Webinar Literasi Digital: Kebebasan Berekspresi di Era Digitalisasi

Webinar Literasi Digital: Kebebasan Berekspresi di Era Digitalisasi

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kegiatan webinar literasi digital pada hari Rabu , 16 Juni 2021, pukul 09.00 WIB, dengan tema “Kebebasan Berekspresi di Era Digital” dibuka oleh moderator Nanda Khairiyah. Kemudian, moderator membuka rangkaian kegiatan webinar ini dengan mengucap salam, berdoa dan membawakan tagline Salam Literasi Digital Indonesia Makin Cakap Digital. Moderator juga tidak lupa untuk mengingatkan para peserta untuk terus menjaga protokol kesehatan, mencuci tangan, memakai masker, dan menghindari kerumunan.  Acara pertama dimulai dengan memutarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. 

Kemudian, moderator mempersilahkan Dirjen Aptika KEMKOMINFO, bapak Samuel A. Pangerapan untuk memberikan sambutan. Setelah sambutan, moderator membacakan tata tertib dalam kegiatan webinar ini. Kemudian, moderator memperkenalkan Key Opinion Leader yaitu Della Oktarina, beliau adalah seorang founder @sayakantongplastik dan mendapat penghargaan sebagai Kartini Millenial 2020. Menurut Della Oktarina 

Kemudian, moderator membacakan tata tertib dalam kegiatan webinar ini. Setelah itu, moderator memperkenalkan narasumber pertama, bapak Cecep Nurul Alam, S.T., M.T. Beliau adalah seorang  . Beliau menyampaikan materi tentang UU-ITE yang Berkaitan Kebebasan Berekspresi. Agenda tentang materu UU-ITE; Tujuan pemanfaatan IT dan TE ( Pasal 4); 


Materi UU-ITE No. 19 No.7 Perbuatan yang dilarang . Menurut pasal 27 larangan mendistribusikan, membuat informasi elektonik dan dokumen bermuatan kesusilaan. Kemudian hal-hal yang harus dihindari agar saat menggunakan media sosial tidak terkena jeratan hukum sesuai UU ITE No. 19 Tahun 2019. Hindari penghinaan dan pencemaran nama baik, melanggar kesusilaan, menyebarkan kebencian atau permusuhan individua tau kelempok masyarakat tertenu berdasarkan suku, bangsa, rasa dan antargolongan, menyebarkan berita bohong ( hoax ). 

Dampak Penerapan UU-ITE Nomor 19 Tahun 2016 terbanyak adalah pencemaran nama baik. Tips berekspresi di dunia di media sosial agar tidak menyebarkan informasi pribadi seperti, nomor telephone dan aktifitas kita sehari-hari. Setelah itu cek dan re-cek follower agar tidak menimbulkan masalah yang kita tidak inginkan, Jangan lupa jaga etika agar apa yang kita ketik di media sosial tidak menimbulkan rasa tidak enak kepada orang lain. Kemudian jangan mudah percaya dengan berita-berita hoax dan jangan pernah mengklik link yang belum kita tau. Buku itu lebih baim dari pada internet, memang internet Kesimpulan dari Berkaitan Kebebasan Berekspresi. Agenda tentang materu UU-ITE; setiap orang memang memiliki hak untuk berpendapatan secara lisan ataupun tulisan baik melaluimmedia cetak maupun elektronik.

Kemudian, setelah narasumber pertama menyampaikan materinya, moderator memperkenalkan narasumber kedua yaitu bapak Anwar Fattah S.T., M.TI beliau adalah seorang IT Cyber Security Office. Beliau menyampaikan materi tentang Rekam Jejak dalam Kebebasan Berekspresi. Apa saja jejak digital yang bisa ditingkan kita? Ada postingan di media sosial, pencaria Google, tontonan di Youtube, pembelian di marketplace, jalur ojek online, games online yang dimainkan, apps yang di unduh, music online yang diputar, Ssitus web yang dikunjungi dan sebagainya. Hati-hati dengan jejak digitalmu karena semua orang bisa melihat tingkah laku kita semua. 

