Webinar Literasi Digital: Kebebasan Berekspresi

Webinar Literasi Digital: Kebebasan Berekspresi

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Kegiatan webinar literasi digital pada hari Rabu, 30 Juni 2021, pukul 09.00 WIB, dengan tema “Kebebasan Bereskpresi di Era Digital” dibuka oleh moderator Chindy Puri Salsabila. Moderator memberikan reminding untuk para hadirin dalam 10 menit sebelum acara dimulai. Kemudian, moderator membuka rangkaian kegiatan webinar ini dengan mengucap salam, berdoa dan membawakan tagline Salam Literasi Digital Indonesia Makin Cakap Digital. Moderator juga tidak lupa untuk mengingatkan para peserta untuk terus menjaga protokol kesehatan, mencuci tangan, memakai masker, dan menghindari kerumunan.  Acara pertama dimulai dengan memutarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. 

Kemudian, moderator mempersilahkan Dirjen Aptika KEMKOMINFO, Samuel A. Pangerapan untuk memberikan sambutan. Setelah rangkaian cara sambutan, moderator memperkenalkan Key Opinion Leader yaitu Ranitya Nurlita @ranityanurlita, beliau adalah seorang Penggiat Lingkungan. 

Kemudian, moderator membacakan tata tertib dalam kegiatan webinar ini. Setelah itu, moderator memperkenalkan narasumber pertama, Masrizal Umar, S.T. Beliau adalah Chief Marketing Officer PT Spirit Inti Abadi dan Penggiat Literasi Digital, yang memberikan materi tentang “UU ITE yang Berkaitan Kebebasan Berekpresi”. Beliau menyampaikan bahwa literasi digital adalah bagaimana cara berselancar di internet dengan aman. Lihatlah internet dari sisi positifnya. Literasi digital, yaitu digital safety, digital wellbeing, digital identity, dan digital security. Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia, juga mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 


Internet sehat adalah aktifitas manusia yang sedang melakukan kegiatan online baik browsing, chating, social media, upload dan download secara tertib, baik dan beretika sesuai norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Adanya Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bukan untuk mengekang kita berekspresi di dunia digital, melainkan untuk melindungi kita sebagai pengguna internet agar lebih bijak. Gunakanlah dunia digital untuk hal-hal positif seperti belajar, bisnis, dan lainnya.

Kemudian, setelah narasumber pertama menyampaikan materinya, moderator memperkenalkan narasumber kedua yaitu Muamar Khadafi, M.M., CHCM., CPC., PMA. Beliau adalah seorang dosen, penulis buku, penggiat Taman Bacaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang memaparkan tentang “Digital Safety”. Kemudian beliau menyampaikan bahwa kebebasan berekspresi di era digital sudah sangat cepat tanpa batas ruang dan waktu. Kita harus pahami cybercrime. Cybercrime merupakan suatu tindak kejahatan di dunia maya, yang dianggap bertentangan atau melawan Undang-Undang (UU)) yang berlaku. Hal-hal yang bisa bertentangan dengan Undang-Undang, maka itu bisa berbahaya. Apa yang kita tulis di media sosial akan menjadi milik digital. 

Ciri-ciri cybercrime, yaitu terdapat penggunaan teknologi infomasi, alat bukti digital, pelaksanaan kejahatan berupa kejahatan nonfisik, proses penyidikan melibatkan laboratorium forensic computer, sifat kejahatan, dan dalam proses persidangan, keterangan ahli menggunakan ahli Teknologi Informatika (TI). Jenis cybercrime, yaitu cyberterrorism (teroris internet), cyberpornography (pornografi anak), cyber harassment (pelecehan seksual), cyber stalking (menjelek-jelekkan seseorang ), dan hacking (penggunaan programming abilities yang bertentangan dengan hukum). Simpan semua bukti yang dikirim pelaku agar bisa dijadikan barang bukti saat melapor ke pihak yang bisa membantu, selalu berperilaku sopan di dunia maya, gunakan media digital untuk hal-hal positif, juga selalu tabayyun (verifikasi konten atau informasi) untuk bijak bermedia sosial. 

Setelah itu, moderator beralih kepada narasumber ketiga yaitu Sunaryo, S.T., M.T. Beliau adalah Wakil Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Riau, yang menyampaikan materi tentang “Membangun Budaya Literasi di Era Digital”. Beliau menyampaikan bahwa digital bukan jadi bagian dari ekonomi, melainkan ekonomi sendiri. Literasi digital di masa pandemi mengubah tatanan hidup. Penguatan karakter individu sangat penting untuk digitalisasi. Karena kekuatan pendidikan karakter dapat mempengaruhi cara berpikir pada masyarakat dalam memanfaatkan segala arus informasi. Kecakapan literasi digital pengguna tidak hanya dilihat dari kemampuan mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.

