Pengamat: Kekosongan Jabatan di Riau Bakal Diisi Orang yang Bisa 'Amankan' Syamsuar

Pengamat: Kekosongan Jabatan di Riau Bakal Diisi Orang yang Bisa 'Amankan' Syamsuar

RIAUMANDIRI.CO - Terkait siapa yang bakal dipilih Gubernur Syamsuar mengisi kekosongan pucuk jabatan di Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar, Pengamat Politik UNRI, Saiman Pakpahan memprediksi adalah orang yang bisa 'mengamankan' posisi Syamsuar dalam kacah politik ke depannya.

Diketahui sebelumnya, jelang akhir masa jabatan Bupati Kampar dan Wali Kota Pekanbaru, sejumlah nama pejabat di lingkungan Pemprov Riau mencuat dan ramai diperbincangkan.

Nama-nama tersebut diprediksi akan menjabat Pj wali kota/bupati dua daerah yang disebutkan di atas. Mereka dinilai memiliki kedekatan dengan Gubernur Syamsuar hingga dinilai paling senior di antara pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemprov Riau.


Mereka di antaranya adalah Masrul Kasmy yang kini menjabat Asisten I Setdaprov Riau, dam Muflihun yang kini menjabat Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau.

Sedangkan dari sisi senioritas PTP di lingkungan Pemprov Riau, ada nama Raja Yoserizal Zein yang kini menjabat Kadis Kebudayaan Riau. Raja Yose yang dari 1966 di Kota Pekanbaru dinilai memahami permasalahan Kota Madani yang kompleks.

"Nama-nama yang muncul sebenarnya belum final. Masih terbuka kesempatan untuk figur-figur lain. Hanya, ketiga nama itu memang pembantunya gubernur semua. Namun, saya kira gubernur tidak akan main standar. Karena menjelang 2024, dalam 2 tahun itu adalah waktunya kontestasi politik semua bertarung. Maka, incumbent kan dianggap punya sumber daya untuk memobilisasi kepentingan politik. Maka, gubernur harus selektif memilih untuk 'mengamankan' kepentingan pemerintah dan politiknya," ujar Saiman kepada Riaumandiri.co.

Saiman juga menjelaskan, apabila ditilik dari perspektif administratif, memang Pj hanya berfungsi menonsolidasikan kerja-kerja pembangunan daerah. Namun, jika dilihat dari perspektif politik, maka bisa dipastikan bakal dimanfaatkan untuk sebuah kepentingan.

"Karena tradisi politik kita begitu. Penguasa selalu diasumsikan punya sumber daya, baik birokrasi, keuangan, dan macam-macam. Maka gubernur harus bisa membaca keadaan itu, terutama merekrut siapa yang dianggap bisa mengamankannya. Standarnya seperti itu," paparnya.

Diketahui, pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak baru akan digelar pada 2024. Padahal, di tahun ini ada 101 kepala daerah yang akan mengakhiri masa jabatannya, sehingga memungkinkan terjadinya kekosongan jabatan.

Untuk mengisi kekosongan tersebut, pemerintah akan mengacu pada Undang-Undang nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur/wagub, bupati/wabup, serta wali kota/wawako yang akhir masa jabatannya tahun 2022 tersebut, diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur/wagub, bupati/wabup, serta wako/wawako melalui pemilihan serentak nasional pada 2024," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benny Irwan beberapa waktu lalu.

Merujuk pada Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 yang telah disempurnakan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Pasal 201 Ayat (9) menyebutkan, para penjabat gubernur, bupati, dan wali kota bertugas hingga terpilihnya kepala daerah definitif melalui pemilihan serentak pada 2024.

Kemudian, Ayat 10 menyatakan, untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur.

Berikutnya, Ayat 11 menyatakan, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan wali kota.