Kemudian besar karena internet seperti Raditya Dika, kita bisa berhasil dengan cara kita sendiri seperti memperlihatkan bakat kita seperti bernyanyi, dance dan sebagainya. Disaat kalian diminta nama, alamat dan informasi pribadi kalian tanyalah terlebih dahulu untuk menjaga masalah yang kita tidak inginkan dan jagan pernah kamu memposting informasi pribadi kalian seperti KTP. Kita tidak pernah tau siapa sebenarnya lawan bicara kita di internet. Kemudian kita juga harus menjaga semua Password yang kita miliki, cek kembali aplikasi yang kita izinkan dan cek keamanan facebook. Kita harus mengukur kembali cek dan re-cek informasi yang ingin kita publish ke media sosial. 

Setelah itu, moderator beralih kepada narasumber ketiga yaitu ibu Dra. Atjih Sukaesih. M.Si beliau adalah seorang Kaprodi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SUSKA RIAU . Beliau menyampaikan materi tentang Etika Berekspresi di Era Digital. Kita harus mengetahui etika dalam mengekspresikan diri, dan imbasnya kita bisa berhubungan dengan siapapun, kita juga akan mendapatkan etika yang kurang baik dari semua pengguna media sosial. Kemudian mengapa harus etis? Karena perkembangan komunikasi digital mengantarkan kita kepada komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Ruang lingkup etika dalam pembahasan ini adalah menyangkut 

Selanjutnya ap aitu etika digital? Di dunia digital kita mengenal etika berinternet atau yang lebih dikenal dengan Netiket ( Network Etiquette ), yaitu tata krama dalam menggunaka internet. Paling tidak terdapat beberapa aturan inti mengenai pentingnya netiket dalam dunia digital seperti: flaming, ikuti aturan seperti kehidupan nyata saat online, ingatlah dimana kita berada saat online dan hormatilah orang lain ketika anda sedang online. Bijak dalam berekspresi di era digital yang bekaitan dengan isu etika di atas terdapat dua tema besar yang dianggap menjadi dasar bagi literasi dan etika ketika bersinggungan dengan media baru yaitu identitas dan privacy. Kita juga harus bijak dalam berekspresi di era digital karena warga net Indonesia dipilih warnet terburuk. Menyeleksi dan menganalisis informasi, jika pelanggaran etika tersebut berkembang menjadi pelanggaran hukum. Kemudian waspadai konten negatif, dijelaskan sebagai informasi dan dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita hoax dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.

Kemudian, moderator mempersilahkan narasumber terakhir untuk menyampaikan mateirnya dari bapak Dr. Imron Rosidi, beliau menyampaikan materi tentang Digital Culture: Memahami Multikulturalisme dalam Berekspresi. Perbedaan budaya offline dan budaya digital, budaya offline itu budaya kita sehari-hari atau nyata seperti kantor budaya offline itu berkembang, kuno, sangat lambat, tidak jujur dan monocultural, sedangkan budaya digital itu berbasis aplikasi seperti webinar dengan zoom, budaya digital itu berkembang sangat cepat, canggih, jujur dan multicultural. Kemudian pengertian multikulturalisme adalah banyak aliran/ideologi/budaya dunia digital memacu interaksi dengan beragam budaya. Selanjutnya kebebasan berekspresi: dijamin konstitusi, hak paling asasi dari manusia, tanggung jawab yang besar dan kebebasan lisan dan kebebasan jari. Sedangkan multikulturalisme dan kebebasan berekspresi ada: kebebasan berekspresi dibatasi oleh kebebasan orang lain untuk mendapatkan ketenangan, dalam dunia digital kita berinteraksi dengan lebih banyak ragam budaya dan menghargai keragaman budaya orang lain.

Setelah sesi pemaparan materi selesai, moderator beralih ke sesi tanya jawab antara penanya dan narasumber. Ada empat penanya yang sudah terpilih dan berhak mendapatkan e-money sebesar Rp. 100.000,-

  1. Aksal Sadiq memberikan pertanyaan kepada bapak Cecep Nurul Alam, S.T., M.T. 

Q : Bagaimana agar masyarakat sadar akan pentingnya literasi digital? Langkah apa yang harus dilakukan?

