti Islamphobia yang meruyak dan pembakaran Al-Qur’an yang berulang-ulang,” kata Fadli di sesi debat terbuka IPU ke-146, 11-15 Maret, di Manama, Bahrain, yang dihadiri lebih dari 1700 legislator dari 130 negara.     

Lebih lanjut, di forum debat yang bertajuk Peaceful Coexistence and Inclusive Societies through Fighting against Intolerance itu dibeberkan keragaman etnik, budaya, bahasa, dan agama di Indonesia.

“Indonesia menyepakati untuk hidup sebagai satu bangsa yang tidak tersegregasi hanya lantaran etnik, budaya, dan keyakinan yang berbeda,” tegas legislator Komisi Luar Negeri itu.

Ihwal resep Indonesia yang dinilai sukses menyatukan keragaman, sambung Fadli, karena teguh pada sejumlah prinsip antara lain percaya bahwa keberagaman adalah untuk memperkaya, sepakat hidup damai di bawah payung konstitusi, dan penanaman kultur damai di semua level kehidupan manusia terutama terkait penyelesaian konflik.

Politisi yang menjabat Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) itu menyoroti dunia yang masih carut marut.

“Peperangan, permusuhan, dan intoleransi masih terjadi di berbagai belahan dunia, yang terwujud dalam ujaran kebencian, penodaan agama, apartheid, dan diskriminasi,” tandas dia.

Anggota DPR Dapil Jabar V itu menyoroti dunia yang masih diskriminatif. “Yang paling meresahkan adalah ketidakadilan global yang masih bercokol yang menimpa penderitaan kolektif yang parah yang dialami rakyat Palestina selama hampir tujuh dekade,” sorot dia.

Secara tegas kemudian Fadli mendesak dunia untuk mengakhiri kemunafikan dan standar ganda yang sangat telanjang. “Bagaimana dunia masih bisa dibungkam tanpa tindakan nyata di era modern kontemporer sementara kita masih menyaksikan pendudukan yang mengerikan sejak lebih dari tujuh dekade,” sindir dia.

Politisi Gerindra itu menyoal sikap diam seribu bahasa atas terus berlanjutnya perampasan tanah dan pengusiran warga Palestina dari tanah airnya, serta kematian yang menghantui mereka.

“Apakah kita benar-benar warga dunia yang beradab,” kritik dia sembari mengingatkan kekerasan Israel yang membunuh hampir 150 warga Palestina tewas di Tepi Barat dan Yerusalem timur pada tahun 2022, sebagai tahun paling mematikan di wilayah tersebut sejak 2004.

Fadli juga mengingatkan ihwal penderitaan minoritas Rohingya di Rakhine dan minoritas Muslim yang disebabkan oleh kebijakan yang tidak toleran dan Islamophobia.

Pada sisi lain politis berdarah Minang itu mendesak komunitas global termasuk PBB untuk segera mengambil tindakan nyata jika tidak ingin keamanan global runtuh seperti Perang Dunia. “Kita harus mencegah terulangnya sejarah kelam ketika dunia benar-benar hancur oleh perang,” tegas dia.

Fadli juga mendesak anggota parlemen dunia global mengambil peran terdepan untuk memastikan implementasi semua instrumen hukum internasional yang relevan yang disepakati untuk memerangi intoleransi.

“PBB khususnya Dewan Keamanan dituntut untuk terus bertindak. Keadilan global harus ditegakkan secara konsisten dan adil. Kita harus mulai mempertimbangkan untuk membuat PBB lebih kuat dan lebih efektif dalam upaya menerapkan koeksistensi damai dan masyarakat inklusif,” kata Fadli menambahkan.

Wakil Presiden the League of Parliamentarians for Al Quds mengecam keras sikap negara-negara yang jelas-jelas menunjukkan kemunafikan dan standar ganda dalam menyikapi intoleransi, diskriminasi rasial, pelanggaran terang-terangan yang dilakukan oleh sebuah negara pencaplok.

“Mari kita pastikan dunia kita bebas dari residu mentalitas kolonial, yang cenderung menempatkan orang lain sebagai orang yang tidak bermartabat untuk kemudian dieksploitasi. Kita tidak boleh membiarkan negara mana pun berada di atas hukum internasional. Kita semua sama di depan hukum,” pungkas dia. (*)

Editor: Syafril Amir

Tags

Terkini

Terpopuler