Webinar Literasi Digital: Bijak Media Sosial dan Jangan Asal Sebar

Webinar Literasi Digital: Bijak Media Sosial dan Jangan Asal Sebar

RIAUMANDIRI.CO, INHU - Kegiatan webinar literasi digital pada hari Kamis, 06 Agustus 2021, pukul 09.00 WIB, dengan tema “Bijak Bermedia Sosial: Jangan Asal Sebar di Internet” dibuka oleh moderator Rizky Al-Yusra. Moderator membuka rangkaian kegiatan webinar ini dengan mengucap salam, berdoa dan membawakan tagline Salam Literasi Digital Indonesia Makin Cakap Digital. Moderator juga tidak lupa untuk mengingatkan para peserta untuk terus menjaga protokol kesehatan, mencuci tangan, memakai masker, dan menghindari kerumunan. Acara pertama dimulai dengan memutarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya.  

Kemudian, moderator mempersilahkan Dirjen Aptika KEMKOMINFO, bapak Samuel A. Pangerapan untuk memberikan sambutan. Kemudian, moderator memperkenalkan Key Opinion Leader yaitu, @joddycaprinata – Founder dan COO of Bicara Project. Pada pukul 09.11.

Kemudian, moderator membacakan tata tertib dalam kegiatan webinar ini. Setelah itu, moderator memperkenalkan narasumber pertama, Arie Maya Lestari, S.Si. – Akademisi dan Master Mentor Sigap UMKM, menyampaikan materi tentang “Pilih-pilih Informasi di Ruang Media Sosial”. Pada pukul 09.15. Tips memilih informasi yang berguna bagi pengguna: baca menyeluruh, jangan hanya judul dan poin, bandingkan dengan situs lain, baca dari sumber terpercaya, fitur filter media sosial untuk menyaring informasi, dan jangan sebar konten SARA, pornografi atau informasi pribadi.


Jenis informasi di dunia digital dibagi 3, pertama informasi fakta atau nyata merupakan sesuatu yang benar-benar terjadi dan pernyataan yang tidak terbantah lagi. Fakta memuat kejadian nyata yang disertai bukti, bersifat objektif, tidak memuat pendapat atau sanggahan pribadi, sudah teruji kebenarannya dan dapat dipertanggung jawabkan, memiliki data yang akurat dan jelas dan merupakan kebenaran yang telah terjadi. Opini adalah suatu sikap/ pendapat seseorang mengenai sebuah keadaan yang pernah ataupun belum terjadi. Bersifat subjektif menurut pihak tertentu, kata-kata yang digunakan bersifat relative, tidak memiliki narasumber, menunjukan peristiwa yang belum pasti terjadi, mengandung pendapat pribadi ataupun oranglain, kebenarannya tidak dapat dibuktikan, menjelaskan tentang hal tertentu, biasanya ditandai dengan penggunaan kata-kata: sepertinya, mungkin, bisa jadi, seharusnya dan lainnya. 

Hoaks merupakan berita bohong atau fakta yang diplintir atau direkayasa untuk tujuan lelucon hingga serius (politis). Meciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan, sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai tanggung jawab atau klarifikasi, pesan sepihak, menyerang, dan tidak netral atau berat sebelah, mencatut nama tokoh berpengaruh atau pakai nama mirip media terkenal, memanfaatkan fanatisme atas nama ideologi, agama,suara, rakyat. Judul dan pengantarnya provoaktif dan tidak cocok dengan isinya, memberi penjulukan, meminta supaya di-share atau diviralkan, menggunakan argumen dan data yang sangat teknis sipaya terlihat ilmiah dan dipercaya, artikel yang ditulis biasanya menyembunyikan fakta dan data serta memelintir pernyataan narasumbernya, manipulasi foto dan keterangannya yang digunakan biasanya sudah lama dan berasal dari kejadian di tempat lain dan keterangannya juga dimanipulasi.

 

Kemudian, setelah narasumber pertama menyampaikan materinya, moderator memperkenalkan narasumber kedua yaitu Inna Dinovita, S.TP. – Praktisi IT dan CEO Saesha Cantika Indonesia, yang menyampai materi tentang “Memahami Fitur Keamanan Aplikasi dan Media Sosial ”. Pukul 09.28. Tips aman bermedia sosia: Hindari klik situs-situs illegal, batasi pemberian informasi/ identitas pribadi, tidak merespon email spam, pesan phising dan tidak asal klik linknya, lakukan pengecekan ulang dan sumber informasi di internet, batasi pemasangan foto dn video pribadi di Internet (media sosial), hapus pertemanan dengan orang tak dikenal di internet (media sosial), tidak melakukan bullying, berkelahi, adu argument di internet, dan jangan sembarangan download file/aplikasi/software di internet.