A : Mungkin duu pemerintah belum mendukung literasi digital, namun dengan adanya cara ini sepertinya pemerintah sudah mulai aware dengan hal tersebut. Untuk langkah yang dilakukan komunitas memang harus memiliki effort yang sangat banyak dan patah semangat. Bisa dikembangkan dalam konten-konten yang diberikan dalam program literasi digital tersebut. Ditambah dengan suasana yang fun dan lebih santai untuk mmebuat masyarakat lebih mudah paham akan literasi digital. Serta bisa bekerja sama dengan komunitas untuk melakukan pengabdian ke msyarakat atau daerah-daerah terpelosok untuk meratakan pengetahuan untuk literasi digital. 

 

  1. Rahmat Taufik Rinaldi memberikan pertanyaan kepada bapak Anwar Fattah S.T., M.TI 

Q : Cyber crime itu banyak salah satunya membajak akun orang, bagaimana cara kita membedakan link phising tersebut bukan dari domain asli? Bagaimana cara kita melindungi data-data kita dari malware dan kejahatan siber lainnya?

A :  Domain itu memang mudah sekali dalam pembeliannya, ada beberapa tools yang bisa digunakan untuk membantu mengecek untuk domai tersebut benar atau tidak. Bisa mengunjungi sitecheck.sucuri.net dan quttera.com. Selain itu kita bisa menginstall ZAP (Zed Attack Proxy) dan hackertarget.com/wordpress-security-scan/, serta di siteguarding.com.

 

  1. Avrilia Rizki Utami memberikan pertanyaan kepada ibu Dra. Atjih Sukaesih. M.Si. 

Q : Apakah etika yang dianut oleh media masih relevan? Apakah etika jurnalistik dan etika digital itu sama? Bagaimana konsekuensinya jika tidak sama?

A : Menyikapi hal-hal seperti itu diperlukan sikap bijak untuk memahami indikator dari yang disebut dari jurnalisme online atau kode etik jurnalistik. Dengan kondisi sekrang, menyikapi di era digital ini kita harus memahami tanpa harus menghakimi. Ada pasal-pasal tertentu jika menyalahgunakan dunia siber. Media massa memiliki kode etik jurnalistik atau jurnalisme online, jika media sosial disebut citizen journalism. 

 

  1. M. Ikhsan Syuhada memberikan pertanyaan kepada bapak Dr. Imron Rosidi 

Q : Budaya digital akan terus berkembang, apakah di masa depan nanti terjadi ketergantungan dan dapat menghapus budaya yang lama atau offline?

A : Perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia saat ini memang membuat terjadinya disrupsi. Teknologi dapat mempengaruhi budaya digital. Maka, kuncinya pada agama, bagaimana caranya kita mengendalikan diri kita pada perkembangan era digital ini untuk tidak terbawa pada hal-hal yang negatif. Masa depan nanti pasti akan semakin canggih. Agama sangat beperan penting untuk mengontrol perilaku kita di budaya digital ini. 

Setelah sesi tanya jawab selesai, moderator kembali menyapa Key Opinion Leader, Della Oktarina. Beliau cukup aktif di seluruh media sosial terutama Instagram. Menurut beliau, media sosial yang paling efektif  adalah Instagram baik untuk mendapat insight ataupun sharing hal-hal bermanfaat seperti campaign @sayadietkantongplastik. Komunitas ini berdiri sejak tahun 2013 dan diawali dengan mencari informasi-informasi yang membawa kita untuk mendirikan komunitas ini untuk berhenti menggunakan kantong plastik dan beralih menggunakan tas guna ulang. Small thing, big impact for our environment. Beliau mengatakan apa yang kita berikan kepada lingkungan akan berdampak pada diri kita sendiri. Dari semua materi, poin pentingnya adalah dari apa yang kita sharing merupakan cerminan diri kita sendiri. Think before posting and share. Mencintai lingkungan sama dengan mencintai diri sendiri. Kemudian, setelah rangkaian acara selesai, moderator menutup webinar ini dengan mengucapkan salam, mengucapkan terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.