Gubri Surati Menteri ESDM Minta Izin Tambang Pasir Laut di Rupat Dicabut

Gubri Surati Menteri ESDM Minta Izin Tambang Pasir Laut di Rupat Dicabut

RIAUMANDIRI.CO - Gubernur Riau, Syamsuar mengirim surat permohonan pencabutan izin penambangan pasir laut oleh PT. Logo Mas Utama di wilayah perairan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Permohonan dengan surat Nomor 540/DESDM/119 ditujukan ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI tertanggal 23 Januari 2022.

Surat permohonan tersebut disampaikan Gubri guna menindaklanjuti banyaknya penolakan berbagai elemen masyarakat di Riau, karena area operasi penambangan merupakan kawasan penangkapan ikan (fishing ground) masyarakat nelayan.

Selain itu, wilayah penambangan pasir disebut merusak ekosistem dan biota laut. Kemudian lokasi penambangan juga merupakan kawasan pariwisata nasional yang ditetapkan pemerintah pusat.


"Kami sudah mengajukan surat ke Kementerian ESDM. Kami minta penghentian terhadap penambangan pasir ini, atau peninjauan terhadap areal yang disahkan ini, dan tidak seperti areal sekarang," ujar Gubri, Senin (14/3).

Dijelaskan Gubri, berkenaan izin tambang saat ini, semua kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM. Terkait penangkapan kapal tambang pasir ilegal di perairan Rupat, Gubri mengatakan saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI sudah turun.

"Karena itu, kami menyampaikan kepada pak Menteri ESDM, pertama meminta peninjauan kembali terhadap perizinan yang diberikan. Karena ini menyangkut kawasan tangkap nelayan, termasuk kawasan pariwisata yang telah ditetapkan pemerintah yang terganggu dengan pengambilan pasir ini," jelasnya.

“Alhamdulillah, dari KKP sudah turun dan sudah bertemu kami. Itu semua dalam rangka untuk menertibkan terhadap penyalahgunaan yang diberikan. Karena itu, kami tentunya menyerahkan ke pemerintah pusat sesuai dengan peraturan yang berlaku," tambah Gubri.

KKP Proses Hukum Pelaku Penambangan

Menanggapi itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan memproses hukum perusahaan yang melakukan penambangan pasir di perairan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Selain terkait dengan aspek legalitas, praktik penambangan pasir tersebut diduga menimbulkan kerusakan pesisir.

“Terhadap temuan pelanggaran ini, kami akan proses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan pada Konferensi Pers dengan awak media di Dumai, Senin (14/2).

Adin menjelaskan bahwa proses pengungkapan kasus pelanggaran ini sendiri telah berjalan dengan melibatkan berbagai instansi terkait, mulai dari adanya pengaduan masyarakat kepada jajaran Kepolisian Daerah Riau, proses verifikasi yang juga melibatkan Pemerintah Daerah dan juga WALHI sampai dengan intercept yang dilakukan Ditjen PSDKP.

Hasilnya merujuk pada kesimpulan bahwa kegiatan penambangan tersebut tidak dilengkapi dengan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), dan diduga menimbulkan abrasi yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan juga kerusakan padang lamun sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat khususnya nelayan.

“Salah satu hal yang menjadi pertimbangan penting kami adalah dampak kegiatan ini terhadap kawasan pesisir dan nelayan. Apalagi Pulau Rupat ini termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT),” ujar Adin.

Adin juga menyampaikan terima kasih dan apresiasinya kepada masyarakat yang telah melaporkan pelanggaran tersebut serta instansi terkait lainnya yang telah bahu membahu dalam penanganan permasalahan ini.

Lebih lanjut Adin memastikan bahwa Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Polsus PWP3K) akan bekerja untuk memproses pelanggaran yang dilakukan oleh PT. LMU sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Kami masih melihat opsi-opsi yang mungkin akan didorong, yang jelas Undang-Undang memberikan ruang baik melalui pidana, sanksi administrasi maupun penyelesaian sengketa di luar pengadilan,” jelas Adin.

Beberapa ketentuan terkait pelanggaran yang dilakukan tersebut di antaranya terkait dugaan kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak dilengkapi PKKPRL dan diduga menimbulkan kerusakan dan/atau kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 101 ayat (3), Pasal 188, Pasal 195, dan Pasal 196 PP Nomor 21 Tahun 2021, selain itu juga akan dilaksanakan penyelidikan lebih lanjut untuk menemukan unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 35 huruf i juncto Pasal 73 ayat (1) huruf d UU Nomor 27 Tahun 2007.

Tidak terbatas dengan sanksi pidana, terhadap dugaan kerusakan dan/atau kerugian yang terjadi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juga mengatur proses ganti kerugian melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan.

Sebagaimana diketahui, KKP telah melakukan penghentian kegiatan penambangan pasir yang meresahkan masyarakat di wilayah perairan Pulau Rupat, Provinsi Riau pada Minggu (13/2). Polsus PWP3K yang didukung oleh KP. Hiu 01 juga terus melakukan pemeriksaan terhadap awak kapal KM. KNB 6 yang saat ini telah di ad hoc ke Satwas SDKP Dumai.

Sebelumnya, Menteri Trenggono telah menginstruksikan agar pemberian izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dilakukan secara ketat, khususnya bagi aktivitas berisiko tinggi.

Langkah itu dimaksudkan untuk menjaga kesehatan laut, mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ekonomi dan ekologi sesuai dengan prinsip ekonomi biru dimana ekologi harus menjadi panglimanya.(nur, mcr)



Tags Syamsuar