Apakah orang Indonesia sudah menerima informasi dengan baik?. Di Indonesia sendiri, orang menggunakan berbagai aplikasi dari rentang usia 16-64 tahun. Kita harus berhati-hati dengan informasi di dunia digital. Total aduan masyarakat 1970 dan kerugiannya mencapai 26,09 M. Resiko siber adalah risiko kerugian bisnis yang terkait dengan sistem teknologi. Resiko siber bisa datang dari awam/pemula seperti tutorial untuk penipuan atau serangan daring. Orang asing, data bisa dicuri dari jarak jauh. Orang yang dikenal, ransomware yaitu “penyanderaan” data. Indonesia mencatat lebih dari 88 juta serangan siber selama Januari-April 2020, dengan lebih dari separuh serangan siber dilakukan dengan format scam, phising dan malware.

Scam sendiri merupakan bentuk penpiuan digital yang paling umum. Contohnya, minta pulsa, mendapatkan hadiah, minta transfer uang melalui sms, whatsapp maupun email. Spam, berbagai pesan dalam surel yang tidak diinginkan namun berhasil masuk ke dalamnya. Bentuknya bisa berupa iklan halus, pemalsuan data, penipuan atau pencurian data. Phising, mengacu pada upaya penipuan dengan pengelabuhan untuk mendapatkan informasi pribadi. Berupa iklan pop-op yang menyesatkan, unduhan palsu, spam kalender, bahkan panggilan telfon tipuan. Malware, segala perangkat lunak yang dibuat secara spesifik untuk menyebabkan masalah bagi komputer. Spyware melalui berbagai dokumen digital yang terunduh oleh browser. Keamanan aplikasi dan media sosial, proteksi perangkat digital, proteksi perangkat keras dan lunak, update/perbarui aplikasi/software, proteksi identitas digital, jaga identits pribadi, jangan menggunakan password yang mudah, aktifikan autentikasi 2 faktor (2FA), jangan sebarkan kode OTP (One Time Password), kelola izin aplikasi,hindari penggunaan wifi publik, dan kunjungi website yang terenkripsi.

 

Setelah itu, moderator beralih kepada narasumber ketiga yaitu Fadillah, S.Si. – Wakil Kurikulum SMA Negeri 1 Tebing Tinggi, yang memaparkan materi tentang “Etika Digital”. Pada pukul 09.52. Dalam berinteraksi di media sosial gunakan bahasa yang baik dan sopan, mengedepankan nilai-nilai kesopanan dan tidak mengandung SARA hingga pornografi, bijaksana dalam memberikan tanda like/love, bijaksana meneruskan informasi, memberikan komentar. Memberikan makna atau persepsi, menyertakan sumber dan menghormati hak cipta, jangan takut untuk melaporkan akun yang bermasalah dan meresahkan dan jangan memberikan informasi yang bersifat pribadi.

Dunia nyata dan dunia digital tidak begitu berbeda. Kita tetap harus dapat mengaplikasi etika dalam dunia digital. Dari data yang dikeluarkan tahun 2020, pengguna media sosial sungguh signifikan dengan berbagai kegunaan. Etika ini berkaitan dengan sikap dan perilaku atau tata krama, digital berkaitan dengan sistem dan perangkatnya. Sedangkan etika digital dapat dimaknai sebagai tata krama dalam memanfaatkan sistem digital untuk sebagai keperluan dan kepentingan. Kenapa perlu kesantunan berbahasa? Karena etika berbahasa merupakan kesadaran akan martabat baik saat menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Prinsip kesantunan, yaitu penghargaan, kerendahan hati, pemufakatan, dan simpati.

Sedangkan etika desain digital, teks yang merupakan kesantunan Bahasa, tanda baca, ketepatan diksi, teknik penulisan dan jenis tulisannya. Gambar, yang kita tampilkan atau kita terima di media sosial itu harus bermakna, yang jelas siapa pemiliknya dan tidak perlu kontroversi. Poster, yang relevan, kontroversi, sumber jelas dan keterbacaan. 