Transformasi digital hanya setengah hati, jika tanpa digital culture. Beberapa tips ringan untuk memanusiakan manusia agar mencapai budaya digital yang inklusif, yaitu menerapkan budaya kebersamaan, mengakselerasi perubahan dan menerapkan ogility secara tepat, menggalang lingkungan kerja yang mendukung inovasi, dan kembangkan workforce kita yang baru. 

Kemudian, moderator mempersilahkan narasumber terakhir untuk menyampaikan mateirnya dari Marhaliman, S.E.  Beliau adalah Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Riau, yang memberikan materi tentang ”Memperkuat Integrasi dan Keberagaman melalui Etika Digital”. Beliau menyampaikan bahwa pemahaman masyarakat tentang integrasi dan keragaman masih pada tatanan teoritis belum pada pengalaman empiris, sehingga penguatan integrasi dan keragaman melalui etika digital. Faktor yang mempengaruhi integrasi dan keberagaman, yaitu disrupsi sosial, disrupsi teknologi, dan post truth. Kita harus memahami digital ethic, yaitu dengan menghentikan perundungan, tidak mendistribusikan konten negatif, dan kebenaran informasi adalah sebuah keharusan. Internet hadir bagai pisau bermata dua, bisa menjadi positif maupun negatif.

Cara memverifikasi informasi bisa dilihat ditelusuri di google news, google images, google fact check tools, dan referensi artikel dan Uniform Resource Locator (URL). Kita bisa berpartisipasi dalam membangun relasi sosial di platform digital dengan cara menggunakan media sosial dan email berbagi pesan yang bermanfaat, menggunakan internet untuk berbagi informasi mendidik dan menghibur, menghindari membahas isu sensitif seperti isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), menghindari kalimat yang porno dan vulgar selama berkomunikasi, dan menggunakan media sosial berbagi foto dan video yang inspiratif. Kita perlu mengedepankan kecerdasan emosional dalam menggunakan digital dan berinteraksi di media sosial. 

Setelah sesi pemaparan materi selesai, moderator beralih ke sesi tanya jawab antara penanya dan narasumber. Ada beberapa penanya yang sudah terpilih dan berhak mendapatkan e-money sebesar Rp. 100.000,-

  1. Irawan Ardiansyah memberikan pertanyaan kepada Masrizal Umar, S.T.

Q : Bagaimana cara kita menyikapi atau mengatasi orang yang tidak sependapat dengan apa yang ingin kita sampaikan kepada masyarakat?

A : Ketika kita memiliki digital safety dan digital ethics. Pemerintah tidak selalu benar, tapi ketika kita menyampaikan kritikan kepada pemerintah dengan cara yang benar dan bahasa yang baik, maka pemerintah akan menerima kritikan kita. Meskipun kita bebas berpendapat, tapi kita juga harus mengetahui batasan. selama tujuannya positif dan baik. Jejak digital kita yang akan membuat orang lain menghormati kita.

 

  1. Arnolis memberikan pertanyaan kepada Muamar Khadafi, M.M., CHCM., CPC., PMA.

Q : Bagaimana kita mengedukasi anak-anak yang belum memiliki pemahaman tentang cyberbullying? 

A : Perlu treatment dan keahlian khusus. Pertama, anak-anak suka dengan cerita. Di youtube ada banyak konten tentang cyberbullying. Kedua, libatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mengedukasi anak-anak mengenai cyberbullying. Kita pahami psikologi mereka. Ketiga, kita ajarkan mereka dengan contoh langsung. Misalnya, jangan gunakan capslock (huruf besar) saat mengirim pesan langsung.

 

  1. Rahmad Farid Hakim memberikan pertanyaan kepada Sunaryo, S.T., M.T.

Q : Bagaimana pendapat dan solusi Anda tentang etika masyarakat Indonesia di media sosial?

A : Bacalah pesan atau informasi yang kita terima terlebih dahulu. Ada etika yang harus dipahami terhadap pesan itu sendiri, apa positif dan negatif-nya untuk orang lain. Kita harus membudayakan etika digital atau etika dalam bermedia sosial saat menggunakan dunia digital dengan pendidikan karakter. 

 

  1. Nursyam memberikan pertanyaan kepada Marhaliman, S.E.

Q : Bagaimana kita menganalisis dan mencari solusi bagi pembuat konten yang beradu argumen tanpa mengedepankan tatakrama dan etika?

A : Kita perlu menyaring konten dan tontonan. Kita ambil hal yang positif. Ada pihak lain yang akan memberi peringatan kepada pemilik konten yang tidak sesuai etika.

Setelah sesi tanya jawab selesai, moderator kembali menyapa Key Opinion Leader, Ranitya Nurlita @ranityanurlita. Beliau menyampaikan bahwa ada banyak jenis cyberbullying. Selain itu menerapkan budaya digital bisa dengan banyak hal, seperti menerapkan budaya kebersamaan, mengedepankan nilai-nilai kesopanan dan tidak mengandung SARA. Kita juga harus meninggalkan jejak rekam digital yang positif.

Kemudian, setelah rangkaian acara selesai, moderator menutup webinar ini dengan mengucapkan salam, mengucapkan terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.