Kredit Fiktif Rp32 M di Bank BUMD, Sejak 2019 M Dhuha Berstatus Tersangka

Kredit Fiktif Rp32 M di Bank BUMD, Sejak 2019 M Dhuha Berstatus Tersangka

RIAUMANDIRI.CO - Muhammad Dhuha masih menyandang status tersangka dugaan kredit fiktif di Bank BUMD Riau Cabang Pembantu (Capem) Dalu-dalu, Rokan Hulu (Rohul). Perkara yang diusut sejak 2019 lalu ini, menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Kejaksaan Tinggi Riau.

Selain M Dhuha, perkara ini juga menjerat Ardinol Amir, mantan Kepala Capem Dalu-dalu. Lalu, Zaiful Yusri, Syafrizal, dan Heri. Ketiganya telah dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.

Sama halnya dengan M Dhuha, tiga nama yang disebut terakhir adalah bawahan Ardinol saat itu dengan jabatan Analis Kredit.


Awal perkara diusut, M Dhuha telah pernah diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka. Saat itu, keadaannya sehat.

"Kita masih punya PR (pekerjaan rumah,red)," ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Tri Joko, Kamis (4/11).

Belakangan, M Dhuha dinyatakan mengalami gangguan jiwa berat. Hal itu sebagaimana surat keterangan yang dikeluarkan pihak RSJ Tampan, Pekanbaru. 

Dari informasi yang diperoleh, M Dhuha pernah mengalami kecelakaan pada tahun 2018 lalu. Hal itu dimungkinkan menjadi penyebab gangguan jiwa yang dialaminya.

Terkait kondisi itu, penyidik telah meminta keterangan dari dokter yang memeriksa kejiwaan M Dhuha. Dia adalah Dr Maysarah Sp.KJ. Pemeriksaan terhadap Maysarah dilakukan pada medio Februari 2019 lalu.

Hingga saat ini, penyidik belum menentukan sikap, apakah perkara tersangka M Dhuha ini akan dilanjutkan atau tidak.

"Tersangka Dhuha mengalami alami gangguan jiwa. Kesulitan meningkatkan status perkara ke penuntutan karena masih dirawat di rumah sakit," pungkas Tri Joko.

Diketahui, rasuah itu terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014. Dimana kredit berupa kredit umum perorangan itu dicairkan sekitar Rp43 miliar kepada 110 orang debitur. Umumnya para debitur itu hanya dipakai nama dengan meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). 

Sejumlah debitur ada yang dijanjikan plasma atau pola kerjasama dalam pembentukan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan Kacapem Dalu-dalu saat itu.

Kenyataanya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum Bank BUMD yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.

Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit. Kerugian negara diduga mencapai Rp32 miliar, dimana sejauh ini diketahui belum ada pengembalian kerugian negara.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.