Kemudian, moderator mempersilahkan narasumber terakhir untuk menyampaikan materinya yaitu, Nugroho Noto Susanto, SIP. – KPU Provinsi Riau. Yang menyampaikan materi tentang “Budaya Multikultur Sebagai Basis Budaya Digital“. Pada Pukul 10.07. Budaya digital kita adalah budaya luhur bangsa Indonesia. Seperti yang Gus Dur katakan bahwa tidak penting apapun agama atau sukumu kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang , orang tidak pernah tanya apa agamamu. 

Indonesia sebenarnya memiliki kebudayaan yang luar biasa, tapi memang belum dominan di dunia digital ini. Indonesia dikenal sebagai negara multicultural, sejarah keindonesiaan beberapa kali retak akibat adanya konflik berbasis identitas atau ideologi, budaya digital tidak dapat dihindari, teoroma “internet is everything” diikuti dengan budaya digital media baru, yaitu media sosial, keindonesiaan pada hamper sewindu kebelakangan, acapkali tercoreng akibat menguatnya polarisasi masyarakat yang pemicunya adalah derasnya arus bias informasi di media sosial.

Keretakan sosial Indonesia dapat terjadi karena imaji keIndonesiaan yang belum tuntas oleh warga negara, psikologis massa dalam situasi kesenjangan sosial dan ekonomi, kepentingan electoral dengan memanfaatkan politisi SARA, dan psikologis masyarakat modern yang membentik budaya konsumerisme, individualisme. Membangun budaya digital berkemajuan dengan menanam imaji keIndonesiaan yang komprehensif, Pendidikan multicultural yang autentik dan berkelanjutan, mewujudkan keadilan sosial pada sila ke lima Pancasila, menumbuhkan toleransi yang autentik dan jadilah agen pribadi anak bangsa yang berkarakter. 



 

Setelah sesi pemaparan materi selesai, moderator beralih ke sesi tanya jawab antara penanya dan narasumber. Ada beberapa penanya yang sudah terpilih dan berhak mendapatkan e-money sebesar Rp. 100.000,-

  1. Wira  memberikan pertanyaan kepada Arie Maya Lestari, S.Si.

Q : Bagaimana kita menyikapi orang yang suka menyinggung di media sosial?

A : ada dua pilihan dalam bermedia sosial, pilihan saya dengan piilihan saya sendiri yaitu abaikan apa yang tidak penting. Kalo tidak ada konteks kita dirugikan lebih baik hindari saja

  1. Nurul Hidayati memberikan pertanyaan kepada Inna Dinovita, S.TP.

Q : Bagaimana cara kita agar tidak ketergantungan dengan media sosial?

A : Kembali ke diri kita, sejauh apa media sosial bermanfaat atau membantu kegiatan kita sehari-hari. Ada jam-jam tertentu yang bisa kita tentukan jika kita ingin bermedia sosial. 

  1. Oktavia memberikan pertanyaan kepada Fadillah, S.Si.

Q : Apa yang harus dilakuakn dlaam penerapan etika di era digital saat ini?

A : kalo itu baik kita layanin, kalo tidak baik jangan kita tanggapi. Jika ingin ditanggapi bisa dengan baik.

  1. Doni Erzakin memberikan pertanyaan kepada Nugroho Noto Susanto, SIP.

Q : Apa pendapat bapak mengenai budaya literasi yang tidak mencerminkan Pancasila dan bhineka tunggal ika?

A : Hal tersebut bukan sesuatu yang mengawang, memang terjadi seperti itu. Bahkan ada yang meninggal tidak mau dikuburkan karena berbeda pilihan politik. Nyatanya problem yang ada di ruang digital terbawa di dunia nyata. Tidak ada yang diajarkan budaya melayu untuk membully seseorang. 

 

Setelah sesi tanya jawab selesai, moderator kembali menyapa Key Opinion Leader, yaitu @joddycaprinata – Founder dan COO of Bicara Project.  Menurut beliau, mau tidak mau saat ini kita harus hadapi. Dari lingkungan saya yang menggunakan media sosial, media sosial itu bukan untuk saya. Jejak digital untuk orang lain, oleh karena itu kita harus bijak menggunakan sosial media. Kemudian, setelah rangkaian acara selesai, moderator memanggil kembali para penanya terpilih lainnya yang berhak mendapat e-money sebesar Rp. 100.000,-. Setelah itu moderator menutup webinar ini dengan mengucapkan salam, mengucapkan terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.