Anak yang Lahir Akibat Kebejatan Herry Wirawan Dijadikan Alat Minta Uang, Diakui Yatim

Anak yang Lahir Akibat Kebejatan Herry Wirawan Dijadikan Alat Minta Uang, Diakui Yatim

RIAUMANDIRI.CO - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong Polda Jawa Barat mengungkap dugaan penyalahgunaan pondok pesantren pimpinan Herry Wirawan (36) terkait eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku, dikutip dari CNN Indonesia.

Diketahui, kasus cabul terhadap belasan santri hingga mengakibatkan hamil dengan terdakwa HW (36), seorang pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung sedang dipersidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Khusus Bandung.

"Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak," kata Wakil Ketua LPSK Livia Istania melalui keterangan tertulis, Kamis (9/12).


Selain itu, Livia mengungkapkan, dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku HW.

"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ujarnya.

Livia mengungkapkan, LPSK memberikan perlindungan kepada 29 orang, 12 di antaranya anak di bawah umur dalam kasus pencabulan yang dilakukan HW. Mereka terdiri dari pelapor, saksi dan korban saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dengan terdakwa HW yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung dari 17 November sampai 7 Desember 2021.

"Dari 12 orang anak di bawah umur, 7 di antaranya telah melahirkan anak pelaku," ucapnya.

Tak hanya itu, serangkaian giat perlindungan berupa penjemputan, pendampingan dalam persidangan, akomodasi penginapan dan konsumsi serta pemulangan, diberikan agar memastikan para saksi dalam keadaan aman, tenang dan nyaman saat memberikan keterangan agar dapat membantu Majelis Hakim dalam membuat terang perkara.

"Pada saat memberikan keterangan di persidangan, para saksi dan atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orang tua atau walinya. LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi yang berkasnya siap disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Negeri Bandung," tuturnya.

Livia menuturkan, LPSK juga memberikan bantuan layanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di rumah sakit.

"Dalam melakukan aksinya, para korban ditempatkan dalam sebuah rumah yang dijadikan asrama ponpes. Pelaku kemudian membujuk rayu anak didiknya hingga menjanjikan para korban akan disekolahkan sampai tingkat universitas," katanya.

Seperti diketahui, kasus HW kini tengah dibawa ke persidangan yang berlangsung di Pengadilan Kelas 1A Khusus Bandung yang sudah berlangsung sejak 11 November 2021. Perbuatan HW itu juga dilakukan sudah lima tahun lalu, sekitar 2016-2021 di berbagai tempat.

Dalam persidangan terungkap juga fakta bahwa korban pencabulan HW sudah melahirkan total 9 bayi, 2 di antara korban juga sedang hamil.